Mencari Data di Blog Ini :

Friday, April 30, 2010

Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (7 of 8)

Bagaimana kehebatan Al-Qur’an dalam mengisahkan sebuah peristiwa? ‘Aidh al-Qarni menjelaskan dengan begitu runtut dan indah tentang bagaimana Al-Qur’an menceritakan sebuah kisah. Sungguh mencengangkan dan menakjubkan!


Kisah dalam Al-Qur’an adalah kisah yang mengalirkan air mata hidayah dan mendatangkan cahaya dalam jiwa. Kisah dalam Al-Qur’an adalah kebenaran nyata dan ilmu yang benar. Kisah dalam Al-Qur’an adalah yang paling baik, paling meyakinkan serta paling indah dan lengkap. Salah satu kisah dalam Al-Qur’an adalah kisah Nabi Yusuf as.


Kisah Nabi Yusuf as. memuat nilai-nilai edukatif yang mengangkat jiwa ke atas derajat keutamaan dan mengantarkannya menuju alam kesempurnaan. Dalam kisah ini dituturkan tentang akhir perjalanan hidup orang yang beriman pada Allah serta teguh, ikhlas dan sabar menjalankan perintah dalam berdakwah dan berjuang di jalan-Nya. Dipaparkan akhir dari sebuah makar dan akibat buruk perbuatan itu, termasuk penyakit hasud yang menular. Dikemukakan pula pentingnya jiwa kesabaran dalam menunggu datangnya pertolongan, sikap berbaik sangka kepada Allah, optimisme yang positif, yakin pada janji Allah, ridha atas perintah-Nya dan menerima segala yang menjadi pilihan-Nya.


Dalam kisah Nabi Yusuf as. digambarkan keagungan jiwa takwa, keindahan menjaga kehormatan diri, mulianya kesetiaan pada Allah dan mengedepankan ketaatan pada-Nya, serta memenangkan diri atas hawa nafsu penyeru kejahatan (an-nafsu al-ammâratu bis-sû’i) dan potensi jiwa muda yang agresif. Pada kisah ini diketahui bahwa mimpi itu ditakwilkan, perumpamaan dipaparkan, nasihat disampaikan, dan pelajaran dituangkan. Kisah ini juga memuat tentang baju yang berlumur darah, baju yang terkoyak dari belakang, dan baju yang dilemparkan kepada seorang buta yang sekonyong-konyong dapat melihat kembali.


Pada kisah Nabi Yusuf as. ini diungkapkan bahwa ada seorang lelaki dituduh menyeleweng dengan seorang wanita, ada lelaki yang dituduh meracuni, dan ada seekor srigala didakwa melakukan kejahatan pembunuhan. Dikisahkan pula tentang seorang anak yang berjuang melawan maut, saudara-saudara kandung yang terbakar api kedengkian, dan seorang ayah yang kelewat cinta pada anaknya. Di dalam kisah ini, tersebut pula tentang sebuah sumur dimana seorang anak dijerumuskan ke dalamnya, kafilah yang memperdagangkan budak, raja yang lalai akan urusan kerajaan, wanita cantik yang diamuk hawa nafsu, dan jeruji besi yang dihuni seorang penyeru kebaikan.


Dalam kisah ini terdapat cerita tentang seorang lelaki tua yang menangis dengan hebat hingga kehilangan penglihatan, kafilah yang bergerak membelah padang pasir mencari penghidupan, pundi-pundi raja yang raib, pengadilan dan para saksinya, serta rangkaian peristiwa yang tidak diperkirakan akan terjadi. Setiap episode berakhir pada kerumitan, setiap babak berujung pada kebuntuan, dan di setiap perjalanan tersimpan hikmah.


Termuat pula kisah tentang luapan air mata dan keluh kesah, ratapan dan pengaduan, tuduhan dan kenyataan, makar dan isu, keterpurukan dan kejayaan, kesendirian dan keterasingan, kegembiraan saat bersua, suka cita dalam kebersamaan, dan kemiskinan yang menghimpit. Selain itu diceritakan juga tentang jiwa amarah dan jiwa muthmainnah, kenabian dan kekuasaan, wanita-wanita terhormat dan pelayan-pelayannya, pemuda dan tetua, serta penjualan dan pembelian. Ada pula pengungkapan mengenai pakaian dari dunia busana, wanita dalam dunia kewanitaannya, serigala dan tujuh ekor sapi dari dunia binatang, serta takaran (timbangan) dari dunia logam.


Dalam kisah ini terungkap kisah mengenai anak yang kehilangan keluarganya, dicelakai oleh saudara-saudara kandungnya dan ditangisi oleh sang ayah, lalu diperjual-belikan di pasar budak, kemudian menjadi pelayan di sebuah istana, hingga hidup terlunta-lunta dalam terali besi. Namun sesudahnya ia mendapatkan kebahagiaan, memegang jabatan, mencapai kejayaan setelah menggapai semua cita-citanya, lalu meninggalkan dunia.


Episode tersebut merupakan episode yang selalu kita temui di mana pun kita berada. Ini juga merupakan gambaran-gambaran hidup yang selalu membayang ke mana pun kita menghadap. Setiap episode dan peristiwa membuat hati berdebar. Begitulah, betapa menakjubkan bagaimana cara Al-Qur’an menceritakan sebuah kisah.


Al-Qur’an bukanlah perkataan manusia, bukan cerita yang dibuat-buat dan bukan pula karangan pujangga.


Al-Qur’an adalah firman Allah kepada pengucap paling jujur, Rasulullah Muhammad saw. melalui Ruhul Amin, Malaikat Jibril. Al-Qur’an adalah pancaran kebenaran dan cahaya.


Al-Qur’an itu, siapa yang membacanya akan mendapat pahala, yang mengamalkan mendapat pahala dan yang merenungkannya mendapat pahala.


Al-Qur’an membawa kesembuhan lahir dan batin serta membimbing manusia menuju surga.


Al-Qur’an mengajarkan pada manusia tentang iman, kasih sayang dan optimisme.


Jika Al-Qur’an berbicara tentang azab, ia mampu menghadirkan suasana mencekam dalam hati dan membuat tubuh bergetar.


Jika Al-Qur’an bertutur tentang kenikmatan dan keindahan surga, jiwa bersuka cita, berdendang dan merasa rindu.


Jika Al-Qur’an mengingatkan manusia tentang kematian, mereka bisa menangis dibuatnya.


Jika Al-Qur’an bercerita tentang kesenangan hidup duniawi, pikiran pun akan melayang.


Al-Qur’an telah menempatkan masing-masing sudut permasalahan dengan penekanan yang bisa memengaruhi dan memberi porsi keindahan bahasa secara tersendiri.


Al-Qur’an telah mengetuk pintu dunia, menggetarkan hati dan mencengangkan akal.


Al-Qur’an telah menundukkan para ahli ilmu bahasa dan mengungguli orang-orang fasih, sehingga manusia tidak akan mampu menggapai ketinggian Al-Qur’an ataupun mendekati derajat Al-Qur’an. Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an pada hamba-Nya agar dijadikan bahan peringatan.


Daftar Pustaka :

  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Nikmatnya Hidangan Al-Qur’an (‘Alâ Mâidati Al-Qur’an)”, Maghfirah Pustaka, Cetakan Kedua : Januari 2006

Tulisan ini lanjutan dari : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (6 of 8)
Tulisan ini berlanjut ke : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (8 of 8)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, April 23, 2010

Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (6 of 8)

Jika masih ada keraguan di hati, Al-Qur’an telah mengajukan tantangan kepada siapa pun untuk menyusun “semisal”-nya. Tantangan tersebut datang secara bertahap:

  • Seluruh Al-Qur’an.
    Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (QS al-Isrâ’ [17]: 88)

    Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur'an itu jika mereka orang-orang yang benar. (QS ath-Thûr [52]: 34)

  • Sepuluh surah saja dari 114 surahnya.
    Bahkan mereka mengatakan, “Muhammad telah membuat-buat Al Qur'an itu.” Katakanlah, “(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surah yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.” (QS Hûd [11]: 13)

  • Satu surah saja.
    Atau (patutkah) mereka mengatakan, “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah, “(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS Yûnus [10]: 38)

  • Lebih kurang semisal satu surah saja.
    Arti semisal mencakup segala macam aspek yang terdapat dalam Al-Qur’an. Salah satu di antaranya adalah kandungannya yang antara lain berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang belum dikenal pada masa turunnya.

    Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (QS al-Baqarah [2]: 23)

Ibnu Kindah berhari-hari mengurung diri dalam rumah. Tiba-tiba ia menampakkan diri dan mengaku bisa membuat tiruan ayat atau surah Al-Qur’an. Inilah kesombongan diri dan keangkuhan yang membawa petaka. Ketika ia membuka mush-haf Al-Qur’an, matanya tertumpu pada ayat yang terjemahnya:


Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS al-Mâidah [5]: 1)


Dia terkesima dan berkata, “Memerintah dan melarang, menyeru dan mengecualikan, menjelaskan dan menutup dalam satu ayat!” Dan, dia pun tidak mampu melakukannya.


Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat (nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (QS al-Baqarah [2]: 24)


Kekaguman terhadap Al-Qur’an dari salah satu sudut pandang, yaitu segi bahasa dan sastra, telah terbukti secara haq, baik dulu maupun sekarang. Seorang wanita Arab yang mahir dalam berbahasa mendengar seseorang membaca firman Allah SWT yang artinya:


Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (QS al-Qashash [28]: 7)


Si wanita tidak menyadari bahwa itu adalah kalimat-kalimat dalam Al-Qur’an, maka dia bertanya,

“Perkataan siapakah gerangan?”

“Mengapa?” Orang-orang balik bertanya.

“Maha Suci Allah, dua perintah, dua larangan dan dua kabar menggembirakan dirangkum dalam satu ungkapan.”


Para ulama menyatakan betapa indahnya ayat Al-Qur’an ketika Allah membuat perumpamaan seekor semut.


Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut, “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS an-Naml [27]: 18)


Di satu ayat tersebut, semut betina—sesuai penjelasan banyak mufassir—memanggil, memerintah, menerangkan, meminta maaf dan sekaligus mengakhiri pembicaraan. Semut itu memanggil “Hai semut-semut”, memerintah “masuklah ke dalam sarang-sarangmu”, memberi penjelasan “agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya”, memohon maaf “sedangkan mereka tidak menyadari” dan mengakhiri pembicaraan—karena ayat berikutnya bercerita tentang Nabi Sulaiman as., tidak ada lagi pembahasan tentang semut.


maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS an-Naml [27]: 19)

Daftar Pustaka:

  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Nikmatnya Hidangan Al-Qur’an (‘Alâ Mâidati Al-Qur’an)”, Maghfirah Pustaka, Cetakan Kedua : Januari 2006
  • M. Quraish Shihab, Dr, “‘Membumikan’ Al-Qur’an”, Penerbit Mizan, Cetakan XXX : Dzulhijjah 1427H/Januari 2007
  • M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007

Tulisan ini lanjutan dari : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (5 of 8)
Tulisan ini berlanjut ke : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (7 of 8)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, April 16, 2010

Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (5 of 8)

Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat Rasyad Khalifah, mengemukakan bahwa dalam Al-Qur’an sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan akan keotentikannya.


Huruf-huruf hija’iyah yang terdapat pada awal beberapa surah dalam Al-Qur’an adalah jaminan keutuhan Al-Qur’an sebagaimana diterima oleh Rasulullah saw. Tidak berlebih dan/atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata yang digunakan oleh Al-Qur’an. Kesemuanya habis dibagi 19, sesuai dengan jumlah huruf dalam basmalah, yaitu B(i)sm All(â)h Al-R(a)hm(â)n Al-R(a)hîm. Huruf-huruf yang terdapat dalam tanda kurung adalah tanda harakat, jadi bukan huruf Arab hija’iyah.


Jaminan keutuhan/keaslian Al-Qur’an di atas sama dengan konsep checksum pada transmisi data. Checksum akan mendeteksi apakah file yang kita kirim kepada seseorang (misal via email) sama seperti aslinya atau tidak; terjadi corrupt atau tidak. Betapa Al-Qur’an telah menerapkan konsep checksum jauh sebelum para ilmuwan merumuskannya.


Mari kita uji! Di Al-Qur’an, letak bacaan basmalah sebagai berikut:

  • Di surah ke-1, yaitu al-Fâtihah bacaan basmalah ada di ayat ke-1. Walaupun ada pendapat bahwa basmalah bukan ayat ke-1 surah al-Fâtihah, namun penulis mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa basmalah ayat pertama. Hal ini dikuatkan dengan uji ilmiah yang akan disajikan.
  • Di surah ke-9, yaitu at-Taubah, tidak ada bacaan basmalah.
  • Di surah ke-27, yaitu an-Naml, bacaan basmalah ada di pembuka surah (ayat ke-0), dan ayat ke-30.
  • Di surah-surah lain, bacaan basmalah ada di pembuka surah (ayat ke-0)


Rumus yang digunakan adalah:

  • Gabungkan nomor surah dengan letak bacaan basmalah. Misal di surah ke-1, bacaan basmalah terletak di ayat ke-1, maka hasil penggabungan adalah bilangan 11.
  • Surah ke-9, karena tidak ada bacaan basmalah, maka tidak disertakan dalam hitungan.
  • Surah ke-27, karena bacaan basmalah di dua tempat, maka ada dua nilai, yaitu 270 (untuk basmalah di pembuka surah atau ayat ke-0) dan 2730 (untuk basmalah di ayat ke-30)
  • Surah-surah lain, gabungkan nomor surah dengan angka nol. Misal untuk surah ke-2, bilangan hasil gabungan adalah 20.

Teknik pengujian yaitu dengan menjumlahkan semua bilangan yang ada, lalu dibagi dengan 19.

  • 11 + 20 + 30 + 40 + 50 + 60 + 70 + 80 + 100 + 110 + 120 + 130 + 140 + 150 + 160 + 170 + 180 + 190 + 200 + 210 + 220 + 230 + 240 + 250 + 260 + 270 + 2730 + 280 + 290 + 300 + 310 + 320 + 330 + 340 + 350 + 360 + 370 + 380 + 390 + 400 + 410 + 420 + 430 + 440 + 450 + 460 + 470 + 480 + 490 + 500 + 510 + 520 + 530 + 540 + 550 + 560 + 570 + 580 + 590 + 600 + 610 + 620 + 630 + 640 + 650 + 660 + 670 + 680 + 690 + 700 + 710 + 720 + 730 + 740 + 750 + 760 + 770 + 780 + 790 + 800 + 810 + 820 + 830 + 840 + 850 + 860 + 870 + 880 + 890 + 900 + 910 + 920 + 930 + 940 + 950 + 960 + 970 + 980 + 990 + 1000 + 1010 + 1020 + 1030 + 1040 + 1050 + 1060 + 1070 + 1080 + 1090 + 1100 + 1110 + 1120 + 1130 + 1140 = 68191.
  • 68191 / 19 = 3589.

Ternyata sisa bagi (modulo) = 0 (habis dibagi 19). Kalau diteliti lagi, kenapa di surah ke-27, bacaan basmalah ada di ayat ke-30, bukan di ayat lain? Ternyata (27 + 30) / 19 = 3 (habis dibagi 19).

Ini menunjukkan bahwa letak bacaan basmalah benar-benar telah diatur dengan sangat akurat. Ini merupakan bukti bahwa Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul saw. berabad-abad lalu tidak ada perubahan sampai sekarang (tidak corrupt). Subhanallâh. Bukti-bukti lain dipaparkan di bawah ini.


Huruf qaf yang merupakan awal QS Qâf [50], ditemukan terulang sebanyak 57 kali. Itu artinya 3 x 19 (habis dibagi 19).


Huruf-huruf kaf, ha’, ya’, ‘ain, shad dalam QS Maryam [19], ditemukan sebanyak 798 kali atau 42 x 19.


Huruf nun yang memulai QS al-Qalam [68], ditemukan sebanyak 133 kali, sama dengan 7 x 19.


Kedua huruf ya’ dan sin pada QS Yâsîn [36], masing-masing ditemukan sebanyak 285 kali (15 x 19).


Kedua huruf tha’ dan ha’ pada QS Thâhâ [20] masing-masing berulang sebanyak 342 kali. 342 = 18 x 19.


Huruf-huruf ha’ dan mim yang terdapat pada keseluruhan surah yang dimulai dengan kedua huruf ini, kesemuanya merupakan perkalian dari 114 x 19, yakni masing-masing berjumlah 2.166.


Masing-masing kata yang membentuk bacaan basmalah (bismillâhirrahmânirrahîm) juga habis dibagi 19, yaitu:

  • Kata ism terulang sebanyak 19 kali.
  • Kata Allâh sebanyak 2.698 kali (142 x 19)
  • Kata Ar-Rahmân sejumlah 57 kali (3 x 19)
  • Kata Ar-Rahîm sejumlah 114 kali (6 x 19).

Di QS at-Taubah [9]: 128 memang diakhiri dengan kata rahîm (penyayang), namun itu menunjuk pada sifat Nabi Muhammad, bukan sifat Allah, sehingga tidak termasuk dalam hitungan Ar-Rahîm (Yang Maha Penyayang).


لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِٱلْمُؤْمِنِيْنَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang (rahîm) terhadap orang-orang mukmin. (QS at-Taubah [9]: 128)


Angka 19 tersebut, diambil dari pernyataan Al-Qur’an sendiri, yakni yang termuat dalam QS al-Muddatstsir [74]: 30, yang turun dalam konteks ancaman terhadap seseorang yang meragukan kebenaran Al-Qur’an.


عَلَيْهَا تِسْـعَةَ عَشَرَ

Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (QS al-Muddatstsir [74]: 30)

Al-Qur’an sejak dini memadukan usaha dan pertolongan Allah, akal dan kalbu, pikir dan dzikir, serta iman dan ilmu. Akal tanpa kalbu membuat kita seperti robot. Pikir tanpa dzikir menjadikan kita seperti setan. Iman tanpa ilmu sama dengan pelita di tangan bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan pelita di tangan pencuri. Sebagai kitab terpadu, Al-Qur’an menghadapi dan memperlakukan peserta didiknya dengan memperhatikan keseluruhan unsur manusiawi, jiwa, akal dan jasmani.


Ayat-ayat Al-Qur’an merupakan serat yang membentuk tenunan kehidupan muslim, serta benang yang menjadi rajutan jiwa. Karena itu, seringkali pada saat Al-Qur’an berbicara tentang satu persoalan yang menyangkut satu dimensi atau aspek tertentu, tiba-tiba ayat lain muncul berbicara tentang aspek atau dimensi lain. Secara sepintas hal ini terkesan tidak saling berkaitan. Namun, bagi orang yang tekun mempelajarinya, akan menemukan keserasian hubungan yang amat mengagumkan, sama dengan keserasian hubungan yang memadukan gejolak dan bisikan-bisikan hati manusia, sehingga pada akhirnya dimensi atau aspek yang tadinya terkesan kacau, menjadi terangkai dan terpadu indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung pangkalnya.


Salah satu tujuan Al-Qur’an memilih sistematika demikian adalah untuk mengingatkan manusia—khususnya kaum muslimin bahwa ajaran-ajaran Al-Quran adalah satu kesatuan terpadu yang tidak dapat dipisah-pisahkan.


Keharaman makanan tertentu seperti babi, ancaman terhadap yang enggan menyebarluaskan pengetahuan, anjuran bersedekah, kewajiban menegakkan hukum wasiat sebelum mati, kewajiban puasa, hubungan suami-istri; dikemukakan Al-Qur’an secara berturut-turut dalam belasan ayat surat al-Baqarah. Mengapa demikian? Mengapa terkesan acak?


Jawabannya antara lain adalah Al-Qur’an menghendaki agar umatnya melaksanakan ajarannya secara terpadu. Tidaklah babi lebih dianjurkan untuk dihindari daripada keengganan menyebarluaskan ilmu. Bersedekah tidak pula lebih penting daripada menegakkan hukum dan keadilan. Wasiat sebelum mati dan menunaikannya tidak kalah dari berpuasa di bulan Ramadhan. Puasa dan ibadah lainnya tidak boleh menjadikan seseorang lupa pada kebutuhan jasmaniahnya, walaupun itu adalah hubungan intim antara suami-istri. Demikian terlihat keterpaduan ajaran-ajarannya.


Al-Qur’an menempuh berbagai cara guna mengantar manusia kepada kesempurnaan kemanusiaannya, antara lain dengan mengemukakan kisah faktual atau simbolik. Al-Qur’an al-Karim tidak segan mengisahkan “kelemahan manusiawi”, namun itu digambarkannya dengan kalimat indah lagi sopan tanpa mengundang tepuk tangan, atau membangkitkan potensi negatif, tetapi untuk menggarisbawahi akibat buruk kelemahan itu, atau menggambarkan saat kesadaran manusia menghadapi godaan nafsu dan setan.


Dalam bidang pendidikan, Al-Qur’an menuntut bersatunya kata dengan sikap. Karena itu, keteladaan para pendidik dan tokoh masyarakat merupakan salah satu andalannya.


Pada saat Al-Qur’an mewajibkan anak menghormati orang tuanya, pada saat itu pula ia mewajibkan orang tua mendidik anak-anaknya. Pada saat masyarakat diwajibkan menaati rasul dan para pemimpin, pada saat yang sama rasul dan para pemimpin diperintahkan menunaikan amanah, menyayangi yang dipimpin sambil bermusyawarah dengan mereka.


Daftar Pustaka :

  • Arifin Muftie, “Matematika Alam Semesta – Kodetifikasi Bilangan Prima dalam Al-Qur’an”, PT Kiblat Buku Utama Bandung, Cetakan I : Rabiulawal 1425/Mei 2004
  • M. Quraish Shihab, Dr, “‘Membumikan’ Al-Qur’an”, Penerbit Mizan, Cetakan XXX : Dzulhijjah 1427H/Januari 2007
  • M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007

Tulisan ini lanjutan dari : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (4 of 8)
Tulisan ini berlanjut ke : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (6 of 8)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, April 9, 2010

Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (4 of 8)

Tiada bacaan seperti Al-Qur’an yang pemberitaan-pemberitaan gaibnya telah terbukti nyata. Fir‘aun yang mengejar-ngejar Nabi Musa as, diceritakan dalam QS Yûnus [10]: 92 bahwa badannya diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran bagi generasi berikut. Tidak seorang pun mengetahui hal tersebut, karena peristiwa itu telah terjadi sekitar 1200 tahun sebelum masehi. Ternyata, pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1896, seorang ahli purbakala, Loret menemukan di Lembah Raja-raja Luxor Mesir sebuah mumi. Dari data-data sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir‘aun yang bernama Maniptah dan yang pernah mengejar Nabi Musa as. Pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith mendapat ijin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut mayat Fir‘aun. Yang ditemukannya adalah satu jasad utuh, seperti yang diberitakan oleh Al-Qur’an.


فَالْيَوْمَ نُنَجِّيْكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُوْنَ لِمَنْ خَلْفَكَ ءَايَةً وَإِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ ٱلنَّاسِ عَنْ ءَايٰتِنَا لَغٰـفِلُوْنَ

Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (QS Yûnus [10]: 92)


Tiada bacaan sehebat Al-Qur’an yang telah mengemukakan isyarat-isyarat ilmiah pada zaman yang sama sekali belum mengenal istilah ilmiah. Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur’an dan terbukti kebenarannya di tengah-tengah perkembangan ilmu dan pengetahuan. Beberapa contohnya yaitu:

  • Diisyaratkannya bahwa “Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya matahari” sebagaimana terdapat di QS Yûnus [10]: 5. Di ayat tersebut, untuk matahari digunakan kata dhiyâ’ (bersinar, yang bersumber dari dirinya sendiri), sedangkan untuk bulan kata yang dipakai adalah nûran (bercahaya, yang tidak berasal dari dirinya).

    هُوَ ٱلَّذِيْ جَعَلَ ٱلشَّمْسَ ضِيَـۤاءً وَٱلْقَمَرَ نُوْرًا وَقَدَّرَهُ ُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ ٱلسِّـنِيْنَ وَٱلْحِسَابِ

    Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). (QS Yûnus [10]: 5)

  • Di dalam QS adz-Dzâriyât [51]: 47 berhubungan dengan Teori Expanding Universe (kosmos yang mengembang).
    Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya. (QS adz-Dzâriyât [51]: 47)

  • QS an-Naml [27]: 88 tentang pergerakan bumi mengelilingi matahari, gerakan lapisan-lapisan yang berasal dari perut bumi, serta bergeraknya gunung sama dengan pergerakan awan.
    Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (QS an-Naml [27]: 88)

  • QS Yâsîn [36]: 80 menerangkan tentang zat hijau daun (klorofil), yang berperanan dalam mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimia melalui proses fotosintesis sehingga menghasilkan energi.
    yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu (pohon) yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu. (QS Yâsîn [36]: 80)

  • QS Yâsîn [36]: 38 menerangkan bahwa matahari pun juga bergerak mengelilingi pusat galaksi.
    Dan matahari itu beredar di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (QS Yâsîn [36]: 38)

Tiada bacaan semenakjubkan Al-Qur’an yang keseluruhan isinya adalah kebaikan dan mengundang kekaguman. Dalam ayat-ayatnya terkandung keharmonisan, kesesuaian irama dan keindahan tak terlukiskan. Setiap surah adalah momentum dan pesan khusus yang berbeda dengan surah-surah lainnya. Keajaiban juga tampak dari cara penyajiannya yang dapat menembus tembok jiwa, mengguncangkan hati dan mendominasi wilayah-wilayah yang memengaruhi nurani.


إِنَّا سَمِعْنـَا قُرْءَانًا عَجَبًا

Sesungguhnya kami telah mendengar Al-Qur’an yang menakjubkan. (QS al-Jin [72]: 1)

Mengulang-ulang membaca ayat Al-Qur’an menimbulkan penafsiran baru, pengembangan gagasan dan menambah kesucian jiwa serta kesejahteraan batin. Berulang-ulang “membaca” alam raya, membuka tabir rahasianya dan memperluas wawasan serta menambah kesejahteraan lahir. Ayat Al-Qur’an yang kita baca dewasa ini tak sedikit pun berbeda dengan ayat Al-Qur’an yang dibaca Rasul dan generasi terdahulu. Alam raya pun demikian. Namun, pemahaman, penemuan rahasianya serta limpahan kesejahteraan-Nya terus berkembang.


Daftar Pustaka :

  • M. Quraish Shihab, Dr, “‘Membumikan’ Al-Qur’an”, Penerbit Mizan, Cetakan XXX : Dzulhijjah 1427H/Januari 2007
  • M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007

Tulisan ini lanjutan dari : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (3 of 8)
Tulisan ini berlanjut ke : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (5 of 8)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, April 2, 2010

Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (3 of 8)

M. Quraish Shihab, seorang pakar tafsir, menjelaskan dengan detail tentang Al-Qur’an. Al-Qur’an yang secara harfiah berarti “bacaan sempurna”, merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal baca-tulis lima ribu tahun lalu yang dapat menandingi Al-Qur’an al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia.


Tiada bacaan semacam Al-Qur’an yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya dan/atau tidak dapat menulis dengan aksaranya. Bahkan Al-Qur’an dihapal huruf demi huruf oleh orang dewasa, remaja dan anak-anak.


Penulis pernah membaca sebuah buku yang mengisahkan kesedihan anak-anak sekolah non muslim yang disuruh menghapal ayat-ayat dari kitab suci mereka secara persis, sesuai teks yang tertulis. Karena stres, salah satu anak dibawa ke seorang terapis. Kemudian terapis ini menyarankan gurunya agar tidak menyuruh menghapal ayat dari kitab suci mereka secara tekstual. Yang penting adalah anak-anak itu mengerti maksudnya dan bisa mengimplementasikan. Secara tidak langsung, sebenarnya guru itu sangat mengagumi Al-Qur’an, yang begitu mudah dibaca dan dihapalkan oleh anak-anak usia sekolah.


Banyak sekali orang terheran-heran dengan kehebatan Al-Qur’an. Kalau kita membaca buku dalam bahasa Jepang dan benar cara membacanya, maka pastilah kita mengerti apa yang kita baca, dan kita pun bisa berbahasa Jepang. Namun, mukjizat Al-Qur’an membuat orang yang tidak mengerti arti ayat yang dibaca, juga tidak bisa berbahasa Arab, mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Subhânallâh.


Tiada bacaan melebihi Al-Qur’an dalam perhatian yang diperolehnya. Bukan saja sejarahnya secara umum, tapi ayat demi ayat, baik dari segi masa, musim dan saat turunnya, sampai kepada sebab-sebab serta waktu-waktu turunnya.


Tiada bacaan seperti Al-Qur’an yang dipelajari bukan hanya susunan redaksi dan pemilihan kosa katanya, tetapi juga kandungannya yang tersurat, tersirat, bahkan sampai kepada kesan yang ditimbulkan. Semua dituangkan dalam jutaan jilid buku, generasi demi generasi. Kemudian apa yang dituangkan dari sumber yang tak pernah kering itu, berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kemampuan dan kecenderungan mereka, namun semua mengandung kebenaran. Al-Qur’an ibarat sebuah permata yang memancarkan cahaya yang bermacam-macam sesuai dengan sudut pandang masing-masing.


Tiada bacaan serupa Al-Qur’an yang diatur tata cara membacanya, ada yang dipendekkan, dipanjangkan (ini pun ada beberapa jenis), dipertebal atau diperhalus ucapannya, di mana tempat yang terlarang atau boleh berhenti, di mana tempat harus memulai dan harus berhenti, bahkan diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika membacanya.


Tiada bacaan sebanyak kosa kata Al-Qur’an yang berjumlah 77.439 kata, dengan jumlah huruf sebanyak 323.015. Jumlah kata-katanya pun seimbang, baik kata dengan padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya. Abdurrazaq Naufal, dalam “Al-I‘jaz Al-Adabiy li Al-Qur’an al-Karim” yang terdiri dari tiga jilid, mengemukakan sekian banyak contoh tentang tentang keseimbangan tersebut. Secara singkat dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya
    · Al-hayâh (hidup) dan al-mawt (mati), masing-masing sebanyak 145 kali.
    · An-Naf‘u (manfaat) dan al-madharrah (mudharat), masing-masing sebanyak 50 kali.
    · Al-har (panas) dan al-bard (dingin), masing-masing 4 kali.
    · Ash-shâlihât (kebajikan) dan as-sayyiât (keburukan), masing-masing 167 kali.
    · Ath-thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan adh-dhiq (kesempitan/kekesalan), masing-masing 13 kali.
    · Ar-rahbah (cemas/takut) dan al-raghbah (harap/ingin), masing-masing 8 kali.
    · Al-kufr (kekufuran) dan al-îmân (iman) dalam bentuk definite, masing-masing 17 kali.
    · Ash-shayf (musim panas) dan asy-syitâ’ (musim dingin), masing-masing 1 kali.

  2. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan sinonimnya (makna yang dikandungnya)
    · Al-harts dan az-zirâ‘ah (membajak/bertani), masing-masing 14 kali.
    · Al-‘ushb dan adh-dhurûr (membanggakan diri/angkuh), masing-masing 27 kali.
    · Adh-dhâllûn dan al-mawta (orang sesat/mati [jiwanya]), masing-masing 17 kali.
    · Al-Qur’an, al-wahyu, al-Islam masing-masing 70 kali.
    · Al-‘aql dan an-nûr (akal dan cahaya), masing-masing 49 kali.
    · Aj-jahr dan al-‘alâniyah (nyata), masing-masing 16 kali.

  3. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya
    · Al-infâq (infak) dengan ar-ridhâ (kerelaan), masing-masing 73 kali.
    · Al-bukhl (kekikiran) dengan al-hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali.
    · Al-kâfirûn (orang-orang kafir) dan an-nâr/al-ahraq (neraka/pembakaran), masing-masing 154 kali.
    · Az-zakâh (zakat/penyucian) dan al-barakah (kebajikan yang banyak), masing-masing 32 kali.
    · Al-fahîsyah (kekejian) dan al-ghadhab (murka), masing-masing 26 kali.

  4. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya
    · Al-isrâf (pemborosan) dengan as-sur‘ah (ketergesa-gesaan), masing-masing 23 kali.
    · Al-maw‘izah (nasihat/petuah) dengan al-lisân (lidah), masing-masing 25 kali.
    · Al-asra (tawanan) dengan al-harb (perang), masing-masing 6 kali.
    · As-salâm (kedamaian) dengan ath-thayyibât (kebajikan), masing-masing 60 kali.

  5. Keseimbangan khusus
    · Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada bentuk prural (ayyâm) atau dua (yawmayni), jumlah keseluruhannya hanya 30, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti “bulan” (syahr) hanya terdapat 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun.

    · Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada 7. Penjelasan ini diulangi sebanyak 7 kali pula, yaitu dalam ayat-ayat al-Baqarah [2]: 29, al-Isrâ’ [17]: 44, al-Mu’minûn [23]: 86, Fushshilat [41]: 12, ath-Thalâq [65]: 12, al-Mulk [67]: 3 dan Nûh [71]: 15. Selain itu, penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam 7 ayat.

    · Kata-kata yang menunjuk kepada utusan Tuhan, baik rasûl (rasul) atau nabiyy (nabi), atau basyîr (pembawa berita gembira), atau nadzîr (pemberi peringatan), keseluruhannya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut, yakni 518 kali. Subhânallâh.


Daftar Pustaka:

  • M. Quraish Shihab, Dr, “‘Membumikan’ Al-Qur’an”, Penerbit Mizan, Cetakan XXX : Dzulhijjah 1427H/Januari 2007
  • M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007

Tulisan ini lanjutan dari : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (2 of 8)
Tulisan ini berlanjut ke : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (4 of 8)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#