Mencari Data di Blog Ini :

Friday, February 27, 2009

Rendah Hati (Tawadhu'), Sifat Kitakah?

Sebagai umat Islam, tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan kata “takwa”. Menurut definisinya, takwa adalah imtitsâlu awâmirillâh wajtinâbu nawâhîhi (melaksanakan semua perintah Allah sekuat-kuatnya dan menjauhi apa pun larangan-Nya).
Sebagaimana diajarkan oleh sebagian ulama, takwa dalam bahasa Arab terdiri dari empat huruf, yaitu:
·          ت(tawâdhu‘) artinya rendah hati. Selain tawâdhu bisa juga bermakna tadharru yang berarti sama yaitu merendahkan diri di hadapan Allah dan sopan santun terhadap sesama.
·        ق  (qanâ‘ah) artinya menerima dengan syukur semua karunia Allah
·        و  (wara‘) artinya meninggalkan perkara syubhat dan tidak berfaedah
·        ي  (yaqîn) artinya yakin sepenuh hati kepada Allah
Di kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim” terdapat syair tentang kerendahan hati yang berbunyi:
إِنَّ التَّوَاضُعَ مِنْ خِصَالِ الْمُتَّقِي * وَبِهِ التَّقِيُّ إِلىَ الْمَعَالِى يَرْتَقِي
Sesungguhnya rendah hati adalah salah satu ciri orang yang bertakwa
Dengannya, orang yang bertakwa mencapai derajat kemuliaan
Nabi Muhammad shallallâhu ‘alayhi wasallam juga telah memerintahkan kita untuk selalu bersikap rendah hati. Dalam sebuah hadits beliau bersabda:
إِنَّ اللهَ أَوْحَى ِإلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوْا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغَى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
Sesungguhnya Allah Subhânahû Wa Ta‘âlâ telah mewahyukan kepadaku agar kalian bertawadhu’, sehingga tak seorang pun menyombongkan diri kepada yang lain, atau seseorang tiada menganiaya kepada yang lainnya. (HR Muslim)
Di hadits lain, Rasulullah mengingatkan akan jaminan bahwa orang yang rendah hati akan diangkat derajatnya oleh Allah.
مَازَادَ اللهُ عَبْدًا ِبعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلّٰهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ
Allah tidak menambahkan kepada seorang hamba yang pemaaf kecuali kemuliaan, dan tidaklah seorang hamba bersikap tawadhu’ kecuali Allah pasti mengangkat (derajatnya). (HR Muslim)
مَنْ تَوَاضَعَ لِلّٰهِ رَفَعَهُ اللهُ وَمَنْ تَكَبَّرَ وَضَعَهُ اللهُ
Siapa rendah hati karena Allah, maka Allah mengangkat (derajat)-nya; dan siapa sombong, maka Allah  menyia-nyiakannya. (HR Abu Nu‘aim)
الْكَرَمُ التَّقْوَى وَالشَّرَفُ التَّوَاضُعُ وَالْيَقِيْنُ الْغِنَى
Kedermawanan adalah ketakwaan, kemuliaan adalah tawadhu’ dan keyakinan adalah kekayaan. (HR Hakim dan Ibnu Abi Dunya)
Ketika ditanya mengenai arti tawadhu’ (rendah hati), al-Fudhail menjawab, “Kamu tunduk kepada kebenaran dan patuh kepadanya. Walaupun engkau mendengarnya dari anak kecil, engkau tetap menerimanya. Bahkan, meskipun engkau mendengarnya dari orang terbodoh, engkau tetap menerimanya.”
Rendah hati adalah syarat pertama jika kita ingin mencapai derajat sebagai insan yang bertakwa.
Rendah hati merupakan puncak dari akhlak seorang mukmin, yaitu rendah hati kepada Allah, Sang Pemilik kehidupan.
Rendah hati tidak mungkin diraih hanya dengan ilmu, harus diiringi dengan amal perbuatan.
Rendah hati dari segi ilmu memang mudah dipelajari, namun dalam implementasinya membutuhkan waktu yang tidak singkat, bisa tahunan.
Rendah hati bertahap belajarnya. Seiring perjalanan usia, ilmu dan pengalaman seharusnya semakin rendah hati.
Rendah hati dapat diteladani dari diri Rasulullah shallallâhu ‘alayhi wasallam karena beliaulah orang paling bertakwa di seluruh alam semesta. Bahkan, malaikat pun hormat kepada beliau karena derajat beliau yang begitu mulia di sisi Allah Subhânahû Wa Ta‘âlâ. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alayhi wasallam dipuji oleh Allah sebagai makhluk dengan akhlak sangat terpuji dan mendapat anugerah sebagai kekasih Allah (habîbullâh).
Di sebuah puisi ‘Aidh al-Qarni mengungkapkan sanjungannya kepada Rasulullah shallallâhu ‘alayhi wasallam:
Siapa yang menghampiri pintu rumahmu, tak berhenti raga
bertutur tentang anugerah yang kau berikan
Mata bercerita tentang suka cita, tangan tentang persaudaraan,
hati tentang kelembutan, telinga tentang kebajikan

Demi Tuhan, kata-katamu mengalir bagai madu
Ataukah engkau benar-benar telah menuangkan madu pada mulut kami
Ataukah untaian makna yang kau ungkapkan
Aku melihat permata dan batu zamrud tersampaikan
Jika dirasakan oleh yang sekarat, akan tertahan ruhnya
Dan jika dipandang oleh yang di rantau, akan terobati kerinduannya

Para ulama menjelaskan bahwa rendah hati harus dimiliki dalam setiap kondisi dan tingkat atau kedudukan. Ketika kita masih belum menjadi apa-apa (tahap belajar), kita ibarat sebuah biji tanaman. Tanamlah biji itu di dalam tanah. Apabila diletakkan di atas tanah, dikuatirkan mudah dimakan binatang atau hilang disapu angin.
Saat kita berusaha mencapai puncak, hal ini laksana mendaki gunung. Agar lebih mudah mendakinya, maka badan kita harus condong ke depan dan pandangan mata ke arah bawah. Pernahkah kita melihat seorang pendaki gunung berjalan sambil menegakkan badan, mendongakkan kepala dan membusungkan dada? Semakin curam jalan yang kita daki, kita pun semakin merunduk, bahkan merayap. Bukankah pada dasarnya panjat tebing dilakukan dengan merayap?
Tatkala sudah di puncak, rendah hati tetap harus menghiasi diri. Angin pasti berhembus lebih kencang ketika kondisi kita di puncak. Agar bisa bertahan bahkan maju terus walaupun terpaan angin begitu besar, maka kita harus berjalan sambil membungkuk. Semakin kencang anginnya, berarti badan kita semakin membungkuk bahkan merayap.

Daftar Pustaka

Aidh al-Qarni, “Nikmatnya Hidangan Al-Qur’an (‘Alâ Mâidati Al-Qur’an)—terjemah”, Maghfirah Pustaka, Cetakan Kedua: Januari 2006
Az-Zarnuji, asy-Syaikh, Ta‘lîm al-Muta‘allim
Djamal’uddin Ahmad Al Buny, “Mutu Manikam dari Kitab Al-Hikam (karya Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim Ibnu Athaillah)”, Mutiara Ilmu Surabaya, Cetakan ketiga: 2000
I. Solihin, Drs, “Terjemah Nashaihul Ibad (karya Imam Nawawi al-Bantani)”, Pustaka Amani Jakarta, Cetakan ke-3 1427H/2006
Muhammad bin Ibrahim Ibnu ‘Abbad, asy-Syaikh, “Syarah al-Hikam

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, February 20, 2009

Buang Angin, Kok Muka Yang Dibasuh?! (4 of 4)

Saat ini sedang gencar-gencarnya dilakukan penelitian tentang faedah wudhu dalam hal kebersihan dan kesehatan. Tentang kebersihan, tentunya sudah kita pahami bersama bahwa berwudhu akan membersihkan tubuh, bahkan jiwa kita. Berwudhu juga sehat. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa dengan menggosok-gosok anggota tubuh, maka saraf-saraf akan diaktifkan. Dengan demikian peredaran darah akan lancar, dan kita pun akan sehat.

Di buku “Mukjizat Gerakan Shalat”, dr. Sagiran. M.Kes, Sp.B menjelaskan bahwa menggosok bagian tubuh termasuk sela-sela jari, menurut pandangan medis sangatlah rasional. Pada bagian tersebut terdapat banyak serabut saraf, arteri, vena dan pembuluh limfe. Menggosok pada sela-sela jari sudah semestinya memperlancar aliran darah perifer (terminal) yang menjamin pasokan makanan dan oksigen.

Titik lain yang terkena basuhan air adalah siku. Selain menyentuh aspek hygiene, pada siku bagian bawah terdapat titik-titik penting dalam akupuntur. Termasuk juga ujung tungkai (lutut ke bawah) memiliki titik akupuntur yang penting.

Bagian telinga pun memiliki titik akupuntur. Menurut cabang spesifikasi kedokteran di Cina, bagian telinga bisa direpresentasikan sebagai tubuh manusia. Bentuk telinga ini serupa dengan bentuk tubuh saat meringkuk dalam rahim ibu. Kepalanya adalah bagian yang sering dipasang anting. Dalam lubang adalah rongga tubuh tempat tersimpannya organ-organ dalam. Melakukan stimulasi seperti wudhu akan berpengaruh baik terhadap fungsi organ dalam. Adapun lingkaran luar menggambarkan punggung. Pemijatannya juga seolah melakukan stimulasi daerah punggung dan ruas-ruas tulang belakang. Selain sebagai ritual bersuci, berwudhu juga mengandung unsur perawat kesehatan tubuh. Subhânallâh.

Di sebuah artikel yang berjudul “Muslim Rituals and their Effect on the Person’s Health”, dijelaskan bagaimana wudhu dapat menstimulasi atau merangsang irama tubuh alami. Artikel tersebut ditulis oleh Dr. Mogomed Magomedov, asisten pada lembaga General Hygiene and Ecology (Kesehatan Umum dan Ekologi) di Daghestan State Medical Academy. Rangsangan ini muncul pada seluruh tubuh, khususnya pada area yang disebut Biological Active Spots (BASes) atau titik-titik aktif biologis. Menurut riset ini, BASes mirip dengan titik-titik refleksologi Cina.

Bedanya, terang Dr. Magomedov, untuk menguasai titik-titik refleksi Cina dengan tuntas dibutuhkan waktu bertahun-tahun. Bandingkan dengan praktek wudhu yang sangat sederhana. Keutamaan lainnya, refleksologi hanya berfungsi menyembuhkan sedangkan wudhu sangat efektif mencegah masuknya bibit penyakit. Menurut peneliti yang juga menguasai ilmu refleksologi Cina ini, 61 dari 65 titik refleks Cina adalah bagian tubuh yang dibasuh air wudhu. Lima lainnya terletak antara tumit dan lutut, di mana bagian ini juga, merupakan area wudhu yang tidak diwajibkan.

Sistem metabolisme tubuh manusia terhubung dengan jutaan saraf yang ujungnya tersebar di sepanjang kulit. Guyuran air wudhu dalam konsep pengobatan modern adalah hidromassage alias pijat dengan memanfaatkan air sebagai media penyembuhan. Membasuh area wajah misalnya, pijatan air akan memberi efek positif pada usus, ginjal, dan sistem saraf maupun reproduksi. Membasuh kaki kiri berefek positif pada kelenjar pituitari, otak yang mengatur fungsi-fungsi kelenjar endokrin (kelenjar yang bertugas mengatur pengeluaran hormon dan mengendalikan pertumbuhan). Di telinga terdapat ratusan titik biologis yang akan menurunkan tekanan darah dan mengurangi sakit.

Dari sudut pandang pengobatan medis, Mukhtar Salem dalam bukunya “Prayers : a Sport for the Body and Soul (Shalat : Olahraga Untuk Jasmani dan Rohani)” menjelaskan bahwa wudhu bisa mencegah kanker kulit. Jenis kanker ini lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang setiap hari menempel dan terserap oleh kulit, misalnya karena polusi, baik internal (misalnya pengeluaran keringat ke permukaan kulit) maupun eksternal. Cara paling efektif mengenyahkan resiko ini adalah membersihkannya secara rutin. Berwudhu lima kali sehari adalah antisipasi yang lebih dari cukup.

Berkumur dapat membersihkan zat-zat sisa makanan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan gigi dan gusi. Ini juga alasan mengapa siwak (gosok gigi) sangat dianjurkan.

Menurut Salem, membasuh wajah meremajakan sel-sel kulit muka dan membantu mencegah munculnya keriput. Selain kulit, wudhu juga meremajakan selaput lendir yang menjadi gugus depan pertahanan tubuh. Peremajaan menjadi penting karena salah satu tugas utama lendir ibarat membawa contoh benda asing yang masuk kepada dua senjata pamungkas yang sudah dimiliki, manusia secara alami, yaitu limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B). Keduanya bersiaga di jaringan limfoid dan sistem getah bening dan mampu menghancurkan penyusup yang berniat buruk terhadap tubuh. Bayangkan jika fungsi mereka terganggu. Sebaliknya, wudhu meningkatkan daya kerja mereka.

Pintu masuk lain yang tak kalah penting adalah lubang hidung. Dalam wudhu disunnahkan menghirup air dengan hidung untuk membersihkannya. Cara ini adalah penangkal efektif ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), TBC dan kanker secara dini. Subhânallâh.
Perkembangan penelitian tentang wudhu tentunya lebih jauh. Bukan hanya menyangkut kesehatan, tapi juga makna filosofis rukun-rukun wudhu.

Selamatlah atas yang berwudhu dan datang ke rumah Allah memohon ampun. Selamatlah atas yang Allah sucikan lahir dan batinnya.

Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri.

Ya Allah, sebagaimana Engkau menyucikan anggota badan kami dengan air, sucikanlah hati kami dari kemunafikan, kecurangan, kesombongan, kebencian dan kedengkian.

Ya Allah, sebagaimana Engkau telah menutupi lahir kami dari aib, luka dan penyakit, maka tutupilah aib hati kami.

Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memakaikan kami baju di dunia ini, maka janganlah Engkau singkap kami di khalayak ramai pada hari kami datang kepada-Mu, amin.



Daftar Pustaka :
Tulisan ini lanjutan dari : Buang Angin, Kok Muka Yg Dibasuh?! (3 of 4)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, February 13, 2009

Buang Angin, Kok Muka Yang Dibasuh?! (3 of 4)

Para ulama bahkan men-dawam-kan (melanggengkan) wudhu dalam keseharian, sehingga mereka terus dalam keadaan suci. Subhânallâh. Semoga Allah menolong kita untuk bisa meneladani kebaikan seperti ini, amin. 

Suatu ketika Rasulullah menuju para sahabat dan menceritakan perihal kenikmatan surga. Lalu beliau bersabda kepada Bilal,
“Ceritakanlah kepadaku perbuatan terbaik apa yang kau lakukan di Islam, karena aku mendengar suara terompahmu di surga.”

Bilal menjawab,
“Aku tidak melakukan apa-apa, hanya saja aku tidak pernah berwudhu, baik di waktu malam atau siang, kecuali sesudahnya aku melaksanakan shalat (sunnah wudhu).” (Muttafaq ‘Alayh)

Wudhu adalah salah satu syiar agama Islam. Dalam agama, tidak ada satu pun permasalahan cabang yang sederhana hingga orang meremehkannya. Tidak ada di dalamnya yang lahir dan batin atau kulit dan isi, melainkan semua permasalahan di agama adalah asli, inti dan wahyu dari Allah Yang Maha Mengetahui Segala Rahasia.

Dalam sebuah kisah disebutkan bahwa Allah melihat kepada hamba mukmin-Nya ketika bangun untuk melaksanakan shalat Subuh. Ia dengan takutnya mengambil air dingin dan berwudhu pada cuaca yang sangat dingin, lalu melaksanakan shalat. Allah berfirman kepada malaikat-Nya, “Wahai malaikat-Ku, lihatlah kepada hamba mukmin ini. Ia meninggalkan kasur dan selimutnya yang hangat, bangkit menuju air dingin untuk berwudhu. Ia bangkit memohon kepada-Ku. Kalian saksikan bahwa Aku telah mengampuninya dan memasukkannya ke surga.”

Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab bahwa Rasulullah bersabda :

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّـأُ فَيُبْلِغُ أَوْ فَيُسْـِبغُ الْوُضُوْءَ ثُمَّ قَالَ : أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلـٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَـبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابَ الْجَنَّةَ الثَّمَانِيَـةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ

Tiada seorang berwudhu dan menyempunakan wudhu, kemudian setelah wudhu membaca, “Asyhadu an lâ ilâha illallâhu wahdahû lâ syarîka lahû, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhû wa rasûluhû (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya),” melainkan pasti dibukakan baginya delapan pintu surga; dan ia boleh memilih dari mana ia akan masuk. (HR Muslim)
Dalam riwayat Tirmidzi, doa di atas ada tambahan :

اللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Ya Allah jadikanlah hamba dari golongan orang yang suka bertaubat dan bersuci.

Apakah kita menginginkan pahala yang lebih baik dari ini agar mendorong kita melakukan ibadah dengan sungguh-sungguh?!

Wahai yang menginginkan kenikmatan surga, terbuka kedelapan pintunya untuk kita, maka berwudhulah, lalu masuklah dari pintu mana pun yang kita inginkan. Kemudian marilah ke masjid agar suci dari dosa dan kesalahan.

Wudhu juga berguna dalam kehidupan sehari-hari, misalnya untuk menahan amarah. Perlu diingat, bahwa wudhu yang dilakukan untuk menahan amarah harus wudhu yang sempurna, dilakukan dengan tenang, perlahan dan khusyu‘. Penulis pernah ketika marah lalu berwudhu, tapi tidak ada efek yang signifikan. Setelah penulis amati dan teliti lagi, ternyata penulis berwudhu dengan tergesa-gesa, mungkin karena sudah hapal :-). Berwudhu dengan tergesa-gesa ibarat menyiram air ke api yang sudah besar, tapi dilakukan secara sembrono. Tentang wudhu untuk menahan amarah, Rasulullah bersabda :

إِذَا غَضَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ بِالْمَاءِ فَإِنَّمَا الْغَضَبُ مِنَ النَّارِ

Apabila salah satu dari kalian dalam keadaan marah maka berwudhulah, sesungguhnya marah itu berasal dari api. (HR Abu Daud)

إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ، وَإِنَّمَا تُطْـفَأُ النَّارُ باِلْمَاءِ، فَإِذَا غَضَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

Sesungguhnya marah itu berasal dari setan, sedangkan setan diciptakan dari api, dan api dipadamkan dengan air. Karena itu, apabila seseorang di antara kalian marah, hendaklah ia berwudhu. (HR Abu Daud)


Daftar Pustaka :
  • Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, asy-Syaikh, “Al-Adzkâr an-Nawawiyyah”
  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama : Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006
  • Asrori al-Maghilaghi, Kyai, “Al-Bayân al-Mushaffâ fî Washiyyatil Mushthafâ”
  • Bahrun Abu Bakar, Lc, dan Anwar Abu Bakar, Lc, “Khasiat Zikir dan Doa – Terjemah Kitab Al-Adzkaarun Nawawiyyah”, Penerbit Sinar Baru Algensindo, Cetakan I : Rabiul Awal 1416/Agustus 1995
  • Manshur Ali Nashif, asy-Syaikh, “Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah saw. (At-Tâju al-Jâmi‘u lil-Islâmi fî Ahâdîtsi ar-Rasûli)”, CV. Sinar Baru, Cetakan pertama : 1993
Tulisan ini lanjutan dari : Buang Angin, Kok Muka Yg Dibasuh?!(2 of 4)
Tulisan ini berlanjut ke : Buang Angin, Kok Muka Yg Dibasuh?!(4 of 4)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, February 6, 2009

Buang Angin, Kok Muka Yang Dibasuh?! (2 of 4)

Dalam kitab “Mukhtashar Shahîh al-Bukhârî” dijelaskan pada hadits ke-112 tentang batalnya wudhu :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيْدٍ اْلأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّهُ شَكَا إِلىَ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الرَّجُلُ الَّذِيْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَجِدُ الشَّـْئَ فىِ الصَّلاَةِ؟ فَقَالَ : لاَ يَنْفَتِلْ أَوْ لاَيَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدُ رِيْحًا

Diriwayatkan dari Abdullah bin Yazid al-Anshari ra. Ia bertanya kepada Rasulullah saw. tentang seseorang yang merasa dirinya telah buang angin ketika sedang shalat. Rasulullah saw. menjawab, “Ia tidak perlu membatalkan shalatnya kecuali apabila ia mendengar suara (buang angin) atau bau (buang angin) tercium olehnya.” (HR Bukhari)

Dalam kitab “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm” terdapat hadits ke-77 yang menerangkan tentang pembatal wudhu :
عَنْ أَبىِ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فيِ بَطْنِهِ شَيْئًا، فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ : أَخْرَجَ مِنْهُ شَـْئٌ، أَمْ لاَ؟ فَلاَ يَخْرُجَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْ تًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw., “Apabila seseorang dari kalian merasa sesuatu di dalam perutnya, yaitu ragu-ragu apakah keluar darinya sesuatu atau tidak, maka janganlah ia keluar dari masjid (buat berwudhu) hingga ia dengar suara atau ia merasakan angin (bau).” (HR Muslim)
Semuanya sudah jelas sekarang. Kita tidak harus berwudhu setiap buang angin. Hanya ibadah yang mensyaratkan kondisi suci dari hadats-lah yang mewajibkan kita berwudhu lagi kalau wudhu kita batal. Buktinya, dzikir atau membaca shalawat di luar shalat tetap boleh dilakukan walaupun kita telah buang angin.

Mungkin para pelajar tidak akan puas karena pertanyaannya dianggap tidak valid. Maklumlah, siapa pun bisa tersinggung bila disalahkan. Mungkin mereka akan bertanya lagi, “Mengapa wudhu digunakan sebagai sarana penyucian hadats kecil? Apa faedah, kelebihan serta keutamaan wudhu?”

Penulis tidak berniat untuk menyinggung siapa pun. Bila ada hal-hal yang kurang berkenan di hati, penulis haturkan maaf kepada para pelajar. Berikut ini keutamaan-keutamaan wudhu.

اَلطُّهُوْرُ نِصْفُ اْلإِيْمَانِ

Bersuci itu sebagian dari iman. (HR Tirmidzi)
Dalam kitab “Mukhtashar Shahîh al-Bukhârî” dijelaskan pada hadits ke-111 tentang keutamaan wudhu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda,

إِنَّ أُمَّتِيْ يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِيْنَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوْءِ، فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيْلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ

“Pada hari Kiamat kelak, umatku akan dipanggil al-Gurr al-Muhajjalûn dari (cahaya) bekas wudhu mereka. Siapa yang dapat meluaskan wilayah cahayanya, haruslah memperluaskannya.” (HR Bukhari)
Di kitab yang sama, terdapat hadits yang menjelaskan keutamaan orang yang tidur dalam keadaan berwudhu (hadits ke-184). Diriwayatkan dari al-Bara’ bin Azib ra., Nabi Muhammad saw. pernah bersabda :
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ، فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلاَةِ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ اْلأَيْمَنِ، ثُمَّ قُلِ : اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ، لاَمَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَى مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ، اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِيْ أَنْزَلْتَ، وَنَبِيِّكَ الَّذِيْ أَرْسَلْتَ. فَإِنْ مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ، فَأَنْتَ عَلَى الْفِطْرَةِ، وَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَكَلَّمُ بِهِ

Kapan pun engkau hendak tidur, berwudhulah terlebih dahulu sebagaimana engkau hendak mengerjakan shalat. Berbaringlah dengan menghadap ke arah kanan dan berdoalah, “Ya Allah, hamba berserah diri kepada-Mu, mempercayakan seluruh urusan hamba kepada-Mu, hamba bergantung kepada-Mu untuk memperoleh berkah-Mu dengan harapan dan ketakutan hamba kepada-Mu. Tak ada tempat untuk melarikan diri dari-Mu, tak ada tempat untuk perlindungan dan keamanan selain-Mu. Ya Allah, hamba percaya pada kitab-Mu (Al-Qur’an) yang Engkau turunkan dan hamba percaya kepada Nabi-Mu (Muhammad saw.) yang telah Engkau utus.” Maka, apabila malam itu engkau mati, kau akan mati dalam keimanan (terhadap Islam). Biarkanlah kata-kata itu menjadi kata-katamu yang terakhir. (HR Bukhari)

Faedah wudhu yang lain yaitu bisa menghapus dosa-dosa kita. Nabi saw. pernah bersabda :

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ

Siapa berwudhu dengan baik, maka keluarlah dari tubuhnya semua dosa-dosa hingga dosa-dosa itu keluar dari bawah kuku-kukunya. (HR Muslim)
Di hadits lain, dari Sahabat Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ أَوِ الْمُؤْمِنُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيْئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْـنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ، أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ كُلُّ خَطِيْئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ، أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيْئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيَّا مِنَ الذُّنُوْبِ

“Apabila seorang muslim atau mukmin berwudhu kemudian membasuh wajahnya, maka keluarlah dari wajahnya setiap dosa pandangan yang dilakukan kedua matanya bersama air wudhu atau bersama akhir tetesan air wudhu. Apabila ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah setiap dosa yang dilakukan kedua tangannya tersebut bersama air wudhu atau bersama akhir tetesan air wudhu. Apabila ia membasuh kedua kaki, maka keluarlah setiap dosa yang disebabkan langkah kedua kakinya bersama air wudhu atau bersama tetesan akhir air wudhu, hingga ia selesai dari wudhunya dalam keadaan suci dan bersih dari dosa-dosa.” (HR Muslim)


Daftar Pustaka :
  • A. Hassan, “Tarjamah Bulughul Maram”, Penerbit Diponegoro, Cetakan XXIII, Oktober 1999
  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama : Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006
  • Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Hâfizh, “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm”
  • Muhammad bin ‘Umar an-Nawawi al-Bantani, asy-Syaikh, “Tanqîh al-Qawl al-Hatsîts fî Syarhi Lubâb al-Hadîts”
  • Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az-Zabîdî, asy-Syaikh, “Ringkasan Shahîh Al-Bukhârî (Al-Tajrîd as-Sharîh li Ahâdîts al-Jâmi‘ as-Shahîh)”, Penerbit Mizan, Cetakan III : Dzulhijjah 1419/April 1999
Tulisan ini lanjutan dari : Buang Angin, Kok Muka Yg Dibasuh?!(1 of 4)
Tulisan ini berlanjut ke : Buang Angin, Kok Muka Yg Dibasuh?!(3 of 4)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#