Jika masih ada keraguan di hati, Al-Qur’an telah mengajukan tantangan kepada siapa pun untuk menyusun “semisal”-nya. Tantangan tersebut datang secara bertahap:
- Seluruh Al-Qur’an.
Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (QS al-Isrâ’ [17]: 88)
Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur'an itu jika mereka orang-orang yang benar. (QS ath-Thûr [52]: 34) - Sepuluh surah saja dari 114 surahnya.
Bahkan mereka mengatakan, “Muhammad telah membuat-buat Al Qur'an itu.” Katakanlah, “(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surah yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.” (QS Hûd [11]: 13) - Satu surah saja.
Atau (patutkah) mereka mengatakan, “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah, “(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS Yûnus [10]: 38) - Lebih kurang semisal satu surah saja.
Arti semisal mencakup segala macam aspek yang terdapat dalam Al-Qur’an. Salah satu di antaranya adalah kandungannya yang antara lain berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang belum dikenal pada masa turunnya.
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (QS al-Baqarah [2]: 23)
Ibnu Kindah berhari-hari mengurung diri dalam rumah. Tiba-tiba ia menampakkan diri dan mengaku bisa membuat tiruan ayat atau surah Al-Qur’an. Inilah kesombongan diri dan keangkuhan yang membawa petaka. Ketika ia membuka mush-haf Al-Qur’an, matanya tertumpu pada ayat yang terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS al-Mâidah [5]: 1)
Dia terkesima dan berkata, “Memerintah dan melarang, menyeru dan mengecualikan, menjelaskan dan menutup dalam satu ayat!” Dan, dia pun tidak mampu melakukannya.
Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat (nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (QS al-Baqarah [2]: 24)
Kekaguman terhadap Al-Qur’an dari salah satu sudut pandang, yaitu segi bahasa dan sastra, telah terbukti secara haq, baik dulu maupun sekarang. Seorang wanita Arab yang mahir dalam berbahasa mendengar seseorang membaca firman Allah SWT yang artinya:
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (QS al-Qashash [28]: 7)
Si wanita tidak menyadari bahwa itu adalah kalimat-kalimat dalam Al-Qur’an, maka dia bertanya,
“Perkataan siapakah gerangan?”
“Mengapa?” Orang-orang balik bertanya.
“Maha Suci Allah, dua perintah, dua larangan dan dua kabar menggembirakan dirangkum dalam satu ungkapan.”
Para ulama menyatakan betapa indahnya ayat Al-Qur’an ketika Allah membuat perumpamaan seekor semut.
Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut, “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS an-Naml [27]: 18)
Di satu ayat tersebut, semut betina—sesuai penjelasan banyak mufassir—memanggil, memerintah, menerangkan, meminta maaf dan sekaligus mengakhiri pembicaraan. Semut itu memanggil “Hai semut-semut”, memerintah “masuklah ke dalam sarang-sarangmu”, memberi penjelasan “agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya”, memohon maaf “sedangkan mereka tidak menyadari” dan mengakhiri pembicaraan—karena ayat berikutnya bercerita tentang Nabi Sulaiman as., tidak ada lagi pembahasan tentang semut.
maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS an-Naml [27]: 19)
Daftar Pustaka:
- ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Nikmatnya Hidangan Al-Qur’an (‘Alâ Mâidati Al-Qur’an)”, Maghfirah Pustaka, Cetakan Kedua : Januari 2006
- M. Quraish Shihab, Dr, “‘Membumikan’ Al-Qur’an”, Penerbit Mizan, Cetakan XXX : Dzulhijjah 1427H/Januari 2007
- M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007
Tulisan ini lanjutan dari : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (5 of 8)
Tulisan ini berlanjut ke : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (7 of 8)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#
SUBHANALLAH... SEMOGA MEMBAWA MANFAAT. IJIN COPAS YA AKHI
ReplyDelete