Mencari Data di Blog Ini :

Friday, April 16, 2010

Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (5 of 8)

Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat Rasyad Khalifah, mengemukakan bahwa dalam Al-Qur’an sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan akan keotentikannya.


Huruf-huruf hija’iyah yang terdapat pada awal beberapa surah dalam Al-Qur’an adalah jaminan keutuhan Al-Qur’an sebagaimana diterima oleh Rasulullah saw. Tidak berlebih dan/atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata yang digunakan oleh Al-Qur’an. Kesemuanya habis dibagi 19, sesuai dengan jumlah huruf dalam basmalah, yaitu B(i)sm All(â)h Al-R(a)hm(â)n Al-R(a)hîm. Huruf-huruf yang terdapat dalam tanda kurung adalah tanda harakat, jadi bukan huruf Arab hija’iyah.


Jaminan keutuhan/keaslian Al-Qur’an di atas sama dengan konsep checksum pada transmisi data. Checksum akan mendeteksi apakah file yang kita kirim kepada seseorang (misal via email) sama seperti aslinya atau tidak; terjadi corrupt atau tidak. Betapa Al-Qur’an telah menerapkan konsep checksum jauh sebelum para ilmuwan merumuskannya.


Mari kita uji! Di Al-Qur’an, letak bacaan basmalah sebagai berikut:

  • Di surah ke-1, yaitu al-Fâtihah bacaan basmalah ada di ayat ke-1. Walaupun ada pendapat bahwa basmalah bukan ayat ke-1 surah al-Fâtihah, namun penulis mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa basmalah ayat pertama. Hal ini dikuatkan dengan uji ilmiah yang akan disajikan.
  • Di surah ke-9, yaitu at-Taubah, tidak ada bacaan basmalah.
  • Di surah ke-27, yaitu an-Naml, bacaan basmalah ada di pembuka surah (ayat ke-0), dan ayat ke-30.
  • Di surah-surah lain, bacaan basmalah ada di pembuka surah (ayat ke-0)


Rumus yang digunakan adalah:

  • Gabungkan nomor surah dengan letak bacaan basmalah. Misal di surah ke-1, bacaan basmalah terletak di ayat ke-1, maka hasil penggabungan adalah bilangan 11.
  • Surah ke-9, karena tidak ada bacaan basmalah, maka tidak disertakan dalam hitungan.
  • Surah ke-27, karena bacaan basmalah di dua tempat, maka ada dua nilai, yaitu 270 (untuk basmalah di pembuka surah atau ayat ke-0) dan 2730 (untuk basmalah di ayat ke-30)
  • Surah-surah lain, gabungkan nomor surah dengan angka nol. Misal untuk surah ke-2, bilangan hasil gabungan adalah 20.

Teknik pengujian yaitu dengan menjumlahkan semua bilangan yang ada, lalu dibagi dengan 19.

  • 11 + 20 + 30 + 40 + 50 + 60 + 70 + 80 + 100 + 110 + 120 + 130 + 140 + 150 + 160 + 170 + 180 + 190 + 200 + 210 + 220 + 230 + 240 + 250 + 260 + 270 + 2730 + 280 + 290 + 300 + 310 + 320 + 330 + 340 + 350 + 360 + 370 + 380 + 390 + 400 + 410 + 420 + 430 + 440 + 450 + 460 + 470 + 480 + 490 + 500 + 510 + 520 + 530 + 540 + 550 + 560 + 570 + 580 + 590 + 600 + 610 + 620 + 630 + 640 + 650 + 660 + 670 + 680 + 690 + 700 + 710 + 720 + 730 + 740 + 750 + 760 + 770 + 780 + 790 + 800 + 810 + 820 + 830 + 840 + 850 + 860 + 870 + 880 + 890 + 900 + 910 + 920 + 930 + 940 + 950 + 960 + 970 + 980 + 990 + 1000 + 1010 + 1020 + 1030 + 1040 + 1050 + 1060 + 1070 + 1080 + 1090 + 1100 + 1110 + 1120 + 1130 + 1140 = 68191.
  • 68191 / 19 = 3589.

Ternyata sisa bagi (modulo) = 0 (habis dibagi 19). Kalau diteliti lagi, kenapa di surah ke-27, bacaan basmalah ada di ayat ke-30, bukan di ayat lain? Ternyata (27 + 30) / 19 = 3 (habis dibagi 19).

Ini menunjukkan bahwa letak bacaan basmalah benar-benar telah diatur dengan sangat akurat. Ini merupakan bukti bahwa Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul saw. berabad-abad lalu tidak ada perubahan sampai sekarang (tidak corrupt). Subhanallâh. Bukti-bukti lain dipaparkan di bawah ini.


Huruf qaf yang merupakan awal QS Qâf [50], ditemukan terulang sebanyak 57 kali. Itu artinya 3 x 19 (habis dibagi 19).


Huruf-huruf kaf, ha’, ya’, ‘ain, shad dalam QS Maryam [19], ditemukan sebanyak 798 kali atau 42 x 19.


Huruf nun yang memulai QS al-Qalam [68], ditemukan sebanyak 133 kali, sama dengan 7 x 19.


Kedua huruf ya’ dan sin pada QS Yâsîn [36], masing-masing ditemukan sebanyak 285 kali (15 x 19).


Kedua huruf tha’ dan ha’ pada QS Thâhâ [20] masing-masing berulang sebanyak 342 kali. 342 = 18 x 19.


Huruf-huruf ha’ dan mim yang terdapat pada keseluruhan surah yang dimulai dengan kedua huruf ini, kesemuanya merupakan perkalian dari 114 x 19, yakni masing-masing berjumlah 2.166.


Masing-masing kata yang membentuk bacaan basmalah (bismillâhirrahmânirrahîm) juga habis dibagi 19, yaitu:

  • Kata ism terulang sebanyak 19 kali.
  • Kata Allâh sebanyak 2.698 kali (142 x 19)
  • Kata Ar-Rahmân sejumlah 57 kali (3 x 19)
  • Kata Ar-Rahîm sejumlah 114 kali (6 x 19).

Di QS at-Taubah [9]: 128 memang diakhiri dengan kata rahîm (penyayang), namun itu menunjuk pada sifat Nabi Muhammad, bukan sifat Allah, sehingga tidak termasuk dalam hitungan Ar-Rahîm (Yang Maha Penyayang).


لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِٱلْمُؤْمِنِيْنَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang (rahîm) terhadap orang-orang mukmin. (QS at-Taubah [9]: 128)


Angka 19 tersebut, diambil dari pernyataan Al-Qur’an sendiri, yakni yang termuat dalam QS al-Muddatstsir [74]: 30, yang turun dalam konteks ancaman terhadap seseorang yang meragukan kebenaran Al-Qur’an.


عَلَيْهَا تِسْـعَةَ عَشَرَ

Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (QS al-Muddatstsir [74]: 30)

Al-Qur’an sejak dini memadukan usaha dan pertolongan Allah, akal dan kalbu, pikir dan dzikir, serta iman dan ilmu. Akal tanpa kalbu membuat kita seperti robot. Pikir tanpa dzikir menjadikan kita seperti setan. Iman tanpa ilmu sama dengan pelita di tangan bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan pelita di tangan pencuri. Sebagai kitab terpadu, Al-Qur’an menghadapi dan memperlakukan peserta didiknya dengan memperhatikan keseluruhan unsur manusiawi, jiwa, akal dan jasmani.


Ayat-ayat Al-Qur’an merupakan serat yang membentuk tenunan kehidupan muslim, serta benang yang menjadi rajutan jiwa. Karena itu, seringkali pada saat Al-Qur’an berbicara tentang satu persoalan yang menyangkut satu dimensi atau aspek tertentu, tiba-tiba ayat lain muncul berbicara tentang aspek atau dimensi lain. Secara sepintas hal ini terkesan tidak saling berkaitan. Namun, bagi orang yang tekun mempelajarinya, akan menemukan keserasian hubungan yang amat mengagumkan, sama dengan keserasian hubungan yang memadukan gejolak dan bisikan-bisikan hati manusia, sehingga pada akhirnya dimensi atau aspek yang tadinya terkesan kacau, menjadi terangkai dan terpadu indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung pangkalnya.


Salah satu tujuan Al-Qur’an memilih sistematika demikian adalah untuk mengingatkan manusia—khususnya kaum muslimin bahwa ajaran-ajaran Al-Quran adalah satu kesatuan terpadu yang tidak dapat dipisah-pisahkan.


Keharaman makanan tertentu seperti babi, ancaman terhadap yang enggan menyebarluaskan pengetahuan, anjuran bersedekah, kewajiban menegakkan hukum wasiat sebelum mati, kewajiban puasa, hubungan suami-istri; dikemukakan Al-Qur’an secara berturut-turut dalam belasan ayat surat al-Baqarah. Mengapa demikian? Mengapa terkesan acak?


Jawabannya antara lain adalah Al-Qur’an menghendaki agar umatnya melaksanakan ajarannya secara terpadu. Tidaklah babi lebih dianjurkan untuk dihindari daripada keengganan menyebarluaskan ilmu. Bersedekah tidak pula lebih penting daripada menegakkan hukum dan keadilan. Wasiat sebelum mati dan menunaikannya tidak kalah dari berpuasa di bulan Ramadhan. Puasa dan ibadah lainnya tidak boleh menjadikan seseorang lupa pada kebutuhan jasmaniahnya, walaupun itu adalah hubungan intim antara suami-istri. Demikian terlihat keterpaduan ajaran-ajarannya.


Al-Qur’an menempuh berbagai cara guna mengantar manusia kepada kesempurnaan kemanusiaannya, antara lain dengan mengemukakan kisah faktual atau simbolik. Al-Qur’an al-Karim tidak segan mengisahkan “kelemahan manusiawi”, namun itu digambarkannya dengan kalimat indah lagi sopan tanpa mengundang tepuk tangan, atau membangkitkan potensi negatif, tetapi untuk menggarisbawahi akibat buruk kelemahan itu, atau menggambarkan saat kesadaran manusia menghadapi godaan nafsu dan setan.


Dalam bidang pendidikan, Al-Qur’an menuntut bersatunya kata dengan sikap. Karena itu, keteladaan para pendidik dan tokoh masyarakat merupakan salah satu andalannya.


Pada saat Al-Qur’an mewajibkan anak menghormati orang tuanya, pada saat itu pula ia mewajibkan orang tua mendidik anak-anaknya. Pada saat masyarakat diwajibkan menaati rasul dan para pemimpin, pada saat yang sama rasul dan para pemimpin diperintahkan menunaikan amanah, menyayangi yang dipimpin sambil bermusyawarah dengan mereka.


Daftar Pustaka :

  • Arifin Muftie, “Matematika Alam Semesta – Kodetifikasi Bilangan Prima dalam Al-Qur’an”, PT Kiblat Buku Utama Bandung, Cetakan I : Rabiulawal 1425/Mei 2004
  • M. Quraish Shihab, Dr, “‘Membumikan’ Al-Qur’an”, Penerbit Mizan, Cetakan XXX : Dzulhijjah 1427H/Januari 2007
  • M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007

Tulisan ini lanjutan dari : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (4 of 8)
Tulisan ini berlanjut ke : Meragukan Al-Qur’an? Na‘ûdzubillâh (6 of 8)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

0 comments:

Post a Comment