Mencari Data di Blog Ini :

Friday, August 10, 2012

Menjumpai Lailatul Qadar (3 of 3)

b. Pukul Berapa Mulai Bersiap-Siap?

Sejak pukul berapa kita “berjaga-jaga” demi mendapatkan Lailatul Qadar? Apakah sejak jam 12 malam (24:00)?
Habib Munzir Almusawa—pimpinan Majelis Rasulullah, Jakarta—menjelaskan bahwa hendaknya kita tak pernah meninggalkan tarawih. Itu berarti tak mutlak dimulai tengah malam. Habib Munzir menjelaskan bahwa Lailatul Qadar adalah sepanjang malam sejak terbenamnya matahari di malam itu hingga terbitnya fajar, sebagaimana firman Allah SWT pada surat al-Qadr (yang terjemahnya), Kesejahteraan di malam itu hingga terbitnya fajar’ (QS al-Qadr). Siapa saja beribadah di malam itu maka ia mendapat pahala ibadah 1000 bulan, misal ia shalat tarawih di malam itu maka ia mendapat pahala tarawih tiap malam selama 1000 bulan, mereka yang taubat kepada Allah di malam itu maka ia mendapat pahala taubat setiap malam selama 1000 bulan.
Dari penjelasan tersebut, bisa kita ambil kesimpulan juga bahwa kita harus meraih Lailatul Qadar semenjak maghrib. Syaikhul Islam Ibnu Hazm juga menerangkan bahwasanya jika ada orang berkehendak i’tikaf di masjid selama satu malam, maka maghrib sudah harus di masjid.
Hal ini selaras dengan makna malam” menurut ajaran agama. Di kamus al-Mujam al-Wasîth yang disebut malam (الليل) menurut syariat adalah semenjak matahari terbenam (Maghrib) hingga terbit fajar (Subuh).
(اللَّيْلُ) ما يَعقُب النهارَ من الظَّلام وهو من مَغربِ الشمس إلى طلوعها وفي لسان الشرع من مغربها إلى طلوع الفجر ويقابل النهار
Dari uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan juga bahwa kita harus tetap menata diri dan hati hingga Subuh.
Memang ada kebiasaan masyarakat melakukan i’tikaf pukul 24:00, 01:00 atau 02:00 dini hari. Kemudian, 45 menit – 1 jam sebelum Subuh digunakan untuk sahur. Namun, hal itu bukanlah keharusan. Apabila suatu hari kita tidak bisa i’tikaf pada jam-jam di atas, mungkin karena kelelahan, maka sebelum Subuh harus dijaga, karena Lailatul Qadar itu sampai Subuh.
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS al-Qadr [97]: 5)
Jangan lupa sejak Maghrib senantiasa menata diri dan berniat i’tikaf tatkala berada di masjid. Jadi, ketika ketika hendak shalat Maghrib berjamaah di masjid, hendaklah niat i’tikaf. Begitu pula ketika datang lagi untuk shalat Isya’ dan Tarawih. Intinya, selalu berniat i’tikaf ketika di masjid.
Sebenarnya i’tikaf berlaku setiap saat, tidak hanya saat Ramadhan. Hanya saja istilah i’tikaf membahana tatkala bulan suci Ramadhan terutama sepuluh hari terakhir.
Perlu kita ingat lagi bahwa selama Ramadhan hakikatnya kita harus memperbanyak ibadah setiap saat, tak perlu menunggu malam. Bahkan, di luar Ramadhan pun kita tetap harus menata diri dan hati.

c. Ibadah Apa yang Dikerjakan?

I’tikaf adalah ibadah yang telah diketahui khalayak umum dalam menyongsong Lailatul Qadar. Ketika i’tikaf semua jenis ibadah sangat dianjurkan, misalnya shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir dan berdoa. Secara umum jenis doa apa pun tetap baik. Namun, ada doa yang diajarkan Rasulullah saw khusus di malam al-Qadar, yaitu:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia. Engkau mencintai orang-orang yang memohon maaf maka maafkanlah hamba (hapuslah dosa-dosa hamba).
Lafazh doa dari riwayat lain tanpa kata كَرِيْمٌ, sehingga bisa dikatakan inti doa identik. Adapun sumber lafazh doa di atas berdasarkan hadits berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ قاَلَتْ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُوْلُ فِيْهَا قَالَ قُوْلِيْ اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
Dari Sayyidah Aisyah ra beliau berkata, “Aku berkata, ‘Ya Rasulullah, menurut pandanganmu jika aku mengetahuï suatu malam adalah Lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan?’ Rasulullah menjawab, ‘Katakanlah (berdoalah): Allâhumma Innaka ‘Afuwwun Karîm, Tuhibbul ‘Afwa Fa‘fu ‘Anniy (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia. Engkau mencintai orang-orang yang memohon maaf maka maafkanlah hamba (hapuslah dosa-dosa hamba))’.” (HR Tirmidzi)
Di kitab “Tarâjuât al-‘Allâmah al-Albâniy fit Tashhîhi wat Tadhîf dijelaskan bahwa kata كَرِيْمٌdi hadits tersebut tidak ada di sumber asalnya (manuskrip) sehingga kata ini ditinggalkan karena dianggap tidak termasuk bagian hadits riwayat Imam Tirmidzi.

Namun di kitab Sunan Tirmidzi yang ditahqiq oleh Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi dan Syaikh Ibrahim ‘Athwah ‘Audh juz 5 hadits no 3513, kata كَرِيْمٌ ada di hadits tersebut, jadi kata ini termasuk bagian hadits. Demikian pula di kitab “Jâmial-Ushûl fî Ahâdîts ar-Rasûl” karya Imam Ibnul Atsir yang ditahqiq oleh Syaikh Abdul Qadir al-Arna’uth—juz 4 hadits no 2335; Bab Doa (Kitâb ad-Duâ’), Pasal tentang Doa Hari Arafah dan Lailatul Qadar; kata كَرِيْمٌmemang tercantum di hadits riwayat Imam Tirmidzi tersebut. Wallâhu a‘lam.
Ada pertanyaan, “Apakah sedekah termasuk yang dianjurkan demi menggapai Lailatul Qadar?”
Segala bentuk ketaatan kepada Allah sangat dianjurkan, tak ada yang bernilai kecil di malam Qadar.
Semoga Allah menakdirkan kita bisa meraih Lailatul Qadar di setiap bulan agung Ramadhan, amin.

Daftar Pustaka


Abdullah Ba‘alawi Al-Haddad, al-Habîb, “An-Nashâih ad-Dîniyyah wal-Washâyâ al-Îmâniyyah”

Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah at-Tirmidzi, al-Imâm, “Sunan at-Tirmidziy—tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi dan Syaikh Ibrahim ‘Athwah ‘Audh”, Maktabah Mushthafa al-Bâbiy al-Halbiy Mesir, Cetakan II: 1975/1395 H

Ibnul Atsir al-Jazari, al-Imâm, “Jâmi‘ al-Ushûl fî Ahâdîts ar-Rasûl—tahqiq Syaikh Abdul Qadir al-Arna’uth”, Maktabah Al-Hilwani-Mathba'ah Al-Mallah-Maktabah Dar Al-Bayan, 1970/1390 H

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

Web site:

Tulisan ini lanjutan dari: Menjumpai Lailatul Qadar (2 of 3)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...# 

Friday, August 3, 2012

Menjumpai Lailatul Qadar (2 of 3)


Di kitab المحلى (Al-Muhalla) Ibnu Hazm menyatakan bahwa bila Ramadhan 29 hari, maka malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadhan berada di malam genap puasa, yaitu malam ke-20, 22, 24, 26 atau 28.
فان كان الشهر تسعا وعشرين فأول العشر الاواخر بلا شك؟ ليلة عشرين منه، فهى إما ليلة عشرين، وإما ليلة اثنين وعشرين، وإما ليلة أربع وعشرين، واما ليلة ست وعشرين، واما ليلة ثمان وعشرين، لان هذه هي الاوتار من العشر الاواخر
Andaikata Ramadhan itu 29 hari, maka dapat dipastikan bahwa awal dari sepuluh malam terakhir adalah malam ke-20. Sehingga, lailatul qadar dimungkinkan jatuh pada malam ke-20, atau ke-22, atau ke-24, atau ke-26, atau ke-28. Karena inilah malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir.
Bagaimana penjelasannya? Kita diperintahkan mencari Lailatul Qadar di sepuluh malam terakhir pada malam ganjil. Apabila Ramadhan 29 hari, maka 10 (sepuluh) malam terakhir adalah:
Malam ke-n dari 10 Malam Terakhir
Puasa malam ke-
1
20
2
21
3
22
4
23
5
24
6
25
7
26
8
27
9
28
10
29

Dari tabel di atas, dapat diambil data bahwa malam ganjil bila Ramadahan 29 hari adalah malam ke-20, 22, 24, 26 atau 28.
Malam ke-n dari 10 Malam Terakhir
Puasa malam ke-
1
20
3
22
5
24
7
26
9
28

وان كان الشهر ثلاثين فأول الشعر الاواخر بلا شك ليلة احدى وعشرين، فهى إما ليلة احدى وعشرين، واما ليلة ثلاث وعشرين، واما ليلة خمس وعشرين، واما ليلة سبع وعشرين، واما ليلة تسع وعشرين، لان هذه هي أوتار العشر بلاشك
Andaikata Ramadhan itu 30 hari, maka dapat dipastikan bahwa awal dari sepuluh malam terakhir adalah malam ke-21. Sehingga, lailatul qadar dimungkinkan jatuh pada malam ke-21, atau ke-23, atau ke-25, atau ke-27, atau ke-29. Karena inilah malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir.
Senada dengan penjelasan sebelumnya, apabila Ramadhan 30 hari, maka 10 (sepuluh) malam terakhir adalah:
Malam ke-n dari 10 Malam Terakhir
Puasa malam ke-
1
21
2
22
3
23
4
24
5
25
6
26
7
27
8
28
9
29
10
30

Dari tabel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa malam ganjil bila Ramadhan 30 hari jatuh pada malam ke-21, 23, 25, 27 atau 29.
Malam ke-n dari 10 Malam Terakhir
Puasa malam ke-
1
21
3
23
5
25
7
27
9
29

Menggiatkan amalan di malam genap juga sebagai sikap antisipatif atas perbedaan permulaan Ramadhan antar negara. Demikian pendapat beberapa ulama.
Misal di negara A hari ini mulai Ramadhan sedangkan di negara B mulai besok. Dengan kondisi ini berarti malam 21 di A sama dengan malam 20 di B, begitu juga malam 22 di A sama dengan malam 21 di B. Sebenarnya telah dinasihatkan agar hitungan hari disesuaikan kondisi masing-masing tanpa perlu memandang negara lain karena rahmat Allah sangat luas.
Namun, dalam rangka kehati-hatian maka di setiap malam pada sepuluh hari terakhir Ramadhan harus digunakan sebaik-baiknya, tanpa membeda-bedakan malam genap atau ganjil.

Daftar Pustaka

Abdullah Ba‘alawi Al-Haddad, al-Habib, “An-Nashâih ad-Dîniyyah wal-Washâyâ al-Îmâniyyah”

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

Web site:

Tulisan ini lanjutan dari: Menjumpai Lailatul Qadar (1 of 3)
Tulisan ini berlanjut ke: Menjumpai Lailatul Qadar (3 of 3)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, July 27, 2012

Menjumpai Lailatul Qadar (1 of 3)

“Satu malam lebih baik daripada seribu bulan,” itulah ungkapan yang sering kita dengar. Dari mana didapat angka 1 (satu) malam? Di QS al-Qadr, digunakan lafazh ليلة. Arti lafazh ليلة menurut kamus al-Mu‘jam al-Wasîth adalah “satu malam”:
( الليلة ) واحدة الليل
Pakai sarung menuju langgar
Tambah syiar shalawat dilantunkan
Betapa agung lailatul qadar

Satu malam seribu bulan

Lalu, mengapa lebih baik daripada 1000 bulan? Mengapa bukan 500 bulan, 2000 bulan atau lainnya? Di tafsir al-Munîr yang ditulis oleh Syaikh Prof. Wahbah az-Zuhaili—ulama kontemporer asal Syiriaditerangkan:
وأخرج ابن أبي حاتم والواحدي عن مجاهد: أن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ذكر رجلا من بني إسرائيل لبس السِلاح في سبيل الله ألف شهر، فعجب المسلمون من ذلك، فأنزل الله: إِنَّا أَنْزَلْناهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَما أَدْراكَ ما لَيْلَةُ الْقَدْرِ، لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. التي لبس ذلك الرجل السِلاح فيها في سبيل الله.
Dari Ibnu Abu Hatim dan al-Wahidi, dari Mujahid bahwasanya Rasulullah saw menyebutkan ada seorang laki-laki di zaman Bani Israil mengangkat senjata (berperang) di jalan Allah selama 1000 bulan. Mendengar hal itu, orang-orang Islam (para sahabat) sangat kagum. Allah lantas menurunkan surah al-Qadr, dimana satu malam lebih baik daripada 1000 bulan pertempuran yang dilakukan laki-laki di zaman Bani Israil tersebut.
أخرج ابن جرير عن مجاهد قال: كان في بني إسرائيل رجل يقوم الليل حتى يصبح، ثم يجاهد العدو بالنهار حتى يمسي، فعمل ذلك ألف شهر، فأنزل الله: لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ عملها ذلك الرجل.
Dari Ibnu Jarir ath-Thabari, dari Mujahid bahwasanya ada seorang laki-laki di zaman Bani Israil shalat malam hingga fajar, kemudian jihad memerangi musuh siang hingga petang, dan itu dilakukan selama 1000 bulan. Maka, Allah menurunkan surah al-Qadr yang menjelaskan bahwa satu malam (lailatul qadar) lebih baik daripada 1000 bulan yang dilakukan laki-laki tersebut.
Karena begitu besar karunia Allah tersebut, Rasulullah Muhammad saw memerintahkan kita agar menghidupkan lailatul qadar. Beliau bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسـَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan didasari iman dan semata-mata karena Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.  (HR Bukhari)

a. Sejak Tanggal Berapa Upaya Meraih Lailatul Qadar?

Imam Nawawi menjelaskan di Syarah Muslim, Kitab Puasa—Bab Keutamaan Lailatul Qadar bahwa ada pendapat yang menyatakan Lailatul Qadar bisa saja terjadi pada malam berapa pun bulan Ramadhan (bisa sejak awal). Ini pendapat Sahabat Ibnu Umara.
وَقِيلَ بَلْ فِي شَهْر رَمَضَان كُلّه وَهُوَ قَوْل اِبْن عُمَر وَجَمَاعَة مِنْ الصَّحَابَة
Namun, pendapat ini dianggap kurang kuat (kemungkinan kecil terjadi) karena ada hadits:
تَذَاكَرْنَا لَيْلَةَ الْقَدْرِ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَيُّكُمْ يَذْكُرُ حِينَ طَلَعَ الْقَمَرُ وَهُوَ مِثْلُ شِقِّ جَفْنَةٍ
Kami sedang mengingat-ingat lailatul qadar di sisi Rasulullah `, maka beliau bersabda, “Siapakah di antara kalian yang ingat bahwa waktunya adalah saat bulan terbit laksana syiqqi jafnah?” (HR Muslim)
Imam Nawawi menjelaskan di Syarah Muslim bahwa syiqq berarti setengah, sedangkan jafnah berarti bejana; mangkok besar atau kelopak mata. Al-Qadhi ’Iyadh berkata, “Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.” Wallâhu a‘lam.
Meski demikian, di kitab “An-Nashâih ad-Dîniyyah wal-Washâyâ al-Îmâniyyah” Habib Abdullah Ba‘alawi al-Haddad tetap menganjurkan agar kita memperbanyak dzikir, berbagai bentuk ibadah dan amal shalih di setiap malam selama bulan suci Ramadhan. Dengan demikian, insya Allah kita akan tercatat sebagai orang yang sedang beribadah tatkala datang Lailatul Qadar, amin.
Adapun pendapat yang masyhur adalah pada 10 (sepuluh) malam terakhir terutama malam ganjil.
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Bergiatlah kalian untuk mendaatkan Lailatul Qadar pada sepuluh malam akhir Ramadhan. (Muttafaq ‘alayh)
إِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نُسِّيتُهَا فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فِي وِتْرٍ
Aku pernah melihat lailatul qadar kemudian aku dibuat lupa (kapan waktunya), maka carilah ia pada sepuluh hari terakhir di malam ganjil. (Muttafaq ‘alayh. Adapun lafazh hadits menurut riwayat Imam Bukhari)
Di sepuluh malam terakhir Ramadhan, adakah tanggal pasti kapan Lailatul Qadar? Tidak ada. Sekian banyak dalil menunjukkan tanggal berbeda. Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani menyimpulkan bahwa tanggal bisa berubah-ubah setiap tahun, tapi tetap di malam ganjil. Adapun mayoritas ulama berpendapat Lailatul Qadar insya Allah terjadi pada malam ke-27.
عند الجمهور ليلة سبع وعشرين
Ulama Hanafiah juga menjelaskan bahwa lafazhليلة القدر  terdiri dari 9 (sembilan) huruf yaitu:
ل ي ل ة ا ل ق د ر
Di QS al-Qadr lafazh ليلة القدر  diulang sebanyak 3 kali yaitu di ayat ke-1, 2 dan 3.  Nah, 9 x 3 = 27. Dengan demikian Lailatul Qadar insya Allah pada malam ke-27. Wallâhu a‘lam.
Sebagian ulama menganjurkan agar tidak mengkhususkan malam ganjil, tapi malam genap juga. Hal ini agar peluang yang didapatkan lebih besar.

Daftar Pustaka

Abdullah Ba‘alawi Al-Haddad, al-Habib, “An-Nashâih ad-Dîniyyah wal-Washâyâ al-Îmâniyyah”

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

Web site:

Tulisan ini berlanjut ke: Menjumpai Lailatul Qadar (2 of 3)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, July 20, 2012

Memberi Makanan Berbuka=Puasa (3 of 3)

b. Menolak Malapetaka

Di kitab “Tathrîz Riyâdhish Shâlihîn” dan “Dalîlul Fâlihîn li-Thuruqi Riyâdhish Shâlihîn”keduanya syarah (penjelasan) kitab Riyadhus Shalihin—terdapat penjelasan:
إنَّ الصَّدَقَةَ تَدْفَعُ اْلبَلاَءَ
Sesungguhnya sedekah dapat menolak malapetaka.
Ada yang berpendapat bahwa sedekah yang dimaksud di sini bukan sedekah harta benda (shadaqatul mâliyah) tapi non materi misalnya mendamaikan dua orang dengan adil, ucapan baik, langkah menuju tempat shalat dan ibadah-ibadah nafilah lainnya. Namun Syaikh Ibnu ‘Allan—penulis kitab “Dalîlul Fâlihîn li-Thuruqi Riyâdhish Shâlihîn”—juga mencantumkan hal ini ketika menjelaskan hadits tentang perumpamaan orang kikir dan orang yang menginfakkan rezeki di jalan Allah. Banyak pula ulama yang menguraikan bahwa sedekah di sini bersifat umum. Wallâhu a‘lam.

Ada pula ungkapan (maqâlah) yang cukup masyhur tentang sedekah dapat menolak bala, yaitu:
صَدَقَةُ اْلقَلِيْلِ تَدْفَعُ اْلبَلاَءَ الْكَثِيْرَ
Sedekah sedikit dapat menolak banyak malapetaka.
Meskipun ungkapan terakhir bukan hadits, tapi para ulama menjelaskan bahwa makna yang dikandungnya benar.

c. Mempererat Silaturahmi

وَالْيَدُ الْعُلْياَ خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ
Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah dari yang menjadi tanggunganmu (memiliki hubungan kerabat). (HR Ahmad, Baihaqi, Darimi, Muslim, Nasa’i dan Thabrani)
الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ ثِنْتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
Sedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kaum kerabat adalah dua sedekah, satu sedekah dan satu lagi menyambung silaturahmi. (HR Ahmad, Baihaqi, Darimi, Hakim, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Majah, Nasa’i, Thabrani dan Tirmidzi)

d. Menghapus Dosa

Imam Nawawi menulis di kitab beliau “Al-Adzkâr an-Nawawiyyah” sebuah hadits yang menjelaskan bahwa sedekah dapat menghapus kesalahan, noda atau dosa yang pernah kita lakukan.
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ
Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api. (HR Tirmidzi)
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh imam-imam hadits lain. Untuk mengetahuinya bisa dicari misalnya di software Maktabah Syamilah. Secara lafazh, semua riwayat sama pada kalimat:
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ
Nah, siapakah yang tak ingin terhapus dosanya?

e. Memadamkan Siksa Kubur

إنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ عَنْ أَهْلِهَا حَرَّ اْلقُبُوْرِ وإنَّمَا يَسْتَظِلُّ الْمُؤْمِنُ يَوْمَ القِيَامَةِ فِيْ ظِلِّ صَدَقَتِهِ
Sedekah memadamkan panasnya siksaan kubur. Sesungguhnya orang mukmin akan mendapat naungan di Hari Kiamat di dalam naungan sedekahnya. (HR Thabrani)
Adakah yang berkeinginan mendapat siksa kubur?
Adakah yang berangan-angan memperoleh siksa kubur?
Adakah yang bermimpi ingin merasakan siksa kubur?
Bila tidak ada, akankah kita abaikan bersedekah?

f. Benteng dari Api Neraka

اِتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
Bentengilah (jauhkanlah) diri kalian dari neraka, walau dengan sebiji kurma. (Muttafaq ‘alayh)
Siapakah yang mampu bertahan di atas api kompor gas?
Siapakah yang sanggup bertahan di lahar panas gunung berapi?
Jika di kedua kasus tersebut saja tak ada, tentu tak ada yang sanggup menerima pedihnya siksa neraka.
Bila demikian adanya, apa kita tak hendak membuat benteng agar tidak terkena api neraka?

g. Masuk Surga dari Pintu Sedekah

مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيلِ اللهِ نُودِىَ فِي الْجَنَّةِ يَا عَبْدَ اللهِ هَذَا خَيْرٌ. فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّلاَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلاَةِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجِهَادِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الْجِهَادِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الرَّيَّانِ
Orang yang menginfakkan dua harta di jalan Allah, maka akan dipanggil oleh salah satu pintu surga, “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan.” Yang berasal dari golongan yang suka mendirikan shalat, akan dipanggil dari pintu shalat. Yang berasal dari kalangan mujahid, akan dipanggil dari pintu jihad. Yang berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah. Yang ahli puasa akan dipanggil dari pintu Rayyan.” (Muttafaq ‘alayh. Adapun lafazh hadits menurut riwayat Imam Muslim)

Sebenarnya masih banyak hadits yang mengupas keutamaan sedekah. Sengaja penulis batasi 7 (tujuh) bahasan tapi sudah mencakup kemaslahatan di kehidupan dunia ini, alam kubur hingga akhirat kelak. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah, pertolongan dan rezeki kepada kita semua sehingga kita bisa senantiasa bersedekah, amin.

Daftar Pustaka


Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, asy-Syaikh, “Al-Adzkâr an-Nawawiyyah”
Achmad Faisol, “Muhâsabah (Introspeksi Diri)Apakah Implementasi Keberagamaan (Islam) Kita Ada yang Kurang?!”, Ebook, April 2011/ Jumadal Ula 1432 H
Faishol bin Abdul ‘Aziz Âlu Mubarok, asy-Syaikh, Tathrîz Riyâdhish Shâlihîn 
Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Hâfizh, “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm”

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

Web site:


Tulisan ini lanjutan dari: Memberi Makanan Berbuka=Puasa (2 of 3)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#