Mencari Data di Blog Ini :

Friday, August 26, 2011

Hari Kebangkitan (4 of 4)

Bukti kekuasaan Allah untuk membangkitkan yang sudah mati dan hancur juga telah disaksikan sendiri oleh Nabi Ibrahim as. Nabi Ibrahim adalah pemimpin ajaran tauhid. Beliau membawa ajaran hanif. Beliau adalah guru bagi pengikut ajaran akidah. Beliaulah khalîlur Rahmân (kekasih Allah).

Dalam bukunya, ‘Aidh al-Qarni menceritakan kisah Nabi Ibrahim tersebut. Suatu ketika Nabi Ibrahim as. berjalan menyusuri tepian pantai. Beliau melihat bangkai hewan terseret ombak ke tepian. Saat itu ada binatang buas datang menghampiri bangkai dan memakannya. Burung-burung pemakan bangkai pun turut meramaikan pesta itu. Nabi Ibrahim menghentikan langkah Dalam hati beliau bertanya, “Bagaimana Allah mengembalikan kehidupan bangkai yang telah tercabik-cabik dan terkunyah dalam perut binatang buas serta burung-burung itu? Bagaimana di hari Kiamat nanti Allah menghidupkan bangkai itu?”

Allah berfirman:

وَإِذْ قَالَ إِبْرٰهِيْمُ رَبِّ أَرِنِيْ كَيْفَ تُحْـِي ٱلْمَوْتىٰ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.”
(QS al-Baqarah [2]: 260)

Nabi Ibrahim memohon kepada Tuhannya. Beliau meminta untuk diperlihatkan proses menghidupkan kematian dan bagaimana mematikan kehidupan.

Allah berfirman, “Belum yakinkah engkau?”(QS al-Baqarah [2]: 260)

Apakah engkau belum beriman hari ini? Apakah engkau tidak meyakini bahwa Allah bisa membangkitkan orang-orang dari kubur? Apakah engkau belum juga mengerti bahwa Allah akan membangkitkan manusia di hari kebangkitan?

Sesungguhya Allah Maha Mengetahui bahwa Nabi Ibrahim adalah seorang yang beriman. Nabi Ibrahim adalah orang yang bertauhid dan menerima kebenaran.

Ibrahim menjawab, “Bahkan aku telah meyakininya. Akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku). ” (QS al-Baqarah [2]: 260)

Permintaan itu adalah untuk menambah keyakinan yang sudah ada dalam hati beliau.

Allah berfirman, “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu.” (QS al-Baqarah [2]: 260)

Ambillah empat ekor burung, lalu potonglah burung-burung itu dan campurkan masing-masing pada yang lain (dicampur aduk).
Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu.
(QS al-Baqarah [2]: 260)

Nabi Ibrahim mengambil seluruh bagian yang terpotong itu dan membagikannya pada empat bukit. Allah berfirman:

Kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. (QS al-Baqarah [2]: 260)

Selesai meletakkan bagian-bagian burung itu di atas bukit, Nabi Ibrahim turun dengan membawa kepala-kepala burung yang terpotong. Beliau memanggil burung-burung itu dari bawah,

“Kemarilah wahai burung-burung dengan ijin Allah! Kemarilah!” panggil Nabi Ibrahim.

Kemudian Allah membangkitkan ruh keempat burung itu kembali. Semua bagian yang telah dipisah-pisah di empat bukit itu kembali pada bagiannya masing-masing hingga terbentuk seperti semula. Setiap burung kembali pada kepalanya masing-masing. Tidak ada yang tertukar dengan kepala burung yang lain. Setelah sempurna bentuk burung-burung itu, mereka terbang di udara seperti sedia kala. Kemudian Allah berfirman:

Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS al-Baqarah [2]: 260)

Nabi Ibrahim pun berkata,

“Aku tahu bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Marilah kita hiasi diri untuk menyambut hari perkumpulan besar di hadapan Allah. Mari kita kenakan pakaian takwa, yang selainnya tidaklah memberi arti sedikit pun di hadapan-Nya. Siapkanlah diri kita dengan bekal kebaikan serta amal shaleh yang akan mengangkat derajat kita di sisi Allah.

Siapkanlah diri kita untuk menyambut kebangkitan berikutnya. Itulah hari dimana Allah menggulung langit, lalu memegang dalam genggaman-Nya. Saat itu Allah berfirman,

“Akulah Penguasa. Di mana orang-orang yang sombong dan durhaka?”
Kemudian Allah melipat bumi dengan tangan-Nya seraya berfirman,
“Akulah Penguasa. Di mana orang-orang sombong lagi durhaka?”

Demikianlah yang terdapat dalam hadits riwayat Muslim.

Al-Qur’an menghendaki agar keyakinan akan adanya hari akhir mengantar kita untuk melakukan aktivitas-aktivitas positif dalam kehidupan, walaupun aktivitas itu tidak menghasilkan keuntungan materi dalam kehidupan dunia.

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa dalam beberapa riwayat, dikemukakan bahwa QS al-Mâ‘ûn [107] turun berkenaan dengan Abu Sufyan atau Abu Jahal, yang setiap minggu menyembelih seekor unta. Suatu ketika, seorang anak yatim datang kepadanya meminta sedikit daging yang telah disembelih, namun ia tidak diberi bahkan dihardik dan diusir. QS al-Mâ‘ûn [107] dimulai dengan satu pertanyaan:
أَرَءَيْتَ ٱلَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِ
Tahukah kamu orang yang mendustakan ad-dîn?(QS al-Mâ‘ûn [107]: 1)

Kata ad-dîn dalam surah ini, diartikan dengan agama; tetapi ad-dîn dapat juga berarti pembalasan, yang berasal dari derivasi kata mudayanah. Dengan demikian yukadzdzibu biddîn dapat pula berarti mengingkari hari pembalasan atau hari akhir. Pendapat terakhir ini didukung oleh pengamatan yang menunjukkan bahwa apabila Al-Qur’an menggandengkan kata ad-dîn dengan yukadzdzibu, maka konteksnya adalah pengingkaran terhadap hari Kiamat, sebagaimana firman Allah:
كَلاَّ بَلْ تُكَذِّبُوْنَ بِٱلدِّيْنِ
Bukan hanya durhaka saja, bahkan kamu mendustakan hari pembalasan.
(QS al-Infithâr [82]: 9)
مَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِٱلدِّيْنِ
Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? (QS at-Tîn [95]: 7)

Kemudian, kalau kita kaitkan makna terakhir ini dengan sikap mereka yang enggan membantu anak yatim atau orang miskin karena menduga bahwa bantuannya kepada mereka tidak menghasilkan apa-apa, maka itu berarti bahwa pada hakikatnya sikap mereka itu adalah sikap orang-orang yang tidak percaya akan adanya hari pembalasan. Bukankah yang percaya, meyakini bahwa jika bantuan yang diberikan tidak menghasilkan sesuatu di dunia, pastilah ganjaran atau balasan perbuatannya akan diperoleh di akhirat? Bukankah yang percaya hari kebangkitan meyakini bahwa Allah tidak menyia-nyiakan amal baik seseorang, betapa pun kecilnya?

Ad-dîn menuntut adanya kepercayaan kepada yang gaib. Kata gaib di sini, bukan sekadar kepercayaan kepada Allah atau malaikat, tetapi berkaitan dengan banyak hal, termasuk janji-janji Allah melipatgandakan anugerah-Nya kepada setiap orang yang memberi bantuan. Kepercayaan ini mengantar kita meyakini janji Ilahi itu, melebih keyakinan kita menyangkut segala sesuatu yang didasari oleh perhitungan akal semata.

Dengan pertanyaan tersebut, ayat pertama surah QS al-Mâ‘ûn [107] ini mengajak kita untuk menyadari salah satu bukti utama kesadaran beragama atau kesadaran berkeyakinan tentang hari akhir. Tanpa itu, keberagamaan kita dinilai sangat lemah, bahkan nihil.

Semoga Allah menyelamatkan kita pada hari kebangkitan dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang berwajah putih bercahaya. Semoga Allah agar menghindarkan kita dari golongan orang-orang yang dipermalukan dan orang-orang yang merugi lagi sesal, amin. Mari kita renungkan juga nasihat indah Ibnu Hazm berikut ini:

Ketika bintang dikumpulkan, amal diperlihatkan
Ketika surga didekatkan dan neraka dinyalakan
Ketika matahari digulung dan bintang dihancurkan
Ketika putaran jagad raya telah dihentikan
Ketika gunung bertabrakan, bumi dijungkirbalikkan
Ketika Pemilik ‘Arsy telah meluluhlantakkan
Ketika itu hanya ada dua tempat kembalian
Surga bergelimang kenikmatan
Atau neraka penuh siksa yang membinasakan

Marilah kita bersama-sama berdoa kepada Allah:
إِلـٰهِيْ أَنْتَ الْبَاعِثُ لِلْأَرْزَاقِ مِنْ فَيْضِ رِزْقِكَ الْبَاعِثُ لِلرُّسُلِ ِبمَحْضِ كَرَمِكَ وَأَنْتَ الْبَاعِثُ مِنَ الْقُبُوْرِ فَيَقُوْمُ عَدْلُكَ وَيَفِيْضُ نِعْمَتُكَ فَانْفُخْ يَارَبِّ فىِ هَيْكَلِي رُوْحَ الْعَمَلِ بِكِتَابِكَ حَتَّى تَنْبَعِثَ قُوَايَ قَائِمَةً بِالْخِدْمَةِ مُنَفِّدَةً لِكُلِّ مَا أَمَرْتَ بِهِ

Ya Allah, Engkaulah yang menggerakkan rejeki dari limpahan rejeki-Mu, Engkaulah yang mengutus rasul atas karunia-Mu, Engkaulah yang membangkitkan yang mati dari kubur sehingga tegak keadilan-Mu dan tercurah rahmat-Mu. Ya Allah, ya Tuhan hamba, tiupkanlah ke dalam tubuh hamba jiwa beramal sesuai tuntunan kitab-Mu, agar bangkit kekuatan hamba untuk mengabdi menunaikan semua perintah-Mu, amin.
Daftar Pustaka:
  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Nikmatnya Hidangan Al-Qur’an (‘Alâ Mâidati Al-Qur’an)”, Maghfirah Pustaka, Cetakan Kedua: Januari 2006
  • Ibnu Hazm al-Andalusi, “Di Bawah Naungan Cinta (Thawqul Hamâmah) – Bagaimana Membangun Puja Puji Cinta Untuk Mengukuhkan Jiwa”, Penerbit Republika, Cetakan V: Maret 2007
  • M. Quraish Shihab, Dr, “‘Menyingkap’ Tabir Ilahi – Al-Asmâ’ al-Husnâ dalam Perspektif Al-Qur’an”, Penerbit Lentera Hati, Cetakan VIII: Jumadil Awal 1427 H/September 2006
  • M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX: Muharram 1428H/ Februari 2007

Tulisan ini lanjutan dari : Hari Kebangkitan (3 of 4)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, August 19, 2011

Hari Kebangkitan (3 of 4)

Filosof Jerman, Emanuel Kant—pembangun Teori Eksistensialisme—mengatakan bahwa alam semesta adalah panggung sandiwara. Episode pertamanya adalah dunia dan episode berikutnya adalah apa yang akan datang sesudah itu.

Pasti akan terjadi episode kedua. Sementara kita menyaksikan pada episode pertama ada penindas dan ada yang ditindas. Mengapa pada episode ini orang yang tertindas tidak mendapat keadilan? Lalu kapan? Harus ada episode kedua yang memberi keadilan pada orang yang dizhalimi.

Al-Mughirah bin Syu‘bah telah mendahului Kant dalam teori tersebut. Ia menyatakan, “Ketika aku menyaksikan manusia-manusia mati dan musnah, maka aku memahami bahwa Allah SWT pasti akan membangkitkan mereka kembali pada hari yang lain untuk memberikan keadilan pada mereka. Inilah yang menjadi alasan bagiku untuk beragama dan memeluk Islam.”

Penyair Abul ‘Atahiyah menegaskan:

Demi Allah, aku bersumpah! Kezhaliman itu menyakitkan
Orang jahat akan terus menjadi pelaku kezhaliman
Kepada Sang Penguasa di hari kiamat kita mengadu
Dan di hadapan Allah para musuh terhimpun

Abu Jahal pernah berkata dengan nada mengejek, “Wahai Muhammad, engkau menakut-nakuti aku dengan Zabaniyah? Aku pasti akan datang padanya bersama orang-orang Quraisy.” Atas perkataan siapa pun yang seperti ini, apa jawaban Allah?

Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.
Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti.
Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.
(QS Maryam [19]: 93-95)

Di hari itu, tidak ada pengawal, barisan tentara, perwira, serdadu dan sebangsanya. Setiap kita datang sendiri-sendiri. Mungkin kita akan bertanya, “Apakah Allah sudah membuktikan secara nyata kekuasaan-Nya untuk menghidupkan yang sudah mati, sebagai bukti kebenaran hari kebangkitan?”

Ya. Allah telah menciptakan kita dari tiada menjadi ada. Itu berarti, tidak ada kesulitan bagi Allah untuk menghidupkan yang dulunya sudah pernah ada. Allah juga pernah “menidurkan” manusia selama 100 tahun, makanannya tetap utuh sedangkan keledainya menjadi tulang-belulang.

Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya, “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” Ia menjawab, “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari.” Allah berfirman, “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata, “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(QS al-Baqarah [2]: 259)

Kisah lain yaitu sekelompok pemuda beriman (biasa disebut dengan Ashhâbul Kahfi), yang terpaksa berlindung ke sebuah gua karena kuatir kekejaman penguasa masanya, ditidurkan selama tiga ratus tahun lebih. Kemudian mereka dibangunkan kembali oleh Allah. Bekas-bekas peninggalan mereka berupa gua tempat persembunyian pun telah ditemukan beberapa kilometer dari kota Amman, Yordania. Kini, gua itu menjadi salah satu obyek wisata. Kisah tentang pemuda ini tercantum dalam firman-Nya yang artinya:

Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?
(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa, “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”

Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.
Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu).

Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.

Dan Kami meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri , lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.”

Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?

Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu .

Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.

Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; Dan kami bolik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka.

Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka, “Sudah berapa lamakah kalian berada (disini?).” Mereka menjawab, “Kami berada (disini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi), “Tuhan kalian lebih mengetahui berapa lamanya kalian berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kalian untuk pergi ke kota dengan membawa uang perak ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untuk kalian, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan hal kalian kepada seorang pun.

Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempat kalian, niscaya mereka akan melempar kalian dengan batu, atau memaksa kalian kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kalian tidak akan beruntung selama-lamanya.”

Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari Kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata, “Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.” Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya.”

Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan, “(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya,” sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan, “(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya.” Katakanlah, “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.” Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu, “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi,
kecuali (dengan menyebut) “Insya Allah”.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.”

Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).
Katakanlah, “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.”

(QS al-Kahfi [18]: 9-26)



Yang dimaksud “tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi)” berdasarkan penjelasan ulama yaitu, mereka tinggal di dalam gua selama 300 tahun Masehi (Syamsiah). Sedangkan menurut penanggalan Qamariah ditambah 9 tahun sehingga menjadi 309 tahun Qamariah. Hal ini karena selisih penanggalan Syamsiah dan Qamariah setiap tahun sekitar 11 hari. Jika selama 300 tahun Masehi berarti ada penambahan hari sejumlah 300 x 11 = 3300 hari Qamariah. Satu tahun Qamariah sekitar 355 hari. Dengan demikian, 3300 hari dibagi 355 hari hasilnya sekitar 9 tahun Qamariah.



Daftar Pustaka:
  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Nikmatnya Hidangan Al-Qur’an (‘Alâ Mâidati Al-Qur’an)”, Maghfirah Pustaka, Cetakan Kedua: Januari 2006
  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama: Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006
  • M. Quraish Shihab, Dr, “‘Membumikan’ Al-Qur’an”, Penerbit Mizan, Cetakan XXX: Dzulhijjah 1427H/Januari 2007
  • M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX: Muharram 1428H/ Februari 2007

Tulisan ini lanjutan dari : Hari Kebangkitan (2 of 4)
Tulisan ini berlanjut ke : Hari Kebangkitan (4 of 4)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, August 12, 2011

Hari Kebangkitan (2 of 4)

Adalah Al-‘Ash bin Wail, seorang yang telah dikaruniai Allah harta berlimpah. Allah memberinya kedudukan yang tinggi di dunia. Allah memberinya kesehatan jasmani yang baik. Akan tetapi, ia mengingkari Allah. Suatu ketika ia mendatangi Nabi Muhammad saw. dengan membawa sepotong tulang kering. Sambil meremas-remas dan meniupnya, ia berkata,


“Wahai Muhammad! Adakah engkau mengira bahwa Tuhanmu sanggup mengembalikan tulang-tulang ini setelah mematikannya?”

Beliau menjawab,
“Ya, Allah akan mematikanmu, lalu menghidupkanmu dan memasukkanmu ke neraka.” (HR Hakim)

Allah berfirman kepada Rasul-Nya,

“Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, ‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?’ ” (QS Yâsîn [36]: 78)


'Aidh al-Qarni menjelaskan bahwa orang yang berada di hadapan Nabi saw. tengah membuat perumpamaan bagi Allah. Orang tersebut lupa akan kemurahan dan kebesaran Allah. Ia lupa akan keindahan dan kenikmatan yang datang dari Allah. Kini ia datang membawa perumpamaan bagi Tuhannya, padahal Allah yang telah menciptakannya. Siapa yang telah menjadikannya sebagai manusia? Siapa yang telah memberinya kekayaan dan menghindarkannya dari kefakiran? Siapa yang telah menggerakkan kedua kakinya hingga ia bisa berlalu di muka bumi?


Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata,
lidah dan dua buah bibir.
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.
(QS al-Balad [90]: 8-10)


Suatu ketika Al-‘Ash bin Wail ini pernah didatangi seorang lelaki yang bekerja padanya. Orang tersebut tergolong kaum fakir miskin di antara kaum muslimin. Kepada Al-‘Ash bin Wail ia berkata,


“Wahai Aba Amr, berikanlah upahku!”
“Apakah engkau percaya bahwa Allah akan membangkitkan di hari Kiamat?” tanya Al-‘Ash.
“Ya.”


Mendengar itu Al-‘Ash tertawa sambil mengejek,
“Jika Allah bisa menghidupkan kita kembali, maka Tuhanku akan membangkitkan aku dari kubur nanti. Aku punya banyak gudang simpanan kekayaan. Saat itu aku akan membayar upahmu.”


Kemudian Allah berfirman kepada Nabi-Nya:
Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, “Pasti aku akan diberi harta dan anak.’”
Adakah ia melihat yang ghaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah?.
Sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar-benar Kami akan memperpanjang azab untuknya,
dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu, dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri.
(QS Maryam [19]: 77-80)


Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?”
Katakanlah, “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.”
(QS Yâsîn [36]: 78-79)


Allah akan membangkitkan kita sebagaimana pertama kali kita dihidupkan. Kita akan keluar dari kubur dengan penuh rasa takut, bingung dan linglung. Berbeda halnya jika kita termasuk orang yang mendapat rahmat Allah. Orang yang mendapat pertolongan dari Allah adalah mereka yang percaya akan pembalasan-Nya. Sementara mereka yang ingkar akan hal itu, semua akan bangkit dengan penuh keresahan. Mereka seperti memasuki dunia baru yang sangat asing. Hanya pertolongan Allah semata yang dapat menenangkan manusia kala itu. Allah berfirman yang terjemahnya:


Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka,
mereka tidak mendengar sedikitpun suara api neraka, dan mereka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh mereka.
Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar (pada hari Kiamat), dan mereka disambut oleh para malaikat. (Malaikat berkata), “Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu.”
(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.

(QS al-Anbiyâ’ [21]: 101-104)


Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah bersabda bahwa manusia akan keluar dari kubur dalam keadaan yang tidak sama. Di antara mereka ada yang keringatnya mencapai kedua mata kaki, lutut, pinggang dan ada yang mencapai leher. Bahkan ada pula orang yang terkekang oleh keringatnya hingga tak berdaya. Pada hari itu banyak orang baru menyesal atas apa yang telah mereka lakukan di dunia ini.


Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya , seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.
Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku).”

(QS al-Furqân [25]: 27-28)


Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, “Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman,” (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan).(QS al-An‘âm [6]: 27)


Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab, “Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku termasuk orang-orang yang berbuat baik. (QS az-Zumar [39]: 58)


Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah! Jika tidak karena akan datang Kiamat, tidaklah engkau melihat seperti yang ada sekarang. Jika bukan karena hari kebangkitan itu, maka yang kuat akan menelan yang lemah. Kezhaliman akan memenjara orang-orang teraniaya. Dan orang-orang yang tertindas akan selalu tertindas di muka bumi.”


Daftar Pustaka:

  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Nikmatnya Hidangan Al-Qur’an (‘Alâ Mâidati Al-Qur’an)”, Maghfirah Pustaka, Cetakan Kedua: Januari 2006

  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama: Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006

  • M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX: Muharram 1428H/ Februari 2007


Tulisan ini lanjutan dari : Hari Kebangkitan (1 of 4)
Tulisan ini berlanjut ke : Hari Kebangkitan (3 of 4)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, August 5, 2011

Hari Kebangkitan (1 of 4)

Semasa mahasiswa, penulis pernah bertanya, “Di hadits yang mengajarkan agar kita berkata baik serta memuliakan tamu dan tetangga, mengapa lafazhnya ditujukan kepada orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir? Mengapa bukan iman kepada Allah dan rasul-Nya?”

Di buku “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan keimanan kepada hari kemudian. Keimanan kepada Allah tidak sempurna kecuali dengan keimanan kepada hari akhir atau hari kebangkitan (yawm al-Ba‘ts). Hal ini karena keimanan kepada Allah menuntut amal perbuatan, sedangkan amal perbuatan baru sempurna motivasinya dengan keyakinan tentang adanya hari kebangkitan; karena kesempurnaan ganjaran dan balasannya hanya ditemukan di hari kemudian nanti. Allah berfirman yang terjemahnya:

Di antara manusia ada yang mengatakan, “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian,” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS al-Baqarah [2]: 8)

Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS at-Taubah [9]: 18)

Hadits Nabi juga menghubungkan antara iman kepada Allah dengan hari akhir, sebagaimana pertanyaan penulis. Rasulullah Muhammad saw. bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ ِليَصْـمُتْ. وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَـيْفَهُ
Siapa beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia berkata benar atau diam. Siapa beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklan ia menghormati tamunya. (HR Bukhari dan Muslim)

Banyak orang yang mengingkari hari kebangkitan. Tentang keadaan mereka, Allah berfirman yang artinya:

Dan mereka berkata, “Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?”
(QS al-Isrâ’ [17]: 49)

Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), “Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia ini saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan.”
(QS al-An‘âm [6]: 29)

Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh, “Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati.” (QS an-Nahl [16]: 38)

M. Quraish Shihab menguraikan berneka ragam cara Al-Qur’an menyanggah pandangan keliru itu, sekali secara langsung dan di kali yang lain tidak langsung. Allah berfirman yang terjemahnya:

Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila Kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata, “Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang Kiamat itu!,” sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. (QS al-An‘âm [6]: 31)

Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan Dia, mereka putus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu mendapat azab yang pedih. (QS al-‘Ankabût [29]: 23)

Ayat-ayat tersebut tidak secara langsung menuding si pengingkar, tetapi kandungannya sedemikian jelas dan tegas menyentuh setiap pengingkar. Abdul Karim al-Khatib dalam bukunya “Qadhiyat al-Uluhiyyah bayna al-Falsafah wad-Dîn”, mengibaratkan gaya bahasa demikian dengan keadaan satu kelompok yang berbicara tentang pembunuhan.


Ketika itu tampil seseorang yang menguraikan kekejaman pembunuh dan akibat-akibat yang akan dialaminya. Ketika menguraikan hal tersebut, si pembunuh ikut hadir mendengarkan ucapan-ucapan tadi. Tentu saja, pelaku pembunuhan dalam hal ini akan merasa bahwa pembicaraan pada hakikatnya ditujukan kepadanya, walaupun dari segi redaksi tidak demikian. Namun justru karena itu, hal ini malah bisa membawa pengaruh ke dalam jiwanya, sehingga diharapkan dapat menimbulkan rasa takut atau penyesalan yang mengantarkannya kepada kesadaran dan pengakuan.

Dampak psikologis ini tentu akan berbeda bila sejak semula pembicara menuding si pelaku kejahatan secara langsung. Kemungkinan besar ia malah akan menyangkal. Jadi, dalam gaya demikian, redaksi-redaksi Al-Qur’an tidak lagi mengarah kepada akal manusia, tetapi lebih banyak diarahkan kepada jiwanya dengan menggunakan bahasa “hati”. Subhânallâh, betapa indahnya ungkapan Al-Qur’an.

Seperti diketahui, bahasa hati tidak (selalu) membutuhkan argumentasi-argumentasi logis. Karena itu, uraian-uraian Al-Qur’an dalam berbagai masalah tidak selalu disertai bukti argumentatif. Namun, hal ini bukan berarti ayat-ayat lain yang menguraikan hari kebangkitan tidak menggunakan argumentasi sebagai bahasa untuk akal.



Daftar Pustaka:

  • M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX: Muharram 1428H/ Februari 2007

Tulisan ini berlanjut ke : Hari Kebangkitan (2 of 4)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#