Mencari Data di Blog Ini :

Friday, July 27, 2012

Menjumpai Lailatul Qadar (1 of 3)

“Satu malam lebih baik daripada seribu bulan,” itulah ungkapan yang sering kita dengar. Dari mana didapat angka 1 (satu) malam? Di QS al-Qadr, digunakan lafazh ليلة. Arti lafazh ليلة menurut kamus al-Mu‘jam al-Wasîth adalah “satu malam”:
( الليلة ) واحدة الليل
Pakai sarung menuju langgar
Tambah syiar shalawat dilantunkan
Betapa agung lailatul qadar

Satu malam seribu bulan

Lalu, mengapa lebih baik daripada 1000 bulan? Mengapa bukan 500 bulan, 2000 bulan atau lainnya? Di tafsir al-Munîr yang ditulis oleh Syaikh Prof. Wahbah az-Zuhaili—ulama kontemporer asal Syiriaditerangkan:
وأخرج ابن أبي حاتم والواحدي عن مجاهد: أن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ذكر رجلا من بني إسرائيل لبس السِلاح في سبيل الله ألف شهر، فعجب المسلمون من ذلك، فأنزل الله: إِنَّا أَنْزَلْناهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَما أَدْراكَ ما لَيْلَةُ الْقَدْرِ، لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. التي لبس ذلك الرجل السِلاح فيها في سبيل الله.
Dari Ibnu Abu Hatim dan al-Wahidi, dari Mujahid bahwasanya Rasulullah saw menyebutkan ada seorang laki-laki di zaman Bani Israil mengangkat senjata (berperang) di jalan Allah selama 1000 bulan. Mendengar hal itu, orang-orang Islam (para sahabat) sangat kagum. Allah lantas menurunkan surah al-Qadr, dimana satu malam lebih baik daripada 1000 bulan pertempuran yang dilakukan laki-laki di zaman Bani Israil tersebut.
أخرج ابن جرير عن مجاهد قال: كان في بني إسرائيل رجل يقوم الليل حتى يصبح، ثم يجاهد العدو بالنهار حتى يمسي، فعمل ذلك ألف شهر، فأنزل الله: لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ عملها ذلك الرجل.
Dari Ibnu Jarir ath-Thabari, dari Mujahid bahwasanya ada seorang laki-laki di zaman Bani Israil shalat malam hingga fajar, kemudian jihad memerangi musuh siang hingga petang, dan itu dilakukan selama 1000 bulan. Maka, Allah menurunkan surah al-Qadr yang menjelaskan bahwa satu malam (lailatul qadar) lebih baik daripada 1000 bulan yang dilakukan laki-laki tersebut.
Karena begitu besar karunia Allah tersebut, Rasulullah Muhammad saw memerintahkan kita agar menghidupkan lailatul qadar. Beliau bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسـَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan didasari iman dan semata-mata karena Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.  (HR Bukhari)

a. Sejak Tanggal Berapa Upaya Meraih Lailatul Qadar?

Imam Nawawi menjelaskan di Syarah Muslim, Kitab Puasa—Bab Keutamaan Lailatul Qadar bahwa ada pendapat yang menyatakan Lailatul Qadar bisa saja terjadi pada malam berapa pun bulan Ramadhan (bisa sejak awal). Ini pendapat Sahabat Ibnu Umara.
وَقِيلَ بَلْ فِي شَهْر رَمَضَان كُلّه وَهُوَ قَوْل اِبْن عُمَر وَجَمَاعَة مِنْ الصَّحَابَة
Namun, pendapat ini dianggap kurang kuat (kemungkinan kecil terjadi) karena ada hadits:
تَذَاكَرْنَا لَيْلَةَ الْقَدْرِ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَيُّكُمْ يَذْكُرُ حِينَ طَلَعَ الْقَمَرُ وَهُوَ مِثْلُ شِقِّ جَفْنَةٍ
Kami sedang mengingat-ingat lailatul qadar di sisi Rasulullah `, maka beliau bersabda, “Siapakah di antara kalian yang ingat bahwa waktunya adalah saat bulan terbit laksana syiqqi jafnah?” (HR Muslim)
Imam Nawawi menjelaskan di Syarah Muslim bahwa syiqq berarti setengah, sedangkan jafnah berarti bejana; mangkok besar atau kelopak mata. Al-Qadhi ’Iyadh berkata, “Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.” Wallâhu a‘lam.
Meski demikian, di kitab “An-Nashâih ad-Dîniyyah wal-Washâyâ al-Îmâniyyah” Habib Abdullah Ba‘alawi al-Haddad tetap menganjurkan agar kita memperbanyak dzikir, berbagai bentuk ibadah dan amal shalih di setiap malam selama bulan suci Ramadhan. Dengan demikian, insya Allah kita akan tercatat sebagai orang yang sedang beribadah tatkala datang Lailatul Qadar, amin.
Adapun pendapat yang masyhur adalah pada 10 (sepuluh) malam terakhir terutama malam ganjil.
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Bergiatlah kalian untuk mendaatkan Lailatul Qadar pada sepuluh malam akhir Ramadhan. (Muttafaq ‘alayh)
إِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نُسِّيتُهَا فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فِي وِتْرٍ
Aku pernah melihat lailatul qadar kemudian aku dibuat lupa (kapan waktunya), maka carilah ia pada sepuluh hari terakhir di malam ganjil. (Muttafaq ‘alayh. Adapun lafazh hadits menurut riwayat Imam Bukhari)
Di sepuluh malam terakhir Ramadhan, adakah tanggal pasti kapan Lailatul Qadar? Tidak ada. Sekian banyak dalil menunjukkan tanggal berbeda. Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani menyimpulkan bahwa tanggal bisa berubah-ubah setiap tahun, tapi tetap di malam ganjil. Adapun mayoritas ulama berpendapat Lailatul Qadar insya Allah terjadi pada malam ke-27.
عند الجمهور ليلة سبع وعشرين
Ulama Hanafiah juga menjelaskan bahwa lafazhليلة القدر  terdiri dari 9 (sembilan) huruf yaitu:
ل ي ل ة ا ل ق د ر
Di QS al-Qadr lafazh ليلة القدر  diulang sebanyak 3 kali yaitu di ayat ke-1, 2 dan 3.  Nah, 9 x 3 = 27. Dengan demikian Lailatul Qadar insya Allah pada malam ke-27. Wallâhu a‘lam.
Sebagian ulama menganjurkan agar tidak mengkhususkan malam ganjil, tapi malam genap juga. Hal ini agar peluang yang didapatkan lebih besar.

Daftar Pustaka

Abdullah Ba‘alawi Al-Haddad, al-Habib, “An-Nashâih ad-Dîniyyah wal-Washâyâ al-Îmâniyyah”

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

Web site:

Tulisan ini berlanjut ke: Menjumpai Lailatul Qadar (2 of 3)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, July 20, 2012

Memberi Makanan Berbuka=Puasa (3 of 3)

b. Menolak Malapetaka

Di kitab “Tathrîz Riyâdhish Shâlihîn” dan “Dalîlul Fâlihîn li-Thuruqi Riyâdhish Shâlihîn”keduanya syarah (penjelasan) kitab Riyadhus Shalihin—terdapat penjelasan:
إنَّ الصَّدَقَةَ تَدْفَعُ اْلبَلاَءَ
Sesungguhnya sedekah dapat menolak malapetaka.
Ada yang berpendapat bahwa sedekah yang dimaksud di sini bukan sedekah harta benda (shadaqatul mâliyah) tapi non materi misalnya mendamaikan dua orang dengan adil, ucapan baik, langkah menuju tempat shalat dan ibadah-ibadah nafilah lainnya. Namun Syaikh Ibnu ‘Allan—penulis kitab “Dalîlul Fâlihîn li-Thuruqi Riyâdhish Shâlihîn”—juga mencantumkan hal ini ketika menjelaskan hadits tentang perumpamaan orang kikir dan orang yang menginfakkan rezeki di jalan Allah. Banyak pula ulama yang menguraikan bahwa sedekah di sini bersifat umum. Wallâhu a‘lam.

Ada pula ungkapan (maqâlah) yang cukup masyhur tentang sedekah dapat menolak bala, yaitu:
صَدَقَةُ اْلقَلِيْلِ تَدْفَعُ اْلبَلاَءَ الْكَثِيْرَ
Sedekah sedikit dapat menolak banyak malapetaka.
Meskipun ungkapan terakhir bukan hadits, tapi para ulama menjelaskan bahwa makna yang dikandungnya benar.

c. Mempererat Silaturahmi

وَالْيَدُ الْعُلْياَ خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ
Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah dari yang menjadi tanggunganmu (memiliki hubungan kerabat). (HR Ahmad, Baihaqi, Darimi, Muslim, Nasa’i dan Thabrani)
الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ ثِنْتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
Sedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kaum kerabat adalah dua sedekah, satu sedekah dan satu lagi menyambung silaturahmi. (HR Ahmad, Baihaqi, Darimi, Hakim, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Majah, Nasa’i, Thabrani dan Tirmidzi)

d. Menghapus Dosa

Imam Nawawi menulis di kitab beliau “Al-Adzkâr an-Nawawiyyah” sebuah hadits yang menjelaskan bahwa sedekah dapat menghapus kesalahan, noda atau dosa yang pernah kita lakukan.
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ
Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api. (HR Tirmidzi)
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh imam-imam hadits lain. Untuk mengetahuinya bisa dicari misalnya di software Maktabah Syamilah. Secara lafazh, semua riwayat sama pada kalimat:
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ
Nah, siapakah yang tak ingin terhapus dosanya?

e. Memadamkan Siksa Kubur

إنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ عَنْ أَهْلِهَا حَرَّ اْلقُبُوْرِ وإنَّمَا يَسْتَظِلُّ الْمُؤْمِنُ يَوْمَ القِيَامَةِ فِيْ ظِلِّ صَدَقَتِهِ
Sedekah memadamkan panasnya siksaan kubur. Sesungguhnya orang mukmin akan mendapat naungan di Hari Kiamat di dalam naungan sedekahnya. (HR Thabrani)
Adakah yang berkeinginan mendapat siksa kubur?
Adakah yang berangan-angan memperoleh siksa kubur?
Adakah yang bermimpi ingin merasakan siksa kubur?
Bila tidak ada, akankah kita abaikan bersedekah?

f. Benteng dari Api Neraka

اِتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
Bentengilah (jauhkanlah) diri kalian dari neraka, walau dengan sebiji kurma. (Muttafaq ‘alayh)
Siapakah yang mampu bertahan di atas api kompor gas?
Siapakah yang sanggup bertahan di lahar panas gunung berapi?
Jika di kedua kasus tersebut saja tak ada, tentu tak ada yang sanggup menerima pedihnya siksa neraka.
Bila demikian adanya, apa kita tak hendak membuat benteng agar tidak terkena api neraka?

g. Masuk Surga dari Pintu Sedekah

مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيلِ اللهِ نُودِىَ فِي الْجَنَّةِ يَا عَبْدَ اللهِ هَذَا خَيْرٌ. فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّلاَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلاَةِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجِهَادِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الْجِهَادِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الرَّيَّانِ
Orang yang menginfakkan dua harta di jalan Allah, maka akan dipanggil oleh salah satu pintu surga, “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan.” Yang berasal dari golongan yang suka mendirikan shalat, akan dipanggil dari pintu shalat. Yang berasal dari kalangan mujahid, akan dipanggil dari pintu jihad. Yang berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah. Yang ahli puasa akan dipanggil dari pintu Rayyan.” (Muttafaq ‘alayh. Adapun lafazh hadits menurut riwayat Imam Muslim)

Sebenarnya masih banyak hadits yang mengupas keutamaan sedekah. Sengaja penulis batasi 7 (tujuh) bahasan tapi sudah mencakup kemaslahatan di kehidupan dunia ini, alam kubur hingga akhirat kelak. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah, pertolongan dan rezeki kepada kita semua sehingga kita bisa senantiasa bersedekah, amin.

Daftar Pustaka


Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, asy-Syaikh, “Al-Adzkâr an-Nawawiyyah”
Achmad Faisol, “Muhâsabah (Introspeksi Diri)Apakah Implementasi Keberagamaan (Islam) Kita Ada yang Kurang?!”, Ebook, April 2011/ Jumadal Ula 1432 H
Faishol bin Abdul ‘Aziz Âlu Mubarok, asy-Syaikh, Tathrîz Riyâdhish Shâlihîn 
Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Hâfizh, “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm”

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

Web site:


Tulisan ini lanjutan dari: Memberi Makanan Berbuka=Puasa (2 of 3)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...# 

Friday, July 13, 2012

Memberi Makanan Berbuka=Puasa (2 of 3)

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh rahmat.
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah.
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh ampunan.
Bulan Ramadhan adalah bulan berlipatgandanya pahala.
Bulan Ramadhan adalah tuan semua bulan (sayyid asy-syuhûr).
Begitu mulianya bulan Ramadhan sehingga ibadah apa pun termasuk sedekah sangat dianjurkan.

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

Rasulullah saw adalah orang yang paling dermawan. Puncak kedermawanan beliau adalah pada bulan Ramadhan ketika Jibril as menemui beliau dan Jibril as menemui beliau setiap malam untuk tadarus Al-Qur’an. Sungguh Rasulullah saw lebih murah hati melakukan kebaikan daripada angin yang bertiup (Muttafaq ‘alayh. Adapun lafazh hadits menurut riwayat Imam Bukhari)
Di kitab Al-Jâmi‘ ash-Shaghîr” Imam Jalaluddin as-Suyuthi mencantumkan sebuah hadits berikut ini:
أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ فِيْ رَمَضَانَ
Sebaik-baik sedekah adalah di bulan Ramadhan.
Menurut Syaikh Albani, hadits tersebut dha’if tapi tidak sampai munkar, matrûk (semi palsu) apalagi mawdhû‘ (palsu). Untuk motivasi ibadah, hadits dengan derajat seperti hadits di atas boleh dijadikan rujukan. Demikian pendapat para ulama. Wallâhu a‘lam.
Imam Ibnu Hajar al-Haitami menulis di kitab beliau Al-Inâfah fî mâ Jâ’a fish-Shadaqati wadh-Dhiyâfah” bahwa Imam Syafi’i dan ulama-ulama pengikut beliau menganjurkan memperbanyak shadaqah di bulan Ramadhan terutama di sepuluh hari terakhir. Hal ini bukan berarti tak dianjurkan memperbanyak sedekah di luar Ramadhan, hanya saja di bulan suci ini lebih diperbanyak lagi.
Lantas, apa keutamaan sedekah di bulan Ramadhan?
Penulis akan membahas beberapa keutamaan sedekah yang berlaku umum, baik di dalam maupun luar Ramadhan. Secara garis besar bisa dikatakan bahwa keutamaan sedekah menjadi lebih besar di bulan Ramadhan karena keagungan bulan puasa ini.

a. Harta Menjadi Berkah

Apa definisi “berkah”? Imam Nawawi menjelaskan di Syarah Muslim arti berkah (barakah) sebagai berikut:
وأصل البركة كثرة الخير وثبوته
Asal makna barakah adalah kebaikan yang berlimpah dan tetap (abadi).
Adapun di kamus al-Mu‘jam al-Wasîth diuraikan:
( البركة ) النماء والزيادة والسعادة
Barakah berarti pertumbuhan, pertambahan (perkembangan) dan kebahagiaan (keberuntungan).
Tentang keberkahan harta karena sedekah, di sebuah hadits Rasulullah Muhammad saw bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. (HR Muslim)
Imam Nawawi menerangkan bahwa maksud hadits ini mencakup 2 (dua) hal, yaitu:
  • Harta menjadi berkah (membuat kita bahagia serta semakin dekat kepada Allah) dan terhindar dari mara bahaya. Dengan demikian pengurangan nominal harta menjadi tergantikan oleh berkah yang “tersembunyi” (abstrak).
  • Walaupun secara nominal harta berkurang, tapi tertutupi oleh pahala yang didapat dan berlipat ganda.
إِنَّ الْمُصَّدِّقِينَ وَالْمُصَّدِّقَاتِ وَأَقْرَضُوا اللهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat gandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak. (QS al-Hadîd [57]: 18)

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS al-Baqarah [2]: 261]
Timbul pertanyaan, “Apa bisa jumlah nominal harta kita justru bertambah dengan bersedekah?”

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللهُ أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ عَلَيْكَ

Dari Sahabat Abu Hurairah ra sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Allah SWT berfirman, ‘Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya Aku akan memberi infak kepadamu.’” (Muttafaq ‘alayh: Bukhari-Muslim. Adapun lafazh hadits menurut riwayat Imam Bukhari)

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَيَقُولُ الْآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

Tidak ada hari pun yang disambut oleh para hamba melainkan di sana ada dua malaikat yang turun, sala satunya berdoa, “Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang-orang yang berinfak.” Sedangkan (malaikat) lainnya berdoa, “Ya Allah berikanlah kebangkrutan kepada orang yang menahan hartanya (kikir).” (Muttafaq ‘alayh)
Di kitab Majma‘ az-Zawâid”karya Imam al-Haitsamibab Harta Tidak Berkurang Sebab Sedekah, terdapat sebuah hadits:
وَتَصَدَّقُوْا فَإِنَّهُ مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَلَكِنْ تَزِيْدَ فِيْهِ
Bersedekahlah, karena harta tidak akan berkurang dengan sedekah, tetapi malah bertambah. (HR al-Bazzarhadits dha’if)
Dari definisi “berkah”, hadits-hadits seputar keutamaan bersedekah serta beberapa kenyataan di lapangan, ada ulama yang menjelaskan bahwa keberkahan harta insya Allah juga mencakup bertambahnya nominal harta. Allah Maha Kuasa untuk menambah rezeki kita dari sebab apa pun termasuk dari arah yang tak kita duga.
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
(QS ath-Thalâq [65]: 3)
Namun, kita tetap tidak boleh melupakan bahwa harta bukan hanya berwujud uang, perhiasan, kendaraan atau hal-hal bersifat materi lainnya. Kesehatan, bertambahnya ilmu, teman, keluarga dan banyak hal non materi juga termasuk harta yang sangat bernilai. Wallâhu a‘lam.

Daftar Pustaka


Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, asy-Syaikh, “Al-Adzkâr an-Nawawiyyah”
Achmad Faisol, “Muhâsabah (Introspeksi Diri)Apakah Implementasi Keberagamaan (Islam) Kita Ada yang Kurang?!”, Ebook, April 2011/ Jumadal Ula 1432 H
Faishol bin Abdul ‘Aziz Âlu Mubarok, asy-Syaikh, Tathrîz Riyâdhish Shâlihîn 
Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Hâfizh, “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm”

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

Web site:

Tulisan ini lanjutan dari: Memberi Makanan Berbuka=Puasa (1 of 3)
Tulisan ini berlanjut ke: Memberi Makanan Berbuka=Puasa (3 of 3)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...# 

Friday, July 6, 2012

Memberi Makanan Berbuka=Puasa (1 of 3)


مَنْ فَطَّرَ صَائِماً كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ (قال أبو عيسى هذا حديث حسن صحيح)
“Siapa memberi makanan berbuka bagi orang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal orang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang berpuasa itu sedikit pun.” (HR Ahmad, Ibnu Hibban, Ibnu Majah dan Tirmidzi. Adapun lafazh hadits menurut riwayat Imam Tirmidzi)

Berkemah kegiatan Pramuka
Mencari jejak tantangan yang lazim
Berbagi makanan saat berbuka
Berpahala sama dengan sang sha’im

Sebagian pemuda mempertanyakan, “Masa, pahala memberi makanan bagi orang berbuka puasa seperti itu…? Kalau begitu, mending memberi makan orang berpuasa saja tapi tidak puasa. Toh pahalanya sama!”

Pernyataan tersebut sebenarnya permainan logika semata. Oleh karena itu cukup kita jawab dengan logika pula, tak perlu dijelaskan bahwa hadits tersebut hasan-shahih, diriwayatkan banyak imam dan sebagainya. Coba kita ajukan pertanyaan ini kepada yang meragukan hadits di atas:

  • Shalat Maghrib 3 rakaat, sedangkan Zhuhur 4 rakaat. Apakah pahala shalat Maghrib lebih sedikit dibanding Zhuhur?
  • Satu malam Lailatul Qadar lebih baik dibandingkan seribu bulan (83 tahun 4 bulan) tanpa Lailatul Qadar. Masa, satu malam lebih baik daripada seribu bulan? Kalau begitu, ibadah Ramadhan sungguh-sungguh saja, tapi selain Ramadhan tidak usah ibadah. Bukankah masih berlebih pahala yang dimiliki?

Kira-kira, bisakah yang meragukan hadits di atas menjawab pertanyaan pertama saja? Menurut penulis, permainan logika akan mentok kalau berusaha menjawabnya berdasarkan logika semata. Dari keadaan tersebut, bisa kita ambil pelajaran:
  • Janganlah membatasi rahmat Allah yang begitu luas.
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu (QS al-Arâf [7]: 156)


قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلاَةٍ وَقُمْنَا مَعَهُ فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ وَهُوَ فِي الصَّلاَةِ اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي وَمُحَمَّدًا وَلاَ تَرْحَمْ مَعَنَا أَحَدًا فَلَمَّا سَلَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْأَعْرَابِيِّ لَقَدْ حَجَّرْتَ وَاسِعًا يُرِيدُ رَحْمَةَ اللهِ

Rasulullah saw berdiri shalat, kami berdiri bersamanya. Lalu seorang a’rabiy (Arab Badui) berdoa dalam shalatnya, “Ya Allah ampunilah saya dan Muhammad, dan jangan seorang pun Engkau ampuni bersama kami.” Ketika Nabi saw salam (selesai shalat), beliau berkata kepada a’rabiy tersebut, “Sesungguhnya engkau telah mempersempit yang luas.” Maksudnya adalah rahmat Allah. (HR Bukhari)

لَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنْ الْعُقُوبَةِ مَا طَمِعَ بِجَنَّتِهِ أَحَدٌ وَلَوْ يَعْلَمُ الْكَافِرُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنْ الرَّحْمَةِ مَا قَنَطَ مِنْ جَنَّتِهِ أَحَدٌ

Seandainya orang mukmin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang mukmin pun yang akan menginginkan surga-Nya. Dan seandainya orang kafir itu mengetahui luasnya rahmat yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang kafir pun yang akan berputus asa untuk mengharapkan surga-Nya. (HR. Muslim)

  • Janganlah membatasi kekuasaan Allah dengan mempunyai anggapan bila tidak sesuai kemampuan logika kita maka dikatakan tidak mungkin terjadi.
Coba kita jawab pertanyaan ini jika memang kita berasumsi yang tidak bisa dibuktikan secara logika tidak mungkin terjadi, “Bagaimana bisa Nabi Isa as. lahir tanpa ayah?”

Ia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.”
Maryam berkata, “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!”
Jibril berkata, “Demikianlah. Tuhanmu berfirman, ‘Hal itu mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannnya suatu tanda bagi manusiadan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan’.”
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. (QS Maryam [19]: 19-22)

  • Jangan melogika semua hal, apalagi masalah keimanan.
Agama Islam tidak semata-mata berdasarkan kemampuan logika. Akal diciptakan untuk mengokohkan keimanan. Di kitab “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm” terdapat hadits ke-65:
عَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: لَوْ كَانَ اَلدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ اَلْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ 
Dari Ali bin Abi Thalib berkata, Seandainya agama semata-mata berdasarkan akal maka maka bagian bawah sepatu lebih utama untuk diusap daripada bagian atas. Sungguh aku telah melihat Rasulullah saw. mengusap bagian atas kedua sepatunya. (HR Abu Daud)

  • Kita tidak pernah tahu apakah ibadah kita telah diterima atau tidak. Jadi, tidak boleh bertekad hanya memberi makan orang berbuka sebanyak-banyaknya tapi kita sediri tak mau berpuasa.
Ulama berpesan bahwa salah satu tanda ibadah diterima adalah meningkatnya ibadah. Itu berarti, memberi makanan berbuka tidak boleh menyurutkan semangat ibadah sedikit pun, tapi malah harus meningkatkan energi positif dalam mengabdi kepada-Nya.

Daftar Pustaka


Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, asy-Syaikh, “Al-Adzkâr an-Nawawiyyah”
Achmad Faisol, “Muhâsabah (Introspeksi Diri)Apakah Implementasi Keberagamaan (Islam) Kita Ada yang Kurang?!”, Ebook, April 2011/ Jumadal Ula 1432 H
Faishol bin Abdul ‘Aziz Âlu Mubarok, asy-Syaikh, Tathrîz Riyâdhish Shâlihîn 
Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Hâfizh, “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm”

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

Web site:

Tulisan ini berlanjut ke: Memberi Makanan Berbuka=Puasa (2 of 3)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#