Mencari Data di Blog Ini :

Friday, August 10, 2012

Menjumpai Lailatul Qadar (3 of 3)

b. Pukul Berapa Mulai Bersiap-Siap?

Sejak pukul berapa kita “berjaga-jaga” demi mendapatkan Lailatul Qadar? Apakah sejak jam 12 malam (24:00)?
Habib Munzir Almusawa—pimpinan Majelis Rasulullah, Jakarta—menjelaskan bahwa hendaknya kita tak pernah meninggalkan tarawih. Itu berarti tak mutlak dimulai tengah malam. Habib Munzir menjelaskan bahwa Lailatul Qadar adalah sepanjang malam sejak terbenamnya matahari di malam itu hingga terbitnya fajar, sebagaimana firman Allah SWT pada surat al-Qadr (yang terjemahnya), Kesejahteraan di malam itu hingga terbitnya fajar’ (QS al-Qadr). Siapa saja beribadah di malam itu maka ia mendapat pahala ibadah 1000 bulan, misal ia shalat tarawih di malam itu maka ia mendapat pahala tarawih tiap malam selama 1000 bulan, mereka yang taubat kepada Allah di malam itu maka ia mendapat pahala taubat setiap malam selama 1000 bulan.
Dari penjelasan tersebut, bisa kita ambil kesimpulan juga bahwa kita harus meraih Lailatul Qadar semenjak maghrib. Syaikhul Islam Ibnu Hazm juga menerangkan bahwasanya jika ada orang berkehendak i’tikaf di masjid selama satu malam, maka maghrib sudah harus di masjid.
Hal ini selaras dengan makna malam” menurut ajaran agama. Di kamus al-Mujam al-Wasîth yang disebut malam (الليل) menurut syariat adalah semenjak matahari terbenam (Maghrib) hingga terbit fajar (Subuh).
(اللَّيْلُ) ما يَعقُب النهارَ من الظَّلام وهو من مَغربِ الشمس إلى طلوعها وفي لسان الشرع من مغربها إلى طلوع الفجر ويقابل النهار
Dari uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan juga bahwa kita harus tetap menata diri dan hati hingga Subuh.
Memang ada kebiasaan masyarakat melakukan i’tikaf pukul 24:00, 01:00 atau 02:00 dini hari. Kemudian, 45 menit – 1 jam sebelum Subuh digunakan untuk sahur. Namun, hal itu bukanlah keharusan. Apabila suatu hari kita tidak bisa i’tikaf pada jam-jam di atas, mungkin karena kelelahan, maka sebelum Subuh harus dijaga, karena Lailatul Qadar itu sampai Subuh.
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS al-Qadr [97]: 5)
Jangan lupa sejak Maghrib senantiasa menata diri dan berniat i’tikaf tatkala berada di masjid. Jadi, ketika ketika hendak shalat Maghrib berjamaah di masjid, hendaklah niat i’tikaf. Begitu pula ketika datang lagi untuk shalat Isya’ dan Tarawih. Intinya, selalu berniat i’tikaf ketika di masjid.
Sebenarnya i’tikaf berlaku setiap saat, tidak hanya saat Ramadhan. Hanya saja istilah i’tikaf membahana tatkala bulan suci Ramadhan terutama sepuluh hari terakhir.
Perlu kita ingat lagi bahwa selama Ramadhan hakikatnya kita harus memperbanyak ibadah setiap saat, tak perlu menunggu malam. Bahkan, di luar Ramadhan pun kita tetap harus menata diri dan hati.

c. Ibadah Apa yang Dikerjakan?

I’tikaf adalah ibadah yang telah diketahui khalayak umum dalam menyongsong Lailatul Qadar. Ketika i’tikaf semua jenis ibadah sangat dianjurkan, misalnya shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir dan berdoa. Secara umum jenis doa apa pun tetap baik. Namun, ada doa yang diajarkan Rasulullah saw khusus di malam al-Qadar, yaitu:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia. Engkau mencintai orang-orang yang memohon maaf maka maafkanlah hamba (hapuslah dosa-dosa hamba).
Lafazh doa dari riwayat lain tanpa kata كَرِيْمٌ, sehingga bisa dikatakan inti doa identik. Adapun sumber lafazh doa di atas berdasarkan hadits berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ قاَلَتْ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُوْلُ فِيْهَا قَالَ قُوْلِيْ اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
Dari Sayyidah Aisyah ra beliau berkata, “Aku berkata, ‘Ya Rasulullah, menurut pandanganmu jika aku mengetahuï suatu malam adalah Lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan?’ Rasulullah menjawab, ‘Katakanlah (berdoalah): Allâhumma Innaka ‘Afuwwun Karîm, Tuhibbul ‘Afwa Fa‘fu ‘Anniy (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia. Engkau mencintai orang-orang yang memohon maaf maka maafkanlah hamba (hapuslah dosa-dosa hamba))’.” (HR Tirmidzi)
Di kitab “Tarâjuât al-‘Allâmah al-Albâniy fit Tashhîhi wat Tadhîf dijelaskan bahwa kata كَرِيْمٌdi hadits tersebut tidak ada di sumber asalnya (manuskrip) sehingga kata ini ditinggalkan karena dianggap tidak termasuk bagian hadits riwayat Imam Tirmidzi.

Namun di kitab Sunan Tirmidzi yang ditahqiq oleh Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi dan Syaikh Ibrahim ‘Athwah ‘Audh juz 5 hadits no 3513, kata كَرِيْمٌ ada di hadits tersebut, jadi kata ini termasuk bagian hadits. Demikian pula di kitab “Jâmial-Ushûl fî Ahâdîts ar-Rasûl” karya Imam Ibnul Atsir yang ditahqiq oleh Syaikh Abdul Qadir al-Arna’uth—juz 4 hadits no 2335; Bab Doa (Kitâb ad-Duâ’), Pasal tentang Doa Hari Arafah dan Lailatul Qadar; kata كَرِيْمٌmemang tercantum di hadits riwayat Imam Tirmidzi tersebut. Wallâhu a‘lam.
Ada pertanyaan, “Apakah sedekah termasuk yang dianjurkan demi menggapai Lailatul Qadar?”
Segala bentuk ketaatan kepada Allah sangat dianjurkan, tak ada yang bernilai kecil di malam Qadar.
Semoga Allah menakdirkan kita bisa meraih Lailatul Qadar di setiap bulan agung Ramadhan, amin.

Daftar Pustaka


Abdullah Ba‘alawi Al-Haddad, al-Habîb, “An-Nashâih ad-Dîniyyah wal-Washâyâ al-Îmâniyyah”

Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah at-Tirmidzi, al-Imâm, “Sunan at-Tirmidziy—tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi dan Syaikh Ibrahim ‘Athwah ‘Audh”, Maktabah Mushthafa al-Bâbiy al-Halbiy Mesir, Cetakan II: 1975/1395 H

Ibnul Atsir al-Jazari, al-Imâm, “Jâmi‘ al-Ushûl fî Ahâdîts ar-Rasûl—tahqiq Syaikh Abdul Qadir al-Arna’uth”, Maktabah Al-Hilwani-Mathba'ah Al-Mallah-Maktabah Dar Al-Bayan, 1970/1390 H

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

Web site:

Tulisan ini lanjutan dari: Menjumpai Lailatul Qadar (2 of 3)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...# 

Friday, August 3, 2012

Menjumpai Lailatul Qadar (2 of 3)


Di kitab المحلى (Al-Muhalla) Ibnu Hazm menyatakan bahwa bila Ramadhan 29 hari, maka malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadhan berada di malam genap puasa, yaitu malam ke-20, 22, 24, 26 atau 28.
فان كان الشهر تسعا وعشرين فأول العشر الاواخر بلا شك؟ ليلة عشرين منه، فهى إما ليلة عشرين، وإما ليلة اثنين وعشرين، وإما ليلة أربع وعشرين، واما ليلة ست وعشرين، واما ليلة ثمان وعشرين، لان هذه هي الاوتار من العشر الاواخر
Andaikata Ramadhan itu 29 hari, maka dapat dipastikan bahwa awal dari sepuluh malam terakhir adalah malam ke-20. Sehingga, lailatul qadar dimungkinkan jatuh pada malam ke-20, atau ke-22, atau ke-24, atau ke-26, atau ke-28. Karena inilah malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir.
Bagaimana penjelasannya? Kita diperintahkan mencari Lailatul Qadar di sepuluh malam terakhir pada malam ganjil. Apabila Ramadhan 29 hari, maka 10 (sepuluh) malam terakhir adalah:
Malam ke-n dari 10 Malam Terakhir
Puasa malam ke-
1
20
2
21
3
22
4
23
5
24
6
25
7
26
8
27
9
28
10
29

Dari tabel di atas, dapat diambil data bahwa malam ganjil bila Ramadahan 29 hari adalah malam ke-20, 22, 24, 26 atau 28.
Malam ke-n dari 10 Malam Terakhir
Puasa malam ke-
1
20
3
22
5
24
7
26
9
28

وان كان الشهر ثلاثين فأول الشعر الاواخر بلا شك ليلة احدى وعشرين، فهى إما ليلة احدى وعشرين، واما ليلة ثلاث وعشرين، واما ليلة خمس وعشرين، واما ليلة سبع وعشرين، واما ليلة تسع وعشرين، لان هذه هي أوتار العشر بلاشك
Andaikata Ramadhan itu 30 hari, maka dapat dipastikan bahwa awal dari sepuluh malam terakhir adalah malam ke-21. Sehingga, lailatul qadar dimungkinkan jatuh pada malam ke-21, atau ke-23, atau ke-25, atau ke-27, atau ke-29. Karena inilah malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir.
Senada dengan penjelasan sebelumnya, apabila Ramadhan 30 hari, maka 10 (sepuluh) malam terakhir adalah:
Malam ke-n dari 10 Malam Terakhir
Puasa malam ke-
1
21
2
22
3
23
4
24
5
25
6
26
7
27
8
28
9
29
10
30

Dari tabel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa malam ganjil bila Ramadhan 30 hari jatuh pada malam ke-21, 23, 25, 27 atau 29.
Malam ke-n dari 10 Malam Terakhir
Puasa malam ke-
1
21
3
23
5
25
7
27
9
29

Menggiatkan amalan di malam genap juga sebagai sikap antisipatif atas perbedaan permulaan Ramadhan antar negara. Demikian pendapat beberapa ulama.
Misal di negara A hari ini mulai Ramadhan sedangkan di negara B mulai besok. Dengan kondisi ini berarti malam 21 di A sama dengan malam 20 di B, begitu juga malam 22 di A sama dengan malam 21 di B. Sebenarnya telah dinasihatkan agar hitungan hari disesuaikan kondisi masing-masing tanpa perlu memandang negara lain karena rahmat Allah sangat luas.
Namun, dalam rangka kehati-hatian maka di setiap malam pada sepuluh hari terakhir Ramadhan harus digunakan sebaik-baiknya, tanpa membeda-bedakan malam genap atau ganjil.

Daftar Pustaka

Abdullah Ba‘alawi Al-Haddad, al-Habib, “An-Nashâih ad-Dîniyyah wal-Washâyâ al-Îmâniyyah”

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

Web site:

Tulisan ini lanjutan dari: Menjumpai Lailatul Qadar (1 of 3)
Tulisan ini berlanjut ke: Menjumpai Lailatul Qadar (3 of 3)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#