Mencari Data di Blog Ini :

Friday, April 6, 2012

Setiap Kita Penyabar (Ketika Belum Ada Masalah) (3 of 3)

Menelaah karya sastra yang begitu “memukau” di atas, mungkin akan muncul komentar-komentar berikut ini:
“Sungguh membosankan!”
“Baru baca tiga alenia (paragraf) saja, saya sudah mengantuk.”
“Tidak realistis.”
“Karya sastra ngawur! Tak mengikuti kaidah yang berlaku, tak ada klimaks, anti klimaks dan lainnya.”
Too good to be true. Lebih khayal dari dongeng anak-anak. Dongeng anak saja masih ada unsur usaha mengatasi berbagai rintangan, tapi cerita tersebut tak tampak perjuangan sedikit pun. Benar-benar cerita di alam mimpi.”
Mari merenung sejenak.
Mengapa tatkala membaca cerpen atau novel yang pelaku-pelakunya tak ada konflik, tak ada yang menderita sakit, tak mengalami kesedihan, tak harus bersusah payah meraih kesuksesan dan tak usah berjuang menggapai harapan, kita malah protes?
Bukankah dalam kenyataan hidup kita sedih mendapat cobaan?
Bukankah dalam kenyataan hidup kita ingin jadi orang kaya, bukan orang miskin papa?
Bukankah dalam kenyataan hidup kita ingin sehat selalu, bahkan flu saja kalau bisa tidak pernah?
Mengapa saat kita sendiri membuat drama kehidupan dalam bentuk cerita, justru kita yang menginginkan sebagian pelakunya mendapat ujian dan cobaan?
Mengapa justru kita yang membuat sebagian pelakunya harus menderita, misalnya sakit parah, kecelakaan atau kehilangan orang yang dicintai seperti ayah, ibu, anak atau istri?
Mengapa justru kita yang menjadikan sebagian pelakunya harus berperan sebagai orang melarat?
Mengapa…?! Mengapa…?! Mengapa…?!
Kira-kira, apa jawaban kita seandainya para pelaku cerita itu protes kepada kita karena peran yang dimainkan tak mengenakkan? Apa kita akan menjawab sudah demikianlah sewajarnya yang disebut cerita? Apa kita akan berargumen bahwa kehidupan memang berjalan seperti itu?
Jika memang demikian adanya, bukankah itu berarti kita tidak perlu protes kepada Allah bila mengalami kesulitan?
Jika memang demikian adanya, bukankah itu berarti kita tak boleh sedih berkepanjangan tatkala mendapat cobaan?
Jika memang demikian adanya, bukankah sabar ketika mendapat musibah tidak perlu lagi dipertanyakan?
Ada ungkapan salah kaprah yang kadang kita ucapkan ketika mendapat rintangan, baik berupa kesulitan hidup, cemoohan, gangguan orang lain atau lainnya, “Sabar itu ada batasnya. Sekarang saya sudah tidak bisa lagi bersabar lagi.”
Sebenarnya sabar itu tak terbatas dan tak bertepi, kita sendirilah yang membatasi. Di kitab “Bahjatul Majâlis wa-Ansul Majâlis Imam Ibnu ‘Abdil Barr menulis:
قاَلَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: اَلصَّبْرُ مِنَ الإِيْمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الجَسَدِ، وَلاَ إِيْمَانَ لِمَنْ لاَ صَبْرَ لَهُ
Sahabat Ali bin Abi Thalib ra. berkata, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi tubuh. Tidak sempurna iman seseorang bila tidak punya kesabaran.”

Senada dengan nasihat tersebut, Ibnul Qayyim menuturkan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi tubuh. Apabila kepala terpotong maka tak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.”

Mencari kata di kamus besar
Supaya makna menjadi jelas
Pahamilah hakikat sabar
Ia tak bertepi maupun berbatas
Lantas, bagaimana kiat agar bisa bersabar? Sekian banyak tips dan trik telah dikemukakan. Salah satunya sebagaimana nasihat bijak berikut ini,
Masalah dalam hidup seperti garam.
Rasa asin(pedih, stres, sakit, penat, pening, lelah dsb.) yang dialami sangat tergantung dari besarnya kalbu yang menampung. Supaya tidak terlalu menderita, janganlah jadi segelas air. Segelas air bila diberi segenggam garam akan terasa sangat asin. Oleh karena itu, jadikan kalbu di dalam dada sebesar danau. Berlapang dadalah, niscaya memanggul masalah apa pun tidak akan terasa berat. ”
Inti nasihat tersebut yaitu semua hal tergantung kepada diri kita sendiri, bukan pada masalah yang terjadi. Masalah sama akan berbeda hasilnya bila disikapi dengan cara berbeda.
Tentang kesabaran, Al-Qur’an bahkan dua kali berpesan agar menjadikan kesabaran (dan shalat) sebagai sarana untuk memperoleh segala yang dikehendaki.
وَاسْتَعِْينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan (melalui) sabar dan (mengerjakan) shalat. (QS al-Baqarah [2] : 45)
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُواْ اسْتَعِْينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْنَ
Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan (melalui) sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS al-Baqarah [2]: 153)
M. Quraish Shihab menerangkan bahwa di ayat-ayat tersebut terlihat yang didahulukan adalah kesabaran, baru shalat. Hal ini bukan saja karena shalat pun membutuhkan kesabaran, tetapi juga karena syarat utama tercapainya yang dikehendaki adalah kesabaran dan ketabahan dalam memperjuangkannya. Kebajikan dan kedudukan tertinggi diperoleh seseorang karena kesabarannya.
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. (QS as-Sajadah [32]: 24)
Orang sabar diberi keberkahan, rahmat dan petunjuk. Ganjaran pahala bagi penyabar juga sangat besar. Sekian banyak ayat berbicara tentang kemuliaan sifat sabar.
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا ِللهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ (157)
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innâ lillâhi wa innâ ilayhi râji‘ûn (sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami kembali)”.
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
(QS al-Baqarah [2]: 156-157)
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS az-Zumar [39]: 10)
Sabar biasanya pahit di awal, namun manis di akhir. Semoga Allah senantiasa memberi rahmat dan menolong kita sehingga bisa menjadi penyabar, amin.

Daftar Pustaka


Achmad Faisol, “Muhâsabah (Introspeksi Diri)Apakah Implementasi Keberagamaan (Islam) Kita Ada yang Kurang?!”, Ebook, April 2011/ Jumadal Ula 1432 H
M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits


#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...# 

0 comments:

Post a Comment