b. Pukul Berapa
Mulai Bersiap-Siap?
Sejak pukul berapa kita “berjaga-jaga” demi
mendapatkan Lailatul Qadar? Apakah sejak jam 12 malam (24:00)?
Habib Munzir Almusawa—pimpinan Majelis Rasulullah, Jakarta—menjelaskan
bahwa hendaknya kita tak pernah meninggalkan tarawih. Itu berarti tak mutlak
dimulai tengah malam. Habib Munzir menjelaskan bahwa L‘
Dari
penjelasan tersebut, bisa kita ambil kesimpulan juga bahwa kita harus meraih semenjak maghrib.
Syaikhul Islam Ibnu Hazm juga menerangkan bahwasanya jika ada orang berkehendak
i’tikaf di masjid selama satu malam, maka maghrib sudah harus di masjid.
Hal ini selaras dengan makna “malam” menurut
ajaran agama. Di kamus al-Mu‘jam al-Wasîth yang
disebut malam (الليل) menurut
syariat adalah semenjak matahari
terbenam (Maghrib) hingga terbit fajar (Subuh).
(اللَّيْلُ)
ما يَعقُب النهارَ من الظَّلام وهو من مَغربِ الشمس إلى طلوعها وفي لسان الشرع من مغربها
إلى طلوع الفجر ويقابل النهار
Dari
uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan juga bahwa kita harus tetap menata
diri dan hati hingga Subuh.
Memang
ada kebiasaan masyarakat melakukan i’tikaf pukul 24:00, 01:00 atau 02:00 dini
hari. Kemudian, 45 menit – 1 jam sebelum Subuh digunakan untuk sahur. Namun, hal
itu bukanlah keharusan. Apabila suatu hari kita tidak bisa i’tikaf pada jam-jam
di atas, mungkin karena kelelahan, maka sebelum Subuh harus dijaga, karena itu sampai Subuh.
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
Malam itu (penuh)
kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS
al-Qadr [97]: 5)
Jangan
lupa sejak Maghrib senantiasa menata diri dan berniat i’tikaf tatkala berada di
masjid. Jadi, ketika ketika hendak shalat Maghrib berjamaah di masjid,
hendaklah niat i’tikaf. Begitu pula ketika datang lagi untuk shalat Isya’ dan
Tarawih. Intinya, selalu berniat i’tikaf ketika di masjid.
Sebenarnya
i’tikaf berlaku setiap saat, tidak hanya saat Ramadhan. Hanya saja istilah
i’tikaf membahana tatkala bulan suci Ramadhan terutama sepuluh hari terakhir.
Perlu
kita ingat lagi bahwa selama Ramadhan hakikatnya kita harus memperbanyak ibadah
setiap saat, tak perlu menunggu malam. Bahkan, di luar Ramadhan pun kita tetap
harus menata diri dan hati.
c. Ibadah Apa yang
Dikerjakan?
I’tikaf
adalah ibadah yang telah diketahui khalayak umum dalam menyongsong Lailatul
Qadar. Ketika i’tikaf semua jenis ibadah sangat dianjurkan, misalnya shalat,
membaca Al-Qur’an, berdzikir dan berdoa. Secara umum jenis doa apa pun tetap
baik. Namun, ada doa yang diajarkan Rasulullah saw khusus di malam al-Qadar, yaitu:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ
عَنِّيْ
Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia.
Engkau mencintai orang-orang yang memohon maaf maka maafkanlah hamba (hapuslah
dosa-dosa hamba).
Lafazh doa dari riwayat lain tanpa
kata كَرِيْمٌ, sehingga bisa dikatakan inti doa identik.
Adapun sumber lafazh doa di atas berdasarkan hadits berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ قاَلَتْ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ
إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُوْلُ فِيْهَا قَالَ قُوْلِيْ
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
Dari
Sayyidah Aisyah ra beliau berkata, “Aku berkata, ‘Ya Rasulullah, menurut
pandanganmu jika aku mengetahuï suatu malam adalah Lailatul Qadar, apa yang
harus aku ucapkan?’ Rasulullah menjawab, ‘Katakanlah (berdoalah): Allâhumma Innaka ‘Afuwwun Karîm, Tuhibbul
‘Afwa Fa‘fu ‘Anniy
(Ya Allah
sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia. Engkau mencintai orang-orang
yang memohon maaf maka maafkanlah hamba (hapuslah dosa-dosa hamba))’.” (HR Tirmidzi)
Di kitab “Tarâju‘ât al-‘Allâmah
al-Albâniy fit Tashhîhi wat Tadh‘îf” dijelaskan bahwa kata كَرِيْمٌdi hadits tersebut tidak ada di sumber asalnya
(manuskrip) sehingga kata ini ditinggalkan karena dianggap tidak termasuk
bagian hadits riwayat Imam Tirmidzi.
Namun di kitab Sunan Tirmidzi
yang ditahqiq oleh Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi dan
Syaikh Ibrahim ‘Athwah ‘Audh
juz 5 hadits no 3513, kata كَرِيْمٌ ada di hadits tersebut, jadi kata ini termasuk
bagian hadits. Demikian pula di kitab “Jâmi‘ al-Ushûl fî
Ahâdîts ar-Rasûl” karya
Imam Ibnul Atsir yang ditahqiq oleh Syaikh Abdul Qadir al-Arna’uth—juz 4 hadits no 2335; Bab Doa (Kitâb
ad-Du‘â’), Pasal tentang Doa Hari Arafah dan Lailatul Qadar; kata كَرِيْمٌmemang
tercantum di hadits riwayat Imam Tirmidzi tersebut. Wallâhu
a‘lam.
Ada pertanyaan, “Apakah sedekah
termasuk yang dianjurkan demi menggapai Lailatul Qadar?”
Segala bentuk ketaatan kepada
Allah sangat dianjurkan, tak ada yang bernilai kecil di malam Qadar.
Semoga Allah menakdirkan kita
bisa meraih Lailatul Qadar di setiap bulan agung Ramadhan, amin.
Daftar
Pustaka
Abdullah Ba‘alawi Al-Haddad, al-Habîb, “An-Nashâih ad-Dîniyyah wal-Washâyâ al-Îmâniyyah”
Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah at-Tirmidzi, al-Imâm, “Sunan at-Tirmidziy—tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi dan Syaikh Ibrahim ‘Athwah ‘Audh”, Maktabah Mushthafa al-Bâbiy al-Halbiy Mesir, Cetakan II: 1975/1395 H
Ibnul Atsir al-Jazari, al-Imâm, “Jâmi‘ al-Ushûl fî Ahâdîts ar-Rasûl—tahqiq Syaikh Abdul Qadir al-Arna’uth”, Maktabah Al-Hilwani-Mathba'ah Al-Mallah-Maktabah Dar Al-Bayan, 1970/1390 H
Software:
Maktabah
Syamilah al-Ishdâr
ats-Tsâlits
Web
site:
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=18348,
“Re:Lailatul Qodr
- 2008/09/23 13:17”
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_content&task=view&id=235&Itemid=1,
“Malam Lailatul Qadar”
0 comments:
Post a Comment