Mencari Data di Blog Ini :

Friday, June 8, 2012

Bicara Baik atau Diam (2 of 2)

Kala menulis komentar, entah di forum, jejaring sosial, media online atau apa pun dan tidak ada yang tahu identitas kita sebenarnya, apakah komentar kita tetap merdu di telinga ataukah sembarangan bahkan sah-sah saja merendahkan komentator lain?
Ketika menulis sebuah posting atau artikel, apakah isi yang dikandung bebas dari sindiran, cemoohan, caci-maki dan kalimat-kalimat bernada permusuhan”?
Boleh jadi kita berargumen, Ah, itu kan hanya sekedar pelampiasan kekesalan. Orang lain juga begitu, kok! Boleh dong saya berlaku sepadan. Toh saya juga senantiasa shalat, puasa, baca Al-Qur’an, sedekah, rajin mengaji ilmu-ilmu agama serta ibadah lainnya.”
Untuk menjawab argumentasi di atas, mari kita perhatikan, resapi dan renungi dua hadits berikut ini:
كَفَى بِالْمَرْءِ شَرًّا أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمُ
Cukuplah dikatakan buruk akhlaknya ketika ia menghina (merendahkan) saudara sesama muslim. (HR Muslim)

أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ. قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
 Tahukah kalian siapakah orang bangkrut? Para sahabat menjawab, “Orang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham (uang) dan harta.” Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut di antara umatku ialah orang yang pada hari kiamat datang dengan membawa (pahala) shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh (berzina), dan makan harta orang lain serta menumpahkan darah dan memukul orang lain (tanpa haq). (Untuk menegakkan keadilan) pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka (yang dizhalimi) diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka. (HR. Muslim)
Apa kita mau disebut memiliki akhlak buruk? Bagaimana bila kita bermimpi bertemu Rasulullah saw lalu beliau menyebut kita berakhlak buruk? Tidak malukah kita?
Apa kita mau pahala ibadah yang kita lakukan dengan segenap pikiran, tenaga bahkan biaya ternyata di akhirat kelak hampa karena habis dibagi-bagikan kepada orang lain? Kita yang ibadah tak mendapat apa-apa, justru orang lain menikmati pahalanya. Sungguh sebuah  kebangkrutan nyata!
Apa kita mau menerima limpahan dosa orang lain di akhirat kelak? Kita senantiasa berdoa agar dosa kita terhapus, tapi ini malah kita mendapat ”hibah” dosa orang lain. Tak ada kerugian melebihi kerugian seperti ini!
Kita sangat pandai berteori tentang keagamaan, tapi pada praktiknya NOL BESAR. Tidak terasakah kita dengan kondisi diri seperti ini?
Tentang perlakukan sepadan, apa ucapan kasar harus dibalas hinaan, cacian dibalas makian, ketidaksopanan dibalas arogansi serta ketidakbaikan dibalas kejahatan? Apa seperti ini tuntunan agama kita?
Rasulullah saw. bahkan melarang memaki orang-orang musyrik yang terbunuh dalam perang Badar. Di buku “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fî Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin” dicantumkan sebuah hadits:
لاَ تَسُبُّوْا هَؤُلاَءِ فَإِنَّهُ لاَ يَخْلُصُ إِلَيْهِمْ شَيْئٌ مِمَّا تَقُوْلُوْنَ وَتُؤْذُوْنَ اْلأَحْيَاءَ أَلاَ إِنَّ الْبَذَاءَ لُؤْمٌ
Janganlah kamu mencaci-maki mereka, karena tidak ada yang dapat membersihkan kata-kata yang kamu ucapkan terhadap mereka (maksudnya orang yang terbunuh di perang Badar), dan kamu menyakiti orang-orang yang hidup. Ingatlah sesungguhnya lidah yang kotor (kata-kata kasar) itu tercela". (HR Ibnu Abi Dunya secara mursal, sedangkan rijalnya dapat dipercaya (tsiqah))
Betapa indahnya ajaran Ilahi yang dibawa Rasulullah saw. Betapa agungnya ajaran agama ini dalam ber-muâsyarah (pergaulan) maupun muâmalah (hubungan transaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup). Betapa luhurnya ajaran Islam dalam berperilaku.
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلاَ اللَّعَّانِ وَلاَ الْفَاحِشِ وَلاَ الْبَذِيءِ
Seorang mukmin tidak akan menyakiti, melaknat, berkata keji dan berkata kasar. (HR Abu Ya’la, Baihaqi, Bukhari di Adâbul Mufrad, Hakim, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Hibban, Thabrani dan Tirmidzi. Adapun lafazh hadits menurut riwayat Imam Tirmidzi)
KH. Asrori al-Ishaqi rahimahullâh—pendiri Pesantren Al-Fithrah Jl. Kedinding Lor Surabaya—pernah menasihatkan bahwa buah dari dzikir, baca Al-Qur’an dan ibadah yang kita kerjakan adalah akhlak mulia. Siapa senantiasa berdzikir tapi belum berakhlak baik dalam keseharian, maka dzikir yang dilakukan belum berbuah. Demikian petuah bijak beliau.
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحَاسِنُهُمْ أَخْلاَقًا
Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya. (HR Thabrani)

Daftar Pustaka


Achmad Faisol, “Muhâsabah (Introspeksi Diri)Apakah Implementasi Keberagamaan (Islam) Kita Ada yang Kurang?!”, Ebook, April 2011/ Jumadal Ula 1432 H
MA. Sahal Mahfudh, KH, “Nuansa Fiqih Sosial”, LKiS, Cetakan VI: Maret 2007
Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fî Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

Web site:
http://abumuthi.multiply.com/reviews/item/84, “Menjaga Lisan Agar Selalu Berbicara Baik”

Tulisan ini lanjutan dari : Bicara Baik atau Diam (1 of 2)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...# 

0 comments:

Post a Comment