Mencari Data di Blog Ini :

Friday, May 4, 2012

Muslim Keturunan “vs” Muslim Pencarian (1 of 4)

Entah dari mana asalnya sehingga muncul istilah baru, yaitu “Muslim Keturunan” dan “Muslim Pencarian”. “Muslim Keturunan” artinya otomatis beragama Islam sejak lahir karena orang tua beragama Islam. Adapun “Muslim Pencarian” maksudnya waktu lahir di KK tertulis non muslim, setelah dewasa mencari jati diri dan keyakinan diri, lalu meyakini Islam sebagai agama yang benar, kemudian masuk Islam.

Ada yang berkata bahwa “Muslim Pencarian” lebih rajin mendalami ajaran agama dibandingkan “Muslim Keturunan”. Diutarakan bahwa di negara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Indonesia, terbukti banyak yang belum memahami ajaran agama secara mendalam, sedangkan muallaf lebih giat mengaji.

Benarkah tesis ini? Kesimpulan seperti ini tidaklah benar. Mengapa? Sekian banyak ulama yang karyanya sering kita pelajari terlahir dari orang tua muslim. Lantas, bagaimana dengan kasus yang diajukan di atas?

Sebuah kelaziman, bila di sebuah negara mayoritas penduduk beragama X, maka orang yang kurang memahami ajaran agama X jadi terlihat banyak. Bahkan, orang yang bermasalah, misalnya dengan hukum juga lebih banyak yang beragama X, dibandingkan pemeluk agama lain. Ini sebuah kewajaran dan termaklumi.

Secara mudah, prosentasi sama menghasilkan angka berbeda. Misal jumlah penduduk muslim 100.000.000 orang, sedangkan non muslim 10.000.000. Andaikata disebut 10% saja penduduk muslim kurang rajin beribadah, jumlahnya sama dengan keseluruhan penduduk non muslim, yaitu 10.000.000 orang.

Jadi, tidak bisa dikatakan jumlah penduduk muslim yang kurang beribadah jauh lebih banyak daripada jumlah penduduk non muslim yang kurang rajin beribadah. Kuantitas asal tetap harus dipertimbangkan.

Hal yang sama berlaku untuk semua bidang. Untuk kasus yang diajukan, karena jumlah orang yang terlahir dari keluarga muslim jauh lebih banyak, maka secara hitungan angka tentu jumlah yang kurang rajin mendalami ajaran agama terlihat banyak.

Apa pun alasannya, dikotomi “Muslim Keturunan” dan “Muslim Pencarian” seharusnya tak perlu terjadi. Menjadi muslim adalah karunia tak terhingga. 


Menuntut ilmu ke sekolah
Demi menggapai angan-angan
Syukurilah anugerah hidayah
Janganlah kita pertentangkan

Allah berfirman:


إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong. (QS Âli ‘Imrân [3]: 91)

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih. (QS al-Mâidah [5]: 36)

Atas dasar ayat-ayat tersebut, Prof. Dr. HM Roem Rowi—guru besar ilmu Al-Qur’an IAIN Sunan Ampel Surabaya—menerangkan bahwa keimanan tidak bisa dibeli dengan apapun, misalnya ditukar dengan emas sepenuh bumi, ditambah lagi emas sepenuh bumi dan apa pun.

Sayangnya, kita cenderung kurang menjaga keimanan, misalnya malas mengaji, kurang tekun dalam ibadah-ibadah sunnah dan hal-hal lain demi mempertahankan dan meningkatkan stabilitas keimanan. Entah mengapa!

Misal kita punya emas, baik berbentuk perhiasan maupun batangan total seberat 10 ton (10.000 kg atau 10.000.000 gram). Wow! Bisa kita hitung sendiri bila 1 gram seharga Rp 400.000,- saja, maka yang kita miliki sejumlah Rp 4.000.000.000.000,- (4 triliun rupiah). Bayangkan!

Apa yang akan kita lakukan terhadap emas tersebut?
Apa akan kita biarkan saja?
Apa kita akan cuek bebek terhadap apa pun yang akan, sedang dan telah terjadi pada emas kita?
Apa kita akan membiarkan bila emas tersebut ada yang hilang sedikit dengan dalih toh hanya sedikit? Dan itu kita biarkan terus-menerus?
Apa kita akan enggan berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan emas kita?

Memang, kita lebih tertarik pada sesuatu yang tampak terlihat mata.
Memang, kita lebih menyukai sesuatu yang terjadi saat ini.
Memang, kita lebih bersemangat bila sesuatu itu bisa untuk membeli apa pun yang kita inginkan di dunia ini.

Namun, janganlah kita lupakan bahwa hidup ini bukan untuk mati. Hidup ini untuk hidup lagi yang langgeng, untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita di kehidupan saat ini.

وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى
dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan. (QS adh-Dhuhâ [93]: 4)

وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS al-A‘lâ [87]: 17)

Daftar Pustaka


Achmad Faisol, “Muhâsabah (Introspeksi Diri)Apakah Implementasi Keberagamaan (Islam) Kita Ada yang Kurang?!”, Ebook, April 2011/ Jumadal Ula 1432 H

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits


#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...# 

3 comments:

  1. Ya allah yang membolak balikan hati manusia. Teguhkan imanku di jalanmu ya allah.
    Cukupkan aku dengan pengetahuanku atasmu
    Jangan kau ragukan hati ku ya allah.
    Sesungguhnya hamba tak ingin menjadi umat kafir maupun munafiq
    Amin ya allah

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah, saya islam. Semoga sampai kapanpun saya masih islam.

    ReplyDelete