Mencari Data di Blog Ini :

Friday, April 1, 2011

Tidak Ada Amalan Sepele

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ

Siapa mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (QS az-Zalzalah [99]:7)


Prof. M. Quraish Shihab menerangkan bahwa tidak ada amal kecil di akhirat nanti. Amal sekecil apa pun menurut kita di dunia ini akan menjadi berita besar (Naba’). Oleh karena itu arti kata “Nabi” adalah pembawa berita besar.

عَمَّ يَتَسَاءَلُونَ . عَنِ النَّبَإِ الْعَظِيمِ

Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita besar (QS an-Naba' [78]: 1-2)

Di tafsir Ibnu Jarir ath-Thabary, ada beberapa pendapat mufassir tentang maksud “Berita besar,” yaitu:

1. Al-Qur'an: أريد به القرآن

2. Kebangkitan setelah mati: وهو البعث بعد الموت

3. Hari Kiamat: يوم القيامة


Berikut ini hal-hal yang menunjukkan bahwa amal sekecil apa pun menurut kita, mempunyai dampak yang sangat besar:


1. Kisah wanita tuna susila yang diampuni dosanya karena memberi minum anjing yang sedang kehausan.


غُفِرَ لِامْرَأَةٍ مُومِسَةٍ مَرَّتْ بِكَلْبٍ عَلَى رَأْسِ رَكِيٍّ يَلْهَثُ قَالَ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ فَنَزَعَتْ خُفَّهَا فَأَوْثَقَتْهُ بِخِمَارِهَا فَنَزَعَتْ لَهُ مِنْ الْمَاءِ فَغُفِرَ لَهَا بِذَلِكَ

Telah diampuni seorang wanita pezina yang lewat di depan anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Dia berkata, "Anjing ini hampir mati kehausan". Lalu dilepasnya sepatunya lalu diikatnya dengan kerudungnya lalu diberinya minum. Maka diampuni wanita itu karena memberi minum. (HR Bukhari)


أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِي يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنْ الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا


Pada suatu hari yang sangat panas seorang wanita tuna susila melihat seekor anjing, anjing tersebut mengelilingi sebuah sumur sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan, maka kemudian wanita tersebut mencopot sepatunya dan memberi minum anjing tersebut. Allah pun kemudian mengampuni dosa-dosanya. (HR Muslim)


2. Kisah di kitab “Al-Mawâ‘izh al-‘Ushfûriyyah” karya Syaikh Muhammad bin Abu Bakar tentang Sahabat Umar bin Khattab ra. dan seorang anak kecil.

Suatu hari Sahabat Umar Bin Khattab ra. berjalan menyusuri lorong-lorong Madinah. Sampailah beliau di suatu tempat di mana ada seorang anak sedang memegang seekor burung emprit (‘ushfûri) dan memainkannya.

Sahabat Umar ra. tak tega melihat kondisi burung yang nampak ingin terbang bebas tanpa himpitan tangan si anak. Oleh karena rasa kasih sayang terhadap sesama makhluk Allah, maka dibelilah burung itu, lalu dilepaskan.

Suatu ketika—setelah Sayyidina Umar bin Khattab meninggalkan dunia fana ini—banyak ulama bermimpi bertemu beliau. Para ulama bertanya tentang keadaan beliau,

“Apa yang telah Allah perbuat padamu, wahai Sahabat Umar?”

“Allah telah mengampuniku dan mengesampingkan siksaan untukku,” jawab Sahabat Umar.

“Hal apakah yang membuatmu diperlakukan demikian? Apakah karena kedermawananmu? Atau karena keadilanmu? Ataukah karena kezuhudanmu?”

“Ketika kalian meletakkan aku ke dalam liang lahat, menutupinya dengan tanah, lalu meninggalkan aku sendiri, datanglah dua malaikat yang membuatku ketakutan. Mereka memegangku, mendudukkanku kemudian hendak menanyaiku. Tiba-tiba aku mendengar Allah berseru kepada para malaikat,

‘Janganlah kalian membuat takut hamba-Ku karena Aku meyayanginya. Sesungguhnya ia telah menyayangi burung emprit tatkala di dunia, maka rahmat-Ku terlimpah kepadanya.’”


Wallâhu a‘lam bish shawâb.

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

Allah menyanyangi orang-orang penyayang. Sayangilah seluruh makhluk di muka bumi, niscaya seluruh penghuni langit akan menyayangimu. (HR Abu Daud, Ibnu Abi Syaibah, Thabrani dan Tirmidzi)


3. Prof. Quraish Shihab menceritakan bahwa suatu ketika Imam Ghazali ketika menulis, lalu ada lalat meminum tinta beliau. Beliau bersyukur karena peristiwa ini terjadi. Beliau menyatakan bahwa mungkin amal inilah yang akan menyelamatkan beliau di alam berikutnya.

Al-Ghazali menasihatkan dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, “Janganlah engkau menghina ketaatan sekecil apa pun hingga membuat engkau tidak mengerjakannya, dan kemaksiatan sekecil apa pun hingga membuat engkau tidak meninggalkannya. Seperti wanita pemintal yang malas untuk memintal benang, karena ia hanya mampu mengerjakan satu benang saja dalam satu jam, dan ia berkata, ‘Apa manfaatnya satu benang itu? Kapan akan dapat menghasilkan satu baju?’ Ia tidak menyadari bahwa seluruh baju di dunia ini diciptakan dari satu benang dengan benang lainnya, dan seluruh dunia yang luas ini disusun dari atom-atom kecil. Maka, berdoa dengan menangis dan istighfar dengan hati adalah kebaikan yang tidak akan sia-sia di sisi Allah SWT.”


Dalam keseharian, berikut ini contoh ibadah yang terlihat kecil/sederhana bagi kita sehingga sering terabaikan:

1. Bila lampu lalu lintas berwarna merah, maka kita harus berhenti. Bahkan ada yang menerangkan bahwa saat lampu kuning kita siap-siap berhenti, bukan melaju kendaraan sekencang mungkin.

Janganlah kita memotong hak orang lain Mungkin ada yang sedang tergesa-gesa, misalnya ada keluarga yang sakit, memenuhi undangan penting, menuju bandara atau lainnya.

2. Kalau ada mobil/motor hendak belok kanan kemudian menyalakan lampu riting/sein kanan, kita lewat sebelah kirinya bila ingin melewati/mendahului, bukan menyalip lewat kanan, karena mobil/motor tersebut mau belok kanan.

Kejadian ini beberapa kali penulis alami. Saat penulis mau belok kanan sambil menyalakan lampu sein kanan, ternyata pengendara motor di belakang penulis malah menyalip dari kanan. Kondisi ini tentu menyulitkan kedua belah pihak. Anehnya, pengendara tersebut marah-marah kepada penulis. Sungguh, pemahaman bahwa sesama muslim bersaudara, agar kita menghormati orang lain dan sejenisnya hanya ada di masjid dan pengajian. Adakah pemahaman tersebut masih ada di jalan raya?!

3. Di toilet umum, bila ada yang buang air kecil tapi belum disiram, kita siram saja supaya orang lain tidak terganggu. Tidak perlu mengomel, cukup tindakan. Tapi, bila kita yang buang air, jangan lupa disiram.

4. Membuang sampah di tempat yang disediakan.

Penulis yakin kita bisa menambah daftar tersebut sampai berpuluh-puluh baris.

Mungkin kita membantah dengan beragumen, “Tapi kan, saya sudah shalat wajib, shalat tahajud, puasa, baca Al-Qur'an, sedekah dan berbagai ibadah lain. Cukuplah itu semua untuk tabungan di akhirat nanti. Jadi wajar kalau amal-amal kecil seperti yang dicontohkan tidak saya kerjakan.”

Coba kita jawab pertanyaan berikut ini:

“Apakah malaikat pernah mengabari kita bahwa semua ibadah kita diterima oleh Allah?”
“Apakah malaikat pernah memberi tahu kita bahwa dosa kita telah diampuni-Nya?”


Tidak ada yang tahu apakah segala macam ibadah yang kita kerjakan diterima oleh Allah atau sebaliknya.
Tidak ada yang tahu mana di antara amal ibadah kita yang akan menyelamatkan kita.


Jika memang amal yang terlihat remeh-temeh menurut kita tak perlu dikerjakan, lantas buat apakah Allah berfirman seperti di QS az-Zalzalah [99]:7? Buat apakah Imam Ghazali memberi nasihat agar jangan meremehkan amal sekecil apapun sehingga kita tidak melaksanakannya? Buat apa para ulama melakukan amal-amal yang tampak kecil sedangkan beliau-beliau senantiasa menunaikan ibadah-ibadah wajib dan sunnah secara istiqamah?


Dengan kenyataan ini, apakah kita masih meremehkan amal-amal yang terlihat kecil menurut kita?


Daftar Pustaka:

  • Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits
  • Muhammad bin Abu Bakar, asy-Syaikh, “Al-Mawâ‘izh al-‘Ushfûriyyah”

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

2 comments:

  1. terima kasih atas infonya..
    mohon copi paste..maturnuwun

    ReplyDelete
  2. daris
    dariz_muhammad@yahoo.com

    ReplyDelete