Seorang hamba tidak lepas dari tiga keadaan, yaitu dalam ketaatan, kemaksiatan dan hal yang mubah. Murâqabah dalam ketaatan adalah dengan hati yang ikhlas, menyempurnakannya, menjaga adab dan memeliharanya dari berbagai cacat. Jika ia melakukan kemaksiatan, maka murâqabah-nya adalah dengan bertaubat, menyesal, meninggalkan langsung kemaksiatan itu, merasa malu dan sibuk melakukan tafakkur. Apabila ia dalam hal yang mubah, maka murâqabah-nya adalah dengan menjaga adab, menyaksikan Sang Pemberi nikmat dalam kenikmatan yang dikecapnya lalu mensyukurinya. Hendaknya kita mengawasi diri sendiri di setiap waktu dalam tiga hal tersebut.
Adapun tentang takut kepada Allah, seorang ahli fiqh, Abul Laits as-Samarqandi mengatakan bahwa tanda rasa takut kepada-Nya tampak jelas dalam delapan perkara, yaitu:
1. Lisan
Kita menahan dan mencegah lisan dari dusta, menggunjing (ghibah) dan berkata yang berlebih-lebihan. Kita berusaha menyibukkan lisan untuk berdzikir kepada Allah, membaca Al-Qur’an dan mempelajari ilmu.
2. Perut
Kita tidak akan memasukkan apa pun ke dalam perut kecuali yang halal dan secukupnya (tidak berlebih-lebihan).
3. Penglihatan
Kita tidak mau melihat kepada sesuatu yang haram. Kita melihat segala sesuatu sebagai i‘tibar atau teladan.
4. Pendengaran
Kita tidak mau mendengarkan kecuali yang haq (benar).
5. Tangan
Kita tidak akan mengulurkan dan mengayunkan tangan kepada yang haram. Kita melakukannya hanya untuk sesuatu yang menyangkut perbuatan taat kepada Al-Haqq, Allah SWT.
6. Kaki
Kita tidak berjalan dalam perbuatan durhaka kepada Allah, tapi selalu berjalan dalam ketaatan kepada-Nya.
7. Hati
Kita menghindarkan hati dari rasa permusuhan dan memenuhi hati dengan nasihat serta rasa kasih sayang. Kita juga kuatir mempunyai penyakit-penyakit hati, yaitu kafir, munafik, fasik, syirik, riya’, cinta kedudukan dan jabatan, dengki (hasud), membanggakan diri (‘ujub), sombong (takabbur), pelit, tertipu dengan angan-angan kosong (ghurûr), kemarahan dan zhalim, (terlalu) cinta dunia dan mengikuti hawa nafsu.
Tentang angan-angan kosong, Ibnul Qayyim membuat sebuah perumpamaan, “Mengarungi hamparan bahtera angan-angan tak bertepi hanya dikerjakan oleh orang-orang bangkrut. Barang dagangan para penumpangnya adalah janji-janji setan dan hayalan yang menipu. Gelombang angan-angan dusta serta hayalan batil terus bergulung-gulung mempermainkan penumpang, seperti anjing mempermainkan bangkai.”
8. Taat
Kita takut dan kuatir terhadap ketaatan kepada Allah, maka kita selalu berusaha untuk menjadikan ketaatan kita murni dan ikhlas hanya untuk Allah semata.
Syaikh Abu Ali ad-Daqqaq—guru Imam al-Qusyairi—pernah berkata, “Takut kepada Allah mempunyai beberapa tingkatan, yaitu khawf, khasy-yah dan haybah.”
Khawf merupakan bagian dari syarat-syarat iman dan hukum-hukumnya, sebagamana firman Allah SWT:
وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.
(QS Âli ‘Imrân [3]: 175)
Khasy-yah merupakan bagian dari syarat-syarat mengenal ilmu. Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَۤاءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (QS Fâthir [35]: 28)
Sedangkan haybah merupakan bagian dari syarat-syarat ma‘rifat (mengenal Allah). Haybah adalah rasa takut yang bersumber dari rasa hormat terhadap-Nya. Firman Allah:
وَيُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ
Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya.
(QS Âli ‘Imrân [3]: 30)
(QS Âli ‘Imrân [3]: 30)
Abdul Qasim al-Hakim menerangkan bahwa orang yang takut kepada sesuatu, maka ia akan lari darinya. Adapun orang yang takut kepada Allah, maka ia akan lari kepada-Nya.
Di hadapan Tuhan
Tak ada yang bisa disembunyikan
Dan tak ada yang luput dari perhitungan
Di hari pembalasan, si pendosa sesali perbuatan
Seluruh catatan amal besar dan kecil diperlihatkan
Seluruh ruh dikembalikan, seluruh amal diputuskan
Ke surga penuh nikmat, atau neraka penuh siksaan
Dan para pemuja dunia tak pernah memperkirakan
Ada kehidupan yang abadi setelah kematian
(karya Ibnu Hazm al-Andalusi)
Daftar Pustaka :
- Abul Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi an-Naisaburi, asy-Syaikh, “Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf (Ar-Risâlah al-Qusyairiyyah fî ‘Ilmi at-Tashawwuf)”, Pustaka Amani, Cetakan I : September 1998/Jumadil Ula 1419
- ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama : Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006
- Ibnu Hazm al-Andalusi, “Di Bawah Naungan Cinta (Thawqul Hamâmah) – Bagaimana Membangun Puja Puji Cinta Untuk Mengukuhkan Jiwa”, Penerbit Republika, Cetakan V : Maret 2007
- Salim Bahreisy, “Tarjamah Tanbihul Ghafilin (karya Syaikh Abul Laits as-Samarqandi) – Peringatan Bagi Yang Lupa – Jilid 1 dan 2”, PT Bina Ilmu
Tulisan ini lanjutan dari : Ihsan, Di manakah Dikau? (2 of 5)
Tulisan ini berlanjut ke : Ihsan, Di manakah Dikau? (4 of 5)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#
0 comments:
Post a Comment