Mencari Data di Blog Ini :

Friday, December 4, 2009

Shalat Rajin Tapi Malas Bekerja (2 of 3)

Sedikit menyimpang dari pembahasan shalat; pada saat mengaji di pesantren, penulis dan semua santri selalu dinasihati oleh Kyai pengasuh pesantren agar jangan bermalas-malasan ketika menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Justru ketika berpuasa harus menunjukkan semangat tinggi dalam beribadah. Ibadah dalam arti seluas-luasnya, segala sesuatu yang diniatkan untuk mencari ridha Allah. Kalau dengan puasa kita lemas, tidur-tiduran dan malas belajar atau bekerja, maka secara tidak langsung kita durhaka kepada Rasulullah sebagai pembawa risalah. Itulah pesan yang terus-menerus disampaikan oleh Kyai kami di pesantren dulu.


Kembali ke pembahasan shalat, Ary Ginanjar Agustian menjelaskan bahwa shalat merupakan anugerah Allah yang sangat besar.

Shalat adalah metode yang sangat sempurna, karena ia tidak hanya bersifat duniawi namun juga bermuatan nilai-nilai spiritual. Di dalamnya terdapat sebuah totalitas yang terangkum secara dinamis kombinasi gerak (fisik), emosi (rasa) dan hati (spiritual). Dalam shalat, segenap eksistensi kita terlibat dalam satu peristiwa yang menggetarkan kalbu.


Dalam hubungannya dengan pekerjaan, dengan shalat yang baik dan benar, maka kita seharusnya bisa menjadi seorang sufi korporat (The Corporate Mystic). Berikut ini beberapa ciri sikap seorang sufi korporat, berdasarkan hasil penelitian Gay Hendricks dan Kate Ludeman :

  • Kejujuran sejati
    Rahasia pertama untuk meraih sukses adalah dengan selalu berkata jujur. Mereka menyadari bahwa ketidakjujuran kepada pelanggan, komisaris, direksi, pemerintah dan masyarakat, pada akhirnya akan mengakibatkan diri mereka terjebak dalam kesulitan yang berlarut-larut. Total dalam kejujuran menjadi solusi, meskipun kenyataannya bisa begitu pahit.

  • Keadilan
    Salah satu skill para sufi korporat adalah mampu bersikap adil kepada semua pihak, bahkan saat ia terdesak. Mereka berkata, “Pada saat saya berlaku tidak adil, berarti saya telah mengganggu keseimbangan dunia.”

  • Mengenal diri sendiri
    Para sufi korporat menyadari bahwa fisik, pikiran dan jiwanya adalah alat-alat yang penting untuk dipahami dan dipelajari. Oleh karena itu, mereka mempelajari motivasi dan perasaan mereka, sekaligus membantu orang-orang di sekitar mereka untuk mengenal diri mereka. Mereka mengatakan, “Kami belum pernah menemukan seseorang yang benar-benar sukses yang tidak melakukan pengenalan terhadap diri mereka sendiri setiap hari.” Mereka selalu terbuka dan bersemangat, juga menerima umpan balik bahkan kritik.

  • Fokus pada kontribusi
    Jarang ditemukan ada pemimpin tingkat tinggi yang dimotivasi oleh keserakahan. Sebagian besar sangat memperhatikan kesejahteraan dan pemberdayaan orang lain.

  • Spiritualisme non dogmatis
    Landasan spiritualisme mereka bersifat universal, namun abadi. Mereka memiliki kemampuan melihat di balik perbedaan, sampai ke dasar-dasar spiritual yang hakiki.

  • Bekerja efisien
    Para sufi korporat mampu memusatkan semua perhatian mereka pada pekerjaannya saat itu, dan begitu juga saat mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Mereka menyelesaikan pekerjaannya dengan santai, namun mampu memusatkan perhatian mereka saat belajar dan bekerja sekaligus.

  • Membangkitkan hal terbaik dalam diri sendiri maupun orang lain
    Mereka tahu betul bahwa di balik diri seseorang terdapat sebuah “topeng” yang menyembunyikan jati dirinya. Umumnya mereka mampu melihat wajah-wajah asli dan entitas watak diri seseorang di balik topeng-topeng tersebut.

  • Terbuka menerima perubahan
    Mereka mengalir bersama perubahan dan berkembang di atas perubahan tersebut.

  • Memiliki cita rasa humor
    Sufi-sufi korporat berpendapat, “Kita semua bersama-sama dalam perusahaan ini. Untuk itu marilah kita bersama-sama mengendurkan urat saraf dengan menertawakan diri sendiri.”

  • Visi jauh ke depan
    Mereka mampu mengajak orang ke dalam angan-angannya dan menjabarkan dengan begitu terinci cara-cara untuk menuju ke sana. Pada saat yang sama, ia dengan mantap menilai realitas masa kini.

  • Disiplin diri tinggi
    Para sufi korporat sangat disiplin. Kedisiplinan tersebut tumbuh dari semangat penuh gairah dan kesadaran, bukan berangkat dari keharusan dan keterpaksaan. Mereka beranggapan bahwa tindakan yang berpegang teguh pada komitmen untuk diri sendiri dan orang lain adalah hal yang dapat menumbuhkan energi tingkat tinggi.

  • Keseimbangan
    Mereka sangat menjaga keseimbangan hidup, khususnya dalam empat aspek inti dalam kehidupan, yaitu keharmonisan, pekerjaan, komunitas dan spiritualitas.


Daftar Pustaka :

  • Ary Ginanjar Agustian, “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual – ESQ (Emotional Spiritual Quotient)”, Penerbit Arga, Cetakan Kedua puluh sembilan : September 2006

Tulisan ini lanjutan dari : Shalat Rajin Tapi Malas Bekerja (1 of 3)
Tulisan ini berlanjut ke : Shalat Rajin Tapi Malas Bekerja (3 of 3)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

1 comment: