Di sebuah pointer yang berjudul “MT Morning Talk – The Relevance of Religion in Business”, Mario Teguh menasihatkan bahwa agama sangat relevan dalam bisnis.
Kita membutuhkan orang-orang yang bisa dipercaya. Untuk ketenangan berusaha, kita membutuhkan organisasi yang bisa dipercaya untuk tetap jujur, bahkan tanpa pengawasan. Dan “pengawasan” terkuat yang diketahui kemanusiaan, yang bisa membuat orang bersikap dan berlaku baik walaupun tidak diawasi adalah keyakinan kepada Beliau Yang Maha Melihat.
Kita semua menuntut perlakuan adil (fair) kepada diri kita, karena semua perkiraan dan perhitungan akan meleset bila orang tidak berlaku adil kepada kita. Semua studi kelayakan (feasibility study) adalah asumsi bahwa pasar akan berlaku fair kepada kita. Kita membutuhkan orang-orang yang takut untuk berlaku tidak adil, karena mereka meyakini perhitungan yang adil dan pasti atas tindakan mereka. Kita membutuhkan orang-orang shaleh, yang taat kepada agama apa pun yang dianutnya.
Bahkan seorang yang paling jahat, yang tidak mengenal kebaikan dan menolak melakukan kebaikan bagi siapa pun, tetap menuntut orang lain untuk tidak melakukan kejahatan kepadanya.
Mereka yang paling menolak agama adalah justru orang-orang yang paling kejam menghukum orang lain yang melakukan kepada mereka, hal-hal yang bertentangan dengan aturan kebaikan agama. Orang yang meragukan agama masih menuntut orang lain berlaku kepadanya dengan cara-cara orang beriman.
Kedua belah pihak, yang beragama dan yang belum mengakui membutuhkan agama, sama-sama sangat tidak menyukai orang munafik, yaitu orang buruk hati yang tampil dengan wajah shaleh. Orang yang kalau berbicara dia berbohong, kalau berjanji ia mengingkari dan kalau dipercaya dia berkhianat.
Memang, adakalanya kita jenuh di tempat kerja. Itu wajar dan manusiawi. Kondisi ini tidak berhubungan dengan rajin atau tidaknya seseorang dalam menjalankan shalat. Kadang kala suatu hari kita mengalami kelelahan, entah lelah fisik, lelah pikiran bahkan keduanya. Orang lelah cenderung melakukan kesalahan, lamban dan kurang efektif. Produktivitas kerja akan turun.
Robert K. Cooper, Ph.D dan Ayman Sawaf memberikan saran bahwa pada saat-saat seperti itu, kita harus menemukan cara kita sendiri yang terbaik untuk bangkit dan memperbarui diri. Mungkin cara kita adalah dengan berolah raga, menghirup udara segar di luar serta menikmati pemandangan, menyantap makanan ringan yang sehat, minum secangkir teh atau kopi hangat, guyon (berbincang humor) dengan rekan kerja atau berdzikir. Bukankah sudah dibahas sebelumnya bahwa berdzikir membuat hati tentram? Pilihan-pilihan tersebut berguna agar kita selalu dapat lebih mampu menyesuaikan diri waktu punggung terasa pegal atau waktu kita mulai merasa lelah/tegang dan untuk memperbarui diri secara teratur sepanjang hidup.
Seorang motivator mengingatkan bahwa segala sesuatu bermula dari pikiran kita sendiri. Rasa bosan, suntuk atau apa pun adalah hasil dari pikiran. Selalu mempunyai pikiran yang positif (positive thinking) adalah tips utama dalam menghadapi segala peristiwa atau kejadian. Untuk mengatasi rasa bosan atau suntuk di tempat kerja bisa dengan cara merubah rutinitas kerja, misalnya dengan merubah urutan kerja sehari-hari atau dengan menambahkan hal atau kegiatan baru dalam rutinitas tersebut. Melakukan lagi kegiatan ketika masih kecil juga dapat membuat pikiran menjadi tenang dan hati menjadi riang gembira.
Rhenald Kasali memberi tips agar seseorang betah di tempat kerja sebagaimana dia betah berada di rumah. Ada perbedaan antara house dan home, yang dalam bahasa Indonesia kedua-duanya diterjemahkan menjadi rumah. House lebih ditekankan pada bangunan fisik, sedangkan home pada suasana rumah. Orang betah di rumah, karena merasakan rumah sebagai tempat yang teduh dan menenangkan jiwa. Dengan demikian suasana home harus ada di kantor sehingga orang tetap semangat dalam bekerja. Work hard (bekerja dengan keras) harus dibarengi dengan work heart (bekerja dengan hati). Bekerja dengan hati membuat seseorang merasakan kantor sebagai home kedua. Orang tidak akan merasakan pekerjaan sebagai sebuah beban, tapi sebagai sesuatu yang menyenangkan laksana melakukan pekerjaan rumah, seperti berkebun.
Mario Teguh menasihatkan kalau kita melakukan sesuatu untuk diri kita sendiri, biasanya akan sering muncul kejenuhan. Begitu pun di dunia kerja. Tapi, kalau kita bekerja untuk kebaikan orang lain, misalnya anak-anak kita tercinta, suami atau istri terkasih dan anggota keluarga lain yang anggun, maka kita akan selalu mendapatkan inspirasi sehingga tidak mudah bosan. Intinya, niatkanlah agar semuanya untuk memuliakan, melayani dan memberi keuntungan kepada orang lain.
Tokoh agama pun mengingatkan kita untuk meluruskan niat dalam bekerja. Bekerja hakikatnya adalah ibadah, bukan sekadar mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja harus diniati untuk mengabdi kepada Tuhan dan mengharapkan ridha-Nya. Hasil kerja bisa untuk membeli pakaian yang digunakan untuk menutup aurat dan shalat, mengeluarkan sedekah dan zakat, membantu anak yatim atau korban bencana, memberikan sedikit oleh-oleh untuk orang tua, menyekolahkan anak, pergi umrah dan haji serta ibadah-ibadah lainnya yang sulit kita lakukan bila tidak ada uang. Dengan begitu, semangat dalam bekerja berarti sama dengan semangat dalam mengabdi kepada-Nya.
Bekerja keras dengan memanfaatkan semua karunia, anugerah dan nikmat yang dilimpahkan oleh Allah sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya termasuk salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah, sebagaimana firman-Nya,
ٱعْمَلُوْاۤ ا ٰلَ دَاوُ ُدَ شُكْرًا، وَقَلِيْلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ
“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS Saba’ [34] : 13)
Supaya senantiasa dalam inayah-Nya, marilah kita bersama-sama bermunajat kepada Allah :
اللَّهُمَّ إِناَّ نَعُوْذُبِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ
Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari lemah bertindak (pesimis/putus asa) dan malas, amin.
Daftar Pustaka :
- Mario Teguh, “MT Morning Talk – The Relevance of Religion in Business”, Mei 2005
- Robert K. Cooper, Ph.D dan Ayman Sawaf, “Executive EQ – Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi”, PT Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Keempat : Januari 2001
Tulisan ini lanjutan dari : Shalat Rajin Tapi Malas Bekerja (2 of 3)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#
0 comments:
Post a Comment