Cukup banyak orang berkomentar, “Orang-orang non muslim rata-rata berkecukupan dalam harta. Kebanyakan dari mereka adalah orang kaya. Namun, banyak orang Islam—yang telah menjalankan ajaran agama dengan tekun—tetap saja rejekinya pas-pasan. Mengapa demikian?”
Dalam kajian keagamaan, ada maqâlah (perkataan atau ungkapan) yang sering kita dengar, yaitu :
كَادَ الْفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا
Hampir saja kefakiran itu menjadi kekufuran.
Sahabat Ali bin Abi Thalib kw. pernah mengatakan bahwa jika ada ular atau kemiskinan yang harus dibasmi lebih dulu, maka kemiskinanlah yang harus dihilangkan terlebih dahulu. Oleh karena itu Nabi Muhammad saw. berdoa,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran” (HR Abu Daud)
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْفَقْرِ وَالْقِلَّةِ وَالذِّلَّةِ وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ أَنْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekurangan dan kehinaan, dan aku berlindung pula dari menganiaya dan dianiaya” (HR Ibnu Majah dan Hakim)
M. Quraish Shihab menerangkan bahwa Islam tidak menjadikan banyaknya harta sebagai tolok ukur kekayaan, karena kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati dan kepuasannya. Sebuah lingkaran betapa pun kecilnya adalah sama dengan 360 derajat, tetapi betapa pun besarnya, bila tidak bulat, maka ia pasti kurang dari 360 derajat. Karena itu, Islam mengajarkan apa yang disebut qanâ‘ah. Seseorang tidak dapat menyandang sifat qanâ‘ah kecuali setelah melalui empat tahap, yaitu :
- Menginginkan kepemilikan sesuatu
- Berusaha sehingga memiliki sesuatu itu, dan mampu menggunakan apa yang diinginkannya itu
- Mengabaikan yang telah dimiliki dan diinginkan itu secara suka rela dan senang hati
- Menyerahkannya kepada orang lain, dan merasa puas dengan apa yang dimiliki sebelumnya
الْقَنَاعَةُ مَالٌ لاَيَنْفَدْ
Sikap qanâ‘ah adalah harta kekayaan yang tidak bisa habis.
(HR al-Qudha‘i dengan sanad Anas bin Malik)
(HR al-Qudha‘i dengan sanad Anas bin Malik)
Dalam hubungannya dengan bantuan kepada hamba-Nya, Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur‘an :
وَمَنْ يَتَّـقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ ُ مَخْرَجًا
Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS ath-Thalâq [65] : 2)
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Dan memberinya rejeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). (QS ath-Thalâq [65] : 3)
وَمَنْ يَتَّـقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ ُ مِنْ أَمْرِه يُسْـرًا
Dan siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS ath-Thalâq [65] : 4)
Allah sudah menjamin di dalam ayat-ayat suci-Nya. Kalau memang kita beriman namun masih miskin, berarti ada yang kurang tepat dengan diri kita, mungkin iman kita atau cara-cara kita.
Dalam bahasa Arab, kata miskin terambil dari kata sakana yang berarti diam atau tenang. Sedangkan faqir dari kata faqr yang pada mulanya berarti tulang punggung. Fakir adalah orang yang patah tulang punggungnya, dalam arti bahwa beban yang dipikulnya sedemikian berat sehingga ”mematahkan” tulang punggungnya. Oleh karena itu, sebagian pakar mendefinisikan bahwa fakir adalah orang yang berpenghasilan kurang dari setengah kebutuhan pokoknya, sedangkan miskin adalah yang berpenghasilan di atas setengah kebutuhan pokoknya.
Sesuai dengan akar katanya, faktor utama penyebab kemiskinan adalah sikap berdiam diri, enggan atau tidak dapat bergerak/berusaha. Keengganan berusaha adalah penganiayaan terhadap diri sendiri. Jaminan rejeki yang dijanjikan Allah ditujukan kepada makhluknya yang aktif bergerak, bukan yang diam menanti.
وَمَا مِنْ دَۤابـَّةٍ فىِ اْلأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا
Dan tidak ada satu dâbbah-pun di bumi kecuali Allah yang menjamin rejekinya. (QS Hûd [11] : 6)
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata dâbbah mempunyai arti harfiah “yang bergerak”.
Apabila telah ditunaikan shalat (Jum‘at), maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah. (QS al-Jumu‘ah [62] : 10)
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS Âli ‘Imrân [3] : 14)
Daftar Pustaka :
Daftar Pustaka :
- M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007
- Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006
Tulisan ini berlanjut ke : Sudah Beriman, Mengapa Hidup Masih Miskin? (2 of 8)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#
saya mohon izin untuk facebook yang saya miliki
ReplyDeletemonggo, saudaraku... semoga bs menjadi ilmu yg bermanfaat & Multi Level Pahala (MLP) bg kita semua, amin...
ReplyDeletemohon izin ya Mas Faisol untuk copy paste di facebook saya. saya akan sebutkan link original nya juga dari blog Mas ini. terima kasih Mas.
ReplyDeleteArtikel yang menarik.
ReplyDeleteMo bagi info menarik juga nih:
1. Sarang semut papua
2. Madu alam super
3. Name chemistry
4. Foto jadi kartu lebaran
5. Umroh, haji dan investasi
6. Reklame & percetakan
7. Privat English & sertifikat
8. Freeware - shopping cart
9. Freeware - mesin email
10. Kursus gratis
11. Iklan bonafid
http://sutaryo.net/promosi.htm