Mencari Data di Blog Ini :

Friday, July 31, 2009

Apa Kita Termasuk Mukmin Kuat dan Bermanfaat? (1 of 2)

Berat rasanya jemari tangan mengetik posting kali ini. Malu kepada diri sendiri, Rasul saw. dan Ilahi membuat penulis hampir tak ada daya meneruskan ide di benak menjadi aliran kata penguat jiwa.

Kondisi penulis masih jauh sekali dari judul artikel. Penulis belum punya prestasi yang telah diukir, manfaat yang ditebar, ilmu dan pengalaman yang dibagi, apalagi buah karya untuk dinikmati.


Namun, penulis teringat sebuah pengakuan ‘Aidh al-Qarni yang terjemah bebasnya, “Ketika saya hendak bersedih, saya katakan kepada diri sendiri,

‘Bukankah Engkau penulis buku Lâ Tahzan? Lâ Tahzan! Jangan bersedih!’ ”

Meneladani ‘Aidh al-Qarni, penulis berharap coretan ini bisa menjadi pelecut jiwa saat malas mendera, menjadi penghangat tubuh sebelum dingin membuat tulang ngilu, menjadi pembakar semangat bila lelah terlalu cepat meronta, menjadi charger ketika baterai melemah dan menjadi cahaya kala kabut menyelimuti asa.

*******#######*******

Sebagai seorang mukmin (orang beriman), ada pertanyaan yang harus kita renungkan dan jawab, yaitu “Sudahkah kita memantaskan diri sehingga wajar menyandang gelar seorang mukmin? Lalu, mukmin seperti apakah kita?”

Rasulullah Muhammad saw. berpesan agar kita menjadi mukmin kuat.

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ

Seorang mukmin kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada seorang mukmin lemah. (HR Muslim)

Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi rahimahullâh menjelaskan makna “kuat” di kitab Syarah Muslim yang intinya bahwa kita harus kuat di segala bidang yang bernilai ibadah dan dalam menegakkan agama Allah.

Mukmin kuat
, dalam menuntut dan memperdalam ilmu tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh derasnya hujan.

Renungan

  • Bila kita mahasiswa, saat hujan turun begitu deras, apa kita tetap berangkat kuliah tepat waktu? Ataukah ditunda sampai hujan reda dengan dalih telat kuliah termasuk wajar bahkan sebuah kebiasaan? Ataukah lebih parah lagi, kita tidak masuk kuliah dan TA (Titip Absen)?
  • Jika kita hendak menghadiri majelis ta’lim, apa semangat mengaji tetap membara ketika hujan lebat? Ataukah kita segera meraih selimut 'tuk menghangatkan diri di atas spring bed, dengan argumentasi masih ada pengajian lagi minggu/bulan berikutnya?
مَنْ خَرَجَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ كَانَ فِي سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ

Siapa keluar dalam rangka menuntut ilmu, maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali. (HR Tirmidzi – hadits hasan gharib)

إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya berarti ia mengambil bagian yang banyak. (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Mukmin kuat, dalam berbagi ilmu, pengalaman serta kebenaran tak akan susut oleh situasi dan tak akan marah karena keadaan sepele apalagi remeh-temeh.


Renungan
  • Apabila ada orang bertanya atau mendebat kita dengan gaya bahasa yang kurang enak didengar, apakah kita membalas dengan nada pembicaraan sama ataukah tetap santun, ramah dan indah?
  • Asumsikan saja pada hari Senin kita sedang mengajar murid/santri/mahasiswa kita tentang sebuah pelajaran, yaitu istilah perempuan yang tidak boleh dinikahi disebut mahram, bukan muhrim. Muhrim arti sebenarnya adalah orang yang berpakaian ihram, namun telah terjadi salah kaprah di tengah masyarakat kita.

    Esok harinya ada seorang anak didik kita, sebut saja Fulan, yang bertanya lagi perbedaan mahram dan muhrim. Dengan telaten kita menjelaskan ulang.

    Hari pun berganti. Ternyata Fulan masih belum paham juga perbedaan tersebut. Untuk ketiga kali kita menerangkan lagi perbedaan yang dimaksud.

    Pada hari ke-4—hari Kamis—Fulan tetap menanyakan masalah sama karena dia masih kebingungan dengan kedua kata berbahasa Arab tersebut.

    Pertanyaannya, “Apakah kita masih akan tetap menjawab dengan nada merdu dan terasa renyah di indra pendengaran sebagaimana membahasnya pertama kali? Ataukah suara kita sudah naik 1 (satu) oktaf bahkan lebih, serta tak ada kendali nada (pitch control)? ”
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
Bukanlah orang kuat itu dengan menang bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah. (Muttafaq ‘alayh)

Peribahasa mengatakan, “Adat muda menanggung rindu, adat tua menahan ragam”—menghadapi kesukaran (tantangan), yang berusia muda maupun tua hendaklah bersabar.

Mukmin kuat, di bidang kehidupan apa pun yang sedang digeluti, selalu berusaha sekuat tenaga menggapai prestasi setinggi-tingginya.

Renungan
  • Sebagai murid, santri atau mahasiswa, sudahkah prestasi kita, baik intra maupun ekstra kulikuler memuaskan semua pihak? Apakah nilai ujian kita termasuk kategori papan atas? Memang, nilai bukan segala-galanya, namun bukankah salah satu parameter prestasi adalah nilai akademik?
  • Sebagai karyawan, apakah kita senantiasa memelototi kalender untuk menghitung berapa buah tanggal merah 'tuk bersantai? Berapa lama cuti bersama yang bisa dinikmati? Ataukah kita justru mempertanyakan kenapa begitu banyak tanggal merah karena kita jadi tidak produktif?
  • Sebagai entrepreneur (pengusaha), sudahkah kita menyejahterakan karyawan dengan layak bahkan lebih baik lagi dengan niat mencari ridha Allah? Menambah wawasan para pegawai melalui diklat, training atau sekolah ke jenjang yang lebih tinggi? Memfasilitasi kegiatan-kegiatan keagamaan, misalnya pengajian rutin dan shalat berjamaah? Menganggap karyawan adalah mitra sehingga prinsip saling membutuhkan dan melayani selalu terpatri di dalam dada?
الْفَتَى رَجُلٌ رِجْلُهُ فىِ الثَّرَى وَهِمَّتُهُ فىِ الثُّرَيَّا

Pemuda adalah orang yang kakinya menginjak tanah tapi cita-citanya menyentuh bintang Kartika.

Mukmin kuat, dalam beribadah senantiasa berusaha istiqamah demi meraih ridha Allah, bukan gegap-gempita tepuk tangan serta riuh-rendah pujian manusia yang fana.

Renungan

  • Jika kita blogger, apakah posting kita yang bernilai ibadah senantiasa hadir menyapa dunia secara berkala? Ataukah kita aktif menulis hanya jika sedang mood dan bila banyak komentar indah para pengunjung?
  • “Bila hendak menghadiri pengajian umum, janganlah meninggalkan mengaji kitab yang tiap hari kita lakukan setelah Isya’. Walau cuma 15 menit, mengaji kitab harus tetap dilakukan demi menjaga istiqamah, baru kemudian kita bersama-sama menghadiri pengajian umum PHBI (Peringatan Hari Besar Islam),” pesan Ust. Drs. Damanhuri, ustadz yang mengasuh penulis kala mengaji di kampung halaman.
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُِئلَ : أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ : أَْدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ

Bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya, “Amal apakah yang paling disukai Allah?” Jawab beliau, “Yang paling mudawamah (terus-menerus atau istiqamah) sekalipun sedikit.” (HR Muslim)

Mukmin kuat, meneladani Al-Qawiyy (Yang Maha Kuat) dengan menyadari sepenuhnya bahwa sumber kekuatan adalah Allah SWT. Dengan demikian, kita tak akan merasa diri sebagai orang hebat, brilian, layak dihormati dan sederet sebutan lainnya.

Renungan
  • Seorang arif memberi wejangan, “Jika apa pun kekuatan yang Anda miliki justru men-zhalimi orang lain, maka ingatlah Allah yang telah menganugerahkannya kepada Anda. Ingat pulalah kekuatan Allah terhadap diri Anda.”
أَنَّ الْقُوَّةَ ِللهِ جَمِيْعًا
Sesungguhnya kekuatan itu seluruhnya milik Allah. (QS al-Baqarah [2] : 165)


Begitu banyak deskripsi mukmin kuat yang bisa diuraikan. Mari kita tambahkan sesuai bidang keahlian/ilmu kita masing-masing.

Mukmin kuat, . . .

Mukmin kuat, . . .

Mukmin kuat, . . .


Daftar Pustaka :
  • Aditya Bagus Pratama, “5079 Peribahasa Indonesia”, Pustaka Media, Cetakan II, 2004
  • Ahmad Warson Munawwir, “Kamus Al-Munawwir Arab—Indonesia Terlengkap”, Pustaka Progressif, Edisi Kedua–Cetakan Keempat belas 1997
  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Lâ Tahzan – Jangan Bersedih”, Qisthi Press, Cetakan Ketiga puluh enam : Januari 2007
  • Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâniy
  • M. Quraish Shihab, Dr, “‘Menyingkap’ Tabir Ilahi – Al-Asmâ’ al-Husnâ dalam Perspektif Al-Qur’an”, Penerbit Lentera Hati, Cetakan VIII : Jumadil Awal 1427 H/September 2006

Tulisan ini berlanjut ke : Apa Kita Termasuk Mukmin Kuat dan Bermanfaat? (2 of 2)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin…#

0 comments:

Post a Comment