Mencari Data di Blog Ini :

Friday, March 9, 2012

Perkelahian/Tawuran, Bukti Kehebatankah?! (1 of 2)

Katanya sih, masa muda memang mudah naik darah.
Katanya sih, masa muda mudah melampiaskan amarah.
Katanya sih, masa muda sah-sah saja melancarkan bogem mentah.
Katanya sih, masa muda wajar-wajar saja meluncurkan tendangan ke arah muka.
Katanya sih, masa muda dimaklumi sebagai masa kesetiakawanan dalam perkelahian antar sekolah.
Katanya sih, masa muda adalah masa mencari jati diri, sehingga semua orang diwajibkan memaklumi, mengerti dan memahaminya. Adapun yang sedang menjalani masa muda boleh-boleh saja tak memahami orang lain. “Toh masih muda, Wajar dong!” Itu alasannya.
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
Bukanlah orang kuat itu dengan menang bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah. (Muttafaq ‘alayh: Bukhari-Muslim)
Penulis yakin kita telah sering mendengar hadits di atas. Sabda Rasul saw tersebut ditujukan untuk kita semua, bukan hanya para pelajar atau pemuda. Kehebatan, kekuatan dan keperkasaan bukanlah diukur dari berapa banyak perkelahian fisik yang dimenangkan, tapi dari penguasaan diri atas amarah yang sedang menyala.
Namun, entah mengapa, nasihat Rasulullah saw itu tak kita indahkan, seolah tak pernah kita ketahui bahwa ada nasihat seperti itu.
Kita masih sering marah-marah karena alasan yang tidak prinsip, bahkan cenderung sepele dan remeh-temeh.
Kita masih mudah tersinggung hanya karena guyonan, gojlokan, ejekan atau dipanas-panasi sedikit.
Kita masih sering menganggap simbol keberanian adalah dengan pertarungan fisik. Mungkin karena asumsi inilah sering terjadi perkelahian, baik satu lawan satu, banyak lawan satu atau banyak lawan banyak (tawuran).
Kita masih memiliki rasa bangga bila bisa mengalahkan lawan, menonjok hidung, menendang perut, memukul muka atau menginjak-injak orang lain. Na‘ûdzubillâh. Apa kita tidak tahu bahwa yang kita sakiti itu orang hidup, bukan boneka kayu? Apa kita mengira sedang bermain Play Station atau game persilatan?
Tak mau kalah dengan pelajar, mahasiswa dan yang sudah berkeluarga pun ada yang terlibat perkelahian. Lantas, kesalahan siapakah ini? Tak perlu kita menuding orang/pihak lain. Mari kita introspeksi dan perbaiki diri sendiri terlebih dahulu.
Bila kita termasuk yang terlibat perkelahian/tawuran, mari kita tanyakan diri sendiri, “Buat apakah saya berkelahi? Apa manfaat dunia-akhirat yang saya dapat?”
Jika kita guru, dosen atau praktisi pendidikan, mari kita perbaiki lagi cara mengajar dan mendidik. Mungkin selama ini terlalu banyak teori yang kita sampaikan tapi kurang penanaman nilai-nilai luhur. Mungkin pula ajaran kebaikan hanya sebatas transfer ilmu tanpa implementasi nyata.
Kalau kita orang tua, mari kita perhatikan lagi peran kita dalam pendidikan keluarga. Apakah kita sepenuhnya hanya menyerahkan pendidikan anak ke guru sekolah, guru les dan pelatih ekstrakulikuler, sementara kita sibuk sendiri dengan urusan menambah pundi-pundi uang? Ataukah kita juga tetap memegang kendali pendidikan anak dengan prinsip tanggung jawab anak sepenuhnya di tangan orang tua, karena anak adalah amanah Allah?
Jikalau kita tokoh masyarakat, tokoh agama atau pejabat pemerintahan, mari kita cari solusi bersama agar tak terulang lagi.

Pergi ke pasar membeli kain
Kain batik kebanggaan bangsa
Daripada menyalahkan orang lain
Menilik diri itu yang utama
Di tulisan ini, dibahas jika kita adalah pihak yang terlibat perkelahian atau tawuran. Mari kita telaah lagi, apakah tindakan kita bisa dibenarkan, baik dari sudut pandang norma masyarakat, norma hukum apalagi norma agama?
Ibnul Mubarak mengatakan, “Seorang mukmin menuntut adanya saling pengertian, sedangkan orang munafik menghendaki seseorang untuk terjerumus dalam kesesatan.”
Al-Fudhail bin Iyadh berkata, “Memaafkan kesalahan saudara menunjukkan keluhuran budi seseorang.”

a. Kekuatan adalah Anugerah Allah

Perlu kita renungkan lagi bahwa kekuatan yang kita miliki adalah anugerah Allah SWT. Kekuatan bukan untuk menganiaya orang lain. Di buku “Menyingkap’ Tabir Ilahi – Al-Asmâ al-Husnâ dalam Perspektif Al-Qur’an” M. Quraish Shihab menerangkan bahwa Allah Al-Qawiyy adalah Dia yang sempurna kekuatan-Nya. Dalam genggaman kekuasaan-Nya segala kekuatan. Dia pula yang menganugerahkan kekuatan kepada makhluk-makhluk-Nya dalam tingkat berbeda-beda.
 Kekuatan yang kita miliki tidaklah langgeng. Adakalanya juga melemah dan pada kesempatan lain kuat kembali, kemudian lemah lagi.
اللهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS ar-Rûm [30]: 54)
Ada baiknya kita camkan bagaimana Al-Qur’an menyifati makhluk yang terpuji, manusia, jin dan malaikat ketika memiliki kekuatan. Berikut ini contoh ayat yang menggunakan kata qawiyy yang menyifati makhluk:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS al-Qashash [28]: 26)
قَالَ عِفْرِيتٌ مِنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ
Berkata 'Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: "Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya". (QS an-Naml [27]: 39)
Kekuatan makhluk baru terpuji bila disertai oleh sifat amanah (terpercaya). Tanpa sifat ini, kekuatan dan kekuasaan daat digunakan untuk menganiaya dan menindas orang lain. Kita harus menyadari bahwa sumber kekuatan adalah Allah. Kekuatan yang menyertai kita hanya sekelumit anugerah Allah.
Seorang arif memberi nasihat, “Jika kekuatan Anda mengundang Anda menganiaya orang lain, maka ingatlah Allah yang menganugerahkannya kepada Anda. Ingat pula kekuatan Allah terhadap diri Anda.”
Mari kita resapi juga nasihat yang disampaikan oleh seorang motivator dan inspirator, Mario Teguh, “Betapapun Anda menyukai permainan, janganlah bermain-main dengan hidup Anda.”
“Ingatlah bahwa Anda hanya sepenting yang Anda kerjakan.”
“Bila Anda ingin mengenal apa yang Anda lakukan di masa lalu, kenalilah keadaan Anda sekarang. Bila Anda ingin mengetahui masa depan Anda, perhatikanlah yang sedang Anda kerjakan sekarang.”
“Orang-orang yang bersifat beruntung adalah orang-orang yang ikhlas memperbaiki kemampuan, sikap dan cara-cara mereka dari waktu ke waktu. Tetapi sebagaian besar orang adalah makhluk kebiasaan yang tidak memperbaiki cara-cara mereka dalam menggunakan waktu. Itu sebabnya sebagian besar dari kita adala orang-orang yang sedang merugi.” Demikian nasihatnya. Hal ini selaras dengan firman Allah:
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.
(QS al-‘Ashr [103]: 1-3)
Prof. Quraish Shihab menjelaskan bahwa di ayat kedua digunakan lafazh فِيْ (di dalam). Sebagaimana kalimat, “Baju itu di dalam almari,” berarti keseluruhan bagian baju ditutupi oleh almari. Maka, diri kita berada di dalam “almari” kerugian.
Bagaimana supaya tidak berada di dalam “almari” kerugian? Ayat selanjutnya menjelaskan dengan sangat gamblang. Di ayat terakhir dijelaskan tentang kesabaran. Nah, bukankah kita iman kepada Al-Qur’an? Lalu, mengapa tak kita laksanakan?

 

Daftar Pustaka

Achmad Faisol, “Muhâsabah (Introspeksi Diri)Apakah Implementasi Keberagamaan (Islam) Kita Ada yang Kurang?!”, Ebook, April 2011/ Jumadal Ula 1432 H
Mario Teguh, “One Million 2nd Chances [Personal Excellence Series]”, Penerbit Progressio, November 2006
M. Quraish Shihab,Menyingkap’ Tabir Ilahi – Al-Asmâ al-Husnâ dalam Perspektif Al-Qur’an”, Penerbit Lentera Hati, Cetakan VIII : Jumadil Awal 1427 H/September 2006
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga”, Balai Pustaka, Cetakan Ketiga 2005

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

Web site:


#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...# 

1 comment:

  1. I think your blog is good and very useful for readers
    http://www.sanadomino.com/

    ReplyDelete