Mencari Data di Blog Ini :

Friday, January 27, 2012

Walau Sedikit, yang Penting Ikhlas?! (2 of 4)

Kadang kita keliru memahami makna ikhlas. Misal kita sebenarnya bisa sedekah Rp 20.000,-. Tapi, kita berpikir, “Ah Rp 5.000,- saja cukup. Kan yang penting ikhlas.”
Peristiwa ini sebenarnya bukan tentang keikhlasan. Kejadian ini menunjukkan kita pelit tapi dengan dalih keikhlasan. Ini menunjukkan kita belum mengerti apa yang disebut ikhlas.
Berbeda kasus bila memang karena keperluan sehingga kita bisanya Rp 5.000,-. Maka, menyumbang Rp 5.000,- sudah cukup dan tidak perlu berkata apa-apa lagi. Bila ada yang menyindir kita kok hanya menyumbang sedikit, tak perlu ditanggapi apalagi membela diri, “Yang penting kan ikhlas!”
Komentar seperti ini justru menunjukkan kita masih terpengaruh adanya pujian atau sindiran dalam kebajikan. Ini berarti kita belum ikhlas beramal.
Lantas, bagaimana dengan kasus kita bisa sedekah Rp 20.000,- tapi hanya sedekah Rp 5.000,-?
Yang harus kita lakukan adalah menyadari kelemahan kita, yaitu kita masih memiliki sifat kikir. Ini penting, karena kesadaran akan membawa kita menuju kebaikan.
Langkah selanjutnya, kita tetap sedekah Rp 5.000,- tanpa berdalih apa pun, sambil senantiasa memohon kepada Allah agar menerima amal kita dan menjauhkan kita dari sifat pelit.
Dengan istiqamah beramal walau sedikit disertai doa, insya Allah akan membuat diri kita semakin hari semakin banyak beramal.
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوْذُبِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوْذُبِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sikap ragu-ragu untuk bertindak dan kesedihan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari lemah bertindak (pesimis/putus asa) dan malas. Dan aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan hutang dan penindasan (tindak semena-mena) orang-orang kepadaku.
(HR Abu Daud)
Lebih lanjut tentang ikhlas, Imam Nawawi al-Bantani membagi keikhlasan menjadi tiga tingkatan:

a. Beribadah Agar Terhindar dari Neraka

Di kitab “Qa‘id al-Ahkâm fî Mashâlih al-Anâm” pasal “Penjelasan Ikhlas dalam Ibadah dan Jenis-Jenis Ketaatan” Imam ‘Izzuddin bin Abdus Salam juga menerangkan bahwa tingkatan pertama orang beribadah adalah karena takut siksa.
مِنْهَا أَنْ يَفْعَلَهَا خَوْفًا مِنْ عَذَابٍ
Di tingkat ini kita diibaratkan seperti budak yang bekerja demi menjalankan perintah tuannya agar tidak dihukum. Untuk diketahui, di zaman Jahiliah, yang dimaksud budak adalah seseorang yang tidak memiliki apa pun. Ia hak milik mutlak tuannya. Bila ia punya uang, otomatis menjadi milik tuannya. Bahkan dirinya sendiri dimiliki tuannya.
Dengan kondisi ini, seorang budak tidak mendapat upah atas kerja keras yang dilakukan. Ia melaksanakan semua pekerjaan demi menghindari hukuman dari sang pemilik.
Bila kita beramal/beribadah semata-mata agar terhindar dari neraka, kemungkinansekali lagi kemungkinan, karena pada prinsipnya tergantung pribadi masing-masingibadah yang kita lakukan sebatas memenuhi syarat dan rukun sehingga gugur kewajiban (tidak berdosa). Ini terlihat dari enggannya kita memperbaiki kualitas ibadah wajib. Kita merasa yang penting sudah shalat walau sendirian (tidak berjamaah). Kita juga kurang gairah memperbanyak ibadah-ibadah sunnah.
Di buku “Ushul Fiqih” Prof. Muhammad Abu Zahrah mengutip pendapat Imam Syathibi bahwa ibadah-ibadah sunnah merupakan latihan jiwa yang dapat mendorong melaksanakan ibadah fardhu.
Siapa mau mengerjakan ibadah sunnah secara kontinyu, pasti ia akan mau menjalankan ibadah fardhu yang wajib dikerjakan secara kontinyu. Sebaliknya, orang yang malas mengerjakan ibadah sunnah, hal itu menunjukkan kemalasan dalam menjalankan ibadah fardhu.
Beberapa pertanyaan sederhana berikut ini bisa dijadikan salah satu tolok ukur apakah kita termasuk di level ini atau tidak:
“Apakah kita sudah fasih membaca Al-Qur’an? Bila belum, apa kita masih tetap mengaji saat ini guna mencapai kefasihan dalam membaca kalam Ilahi?”
“Apakah kita berusaha semampu kita menjalankan shalat sunnah rawatib (Qabliyah/Ba’diyah) serta shalat sunnah lainnya?”
“Apakah kita senantiasa mengikuti pengajian rutin dalam rangka memperdalam keilmuan? Dan di pengajian tersebut, kita bukan hanya mendengar pasif, tapi juga membawa kitab dan mencatat layaknya seorang santri di pesantren atau siswa di sekolah?”

b. Beribadah Supaya Masuk Surga

Di posisi ini kita berlaku bak seorang pegawai yang bekerja demi mendapat gaji/upah. Mari kita perhatikan bagaimana sikap pegawai.
Seorang pegawai mau diperintah melakukan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan karena ada imbalan (gaji) yang sudah disepakati. Apabila ada hal-hal lain yang harus dikerjakan di luar kebiasaan, misalnya lembur, harus ada upah tambahan.
“Kalau tidak ada uang lembur, itu namanya kerja bakti!” Demikian ungkapan yang sering kita dengar.
Jika kita beramal/beribadah semata-mata supaya masuk surga, biasanyasekali lagi biasanya, karena pada prinsipnya tergantung pribadi masing-masingibadah wajib telah kita lakukan dengan lebih baik, misalnya dengan shalat berjamaah. Begitu pula dengan ibadah sunnah, kita sudah melaksanakan shalat-shalat nafilah dan lainnya.
Hanya saja ibadah sunnah yang kita lakukan mengikuti prinsip “secukupnya”. Misal kita sudah baca Al-Qur’an satu/dua maqra’ setiap hari. Kita merasa sudah cukup baik dengan kondisi ini sehingga semangat untuk meningkatkan kurang bahkan mungkin tidak ada. Alasan kita toh itu sudah baik apalagi dibandingkan orang lain dan kita juga telah bersedekah serta ibadah-ibadah sunnah lainnya.

Daftar Pustaka

Achmad Faisol, “Muhâsabah (Introspeksi Diri)Apakah Implementasi Keberagamaan (Islam) Kita Ada yang Kurang?!”, Ebook, April 2011/ Jumadal Ula 1432 H
Misbahus Surur, “Dahsyatnya Shalat Tasbih”, Qultum Media, 2009
M. Ma’shum Zainy Al-Hasyimiy, Drs. MA, “Pengantar Memahami Nadzom Al-Faroidul Bahiyyah—Juz 1”, Penerbit Darul Hikmah, Cetakan Pertama: Januari 2010

Software:
Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits


#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...# 

0 comments:

Post a Comment