Mencari Data di Blog Ini :

Friday, May 13, 2011

Menulislah, Bagilah Ilmu! (2 of 2)

a. Mengapa lewat tulisan?


Lewat tulisan, serta ditunjang kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), coretan kita bisa dibaca oleh siapa pun di belahan bumi ini, bahkan mungkin suatu saat di luar angkasa. Lewat tulisan, yang kita sampaikan bisa dibaca banyak orang walaupun telah beralih generasi. Bukankah kitab-kitab yang ditulis ulama-ulama zaman dulu masih bisa dipelajari sampai sekarang?

Lewat tulisan, kalau kita sendiri lupa, maka dengan mudah membaca kembali ulasan yang pernah kita torehkan.

Lewat tulisan, bila suatu saat karena bertambahnya ilmu dan pengalaman kita mengetahui tulisan terdahulu ada yang kurang tepat, maka dengan segera bisa ditemukan tulisan tersebut lalu dirubah.

Namun, bagaimana dengan sebuah pesan berbunyi:
اَلْعِلْمُ فِي الصُّدُوْرِ لَيْسَ فِي السُّطُوْرِ
Ilmu itu ada di dada, bukan di tulisan.

Petuah bijak ini bukan melarang kita menulis. Pesan ini bermaksud agar ilmu kita tidak berhenti di buku/tulisan, tapi harus terimplementasikan (meresap ke dalam dada/sanubari) sehingga sudah menjadi perilaku. Pesan ini juga mempunyai pengertian agar kita menguasai betul ilmu yang dipelajari sehingga mampu membahasnya secara mendalam walau tak melihat catatan (bukan berarti tak perlu mencatat). Malah, ada juga yang membalik pesan tersebut menjadi:
اَلْعِلْمُ فِي السُّطُوْرِ لَيْسَ فِي الصُّدُوْرِ
Ilmu itu ada di tulisan, bukan (hanya) di dada (hapalan).

Nasihat ini mengandung maksud bila diterangkan guru, maka tulislah, jangan hanya menghapal uraian guru karena suatu saat bisa lupa.

Bukankah para sahabat diminta Rasulullah saw menulis saat beliau memberi pengajaran Al-Qur’an?

Bukankah dalam penyampaian hadits, Rasulullah saw juga meminta sahabat tertentu menulis?

Bukankah pada zaman Sahabat Abu Bakar ra. telah dimulai upaya pembukuan Al-Qur’an dalam satu mush-haf karena banyaknya sahabat yang hapal Al-Qur’an gugur di jalan Allah?

Bukankah hadits pun akhirnya dibukukan?

Entah apa jadinya bila tafsir Al-Qur’an yang dijelaskan banyak mufassir tidak ditulis.

Entah apa yang terjadi jika fiqh, fatwa ulama dan semua ilmu yang berkaitan dengannya tidak dibukukan.

Entah bagaimana perkembangan dunia kedokteran apabila para penemu di masa lalu tak mau menulis hasil penelitian mereka.

Entah bagaimana kelanjutan ilmu dan teknologi jikalau tak ada yang mau melakukan pendataan.


b. Bagaimana bila tak ada yang membaca tulisan kita?

Tidak mungkin tidak ada yang membaca tulisan kita. Minimal, kita sendirilah yang membacanya :). Apa itu tidak cukup?

Bukankah dengan menulis ilmu kita tak akan berkurang, justru semakin paham?

Bukankah dengan menulis kita juga mendapat tambahan ilmu dan pengalaman baru dalam hal tulis-menulis?

Bukankah yang penting kita sudah berniat ibadah membagi ilmu kepada sesama?

Bukankah setiap amal diganjar dari niatnya?
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Sesungguhnya setiap amal tergantung niat dan Sesungguhnya bagi setiap orang apa yang telah menjadi niatnya. (Muttafaq ‘alayh)

Niat yang baik dan tulus saja sudah mendapat pahala, bagaimana pula bila ada yang membaca tulisan kita dan dengan perantaraan tersebut si pembaca menjadi paham serta semakin dekat kepada Allah.
إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِيْنَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوْتَ لَيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
Sesungguhnya Allah, MalaikatNya serta penduduk langit dan bumi bahkan semut yang ada di dalam sarangnya sampai ikan paus, mereka akan mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. (HR. Tirmidzi – hadits gharib shahih)

وَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِهُدَاكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
Demi Allah, sekiranya Allah memberi petunjuk kepada seorang laki-laki melalui perantaramu, maka itu lebih baik bagimu dari unta merah. (HR Abu Daud)

مَنْ كَتَبَ حَرْفًا مِنَ الْعِلْمِ لِرَجُلٍ فَكَأَنَّمَا تَصَدَّقَ بِدِينَارٍ

Siapa menulis satu huruf dari ilmu untuk seseorang, hal itu seperti bersedekah uang satu dinar. (HR Abu Muslim)


Hadits terakhir bersumber dari Sahabat Anas bin Malik. Walaupun lemah, tapi bisa digunakan untuk keutamaan amal. Demikian menurut al-Laits.


c. Di usia berapakah kita berbagi ilmu lewat tulisan?

Sejak diajari menulis dan mengarang, maka itulah saat kita bisa berbagi ilmu lewat media tulisan.

Di tingkat dasar (SD/MI), umumnya tergantung majalah dinding tempat para siswa/i berkreasi.

Di tingkat menengah (SMP/Tsanawiyah), mulai ada majalah sekolah hasil karya siswa/i yang dikelola OSIS.

Saat ini, media untuk menelurkan ide dalam bentuk tulisan semakin bervariasi. Teknologi telah merambah pelosok negeri. SMS, Chatting, blog, jejaring sosial, website atau apa pun bisa jadi alat/perantara untuk berbagi ilmu apa pun yang bermanfaat.

Akankah kita gunakan kemajuan teknologi hanya untuk bersenang-senang tanpa bisa memberi manfaat kepada orang lain?


Daftar Pustaka:

Tulisan ini lanjutan dari : Menulislah, Bagilah Ilmu! (1 of 2)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

2 comments:

  1. Alhamdulillah, Anda banyak memberikan ilmu. Ilmu yang membuat kita semakin takut dan takjub kepada Allah, Insya Allah. Semoga Setiap huruf yang direlease akan menjadi saksi amal Anda. Aamiin.

    ReplyDelete