Mencari Data di Blog Ini :

Friday, August 13, 2010

Membaca Doa Tapi Tidak Berdoa (8 of 12)

c. Doa adalah permohonan


Kesulitan hidup yang kita hadapi sudah menjadi suatu hal yang silih berganti, antara kebahagiaan dan kesusahan atau kemudahan dan kesulitan. Abu Muhammad bin Abdullah mengatakan bahwa setiap hamba yang sedang dalam kesulitan harus mengembalikan segala sesuatu yang dialaminya kepada Allah Ta‘ala. Di saat kesulitan dan kesukaran itulah doa seorang hamba diterima oleh Allah.


أَمَّنْ يُجِيْبُ ٱلْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَـاهُ

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya. (QS an-Naml [27]: 62)

Imam al-Qusyairi berkata, “Doa itu kunci kebutuhan, penghibur orang-orang miskin, perlindungan bagi orang-orang terjepit dan pelega bagi orang-orang yang dikejar kebutuhan.”


Doa merupakan permintaan kita kepada Allah Yang Maha Mengabulkan/Memperkenankan (Al-Mujîb). Sayangnya, kita sering meminta kepada Allah secara biasa-biasa saja, sehingga tak layak disebut sebagai permohonan makhluk kepada Penciptanya.


Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa ketika kita berdoa, maka doa harus diawali dengan pujian kepada Allah, misalnya dengan kalimat alhamdulillâhi Rabbil ‘âlamîn.


كُلُّ أَمْرٍ ذِى بَالٍ لاَيُبْدَأُ فِيْهِ بِحَمْدُ للهِ أَقْطَعُ

Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan pujian kepada Allah, maka perkara itu terputus (sedikit berkahnya). (HR Ibnu Majah, Baihaqi, Nasa'i, Daruquthni, Ibnu Hibban)


Kalimat termulia sesudah lâ ilâha illallâh (tiada tuhan yang wajib disembah melainkan Allah) adalah alhamdulillâh. Rasulullah bersabda:


الْحَمْدُ ِللهِ تَمْلَأُ الْمِيْزَانَ

Alhamdulillâh memenuhi mizan. (HR Muslim)

الْحَمْدُ ِللهِ مِلْءُ الْمِيْزَانِ

Alhamdulillâh sepenuh mizan. (HR Ja‘far al-Faryabi)

Umar bin Abdul Aziz berkata, “Nikmat yang diterima oleh seorang hamba, lalu mengucapkan alhamdu lillâhi Rabbil ‘âlamîn, maka nilai pujian itu jauh lebih besar maknanya dari nikmat yang diberikan Allah kepadanya.”


Beberapa orang bertanya kepada seorang ulama,


“Apakah alhamdulillâh itu sebagai pujian atau sebagai doa?”
“Jika engkau hendak memuji Allah, ucapkanlah alhamdulillâh, jika engkau hendak bersyukur kepada Allah, ucapkanlah alhamdulillâh dan jika engkau berdoa, ucapkanlah alhamdulillâh,” jawab sang ulama.

أَفْضَلُ الدُّعَاءِ الْحَمْدُ ِللهِ

Seutama-utama doa adalah alhamdulillâh. (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Allah adalah Al-Hamîd (Yang Maha Terpuji). Allah terpuji oleh diri-Nya sejak azali dan terpuji pula oleh makhluk-makhluknya secara terus-menerus.


Allah terpuji karena sifat-sifat-Nya, juga terpuji karena perbuatan-Nya, sebab perbuatan Allah semuanya baik.


Allah menyukai pujian dan tidak ada yang paling suka untuk dipuji selain-Nya. Pujian yang dilakukan setiap anggota badan berlainan satu dengan lainnya.


Puji kalbu adalah pengakuan penghambaan diri kepada-Nya. Puji dengan hati berarti memaklumi bahwa yang memberikan nikmat, mengambilnya, menolak untuk memberi, menghidupkan dan mematikan adalah Allah.


Puji mata mengandung makna menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan dan mempergunakannya untuk melihat serta memikirkan hal-hal yang mulia.


Puji lisan adalah dengan mengucapkan kata-kata sanjungan yang baik kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Melimpahkan Rahmat.


Puji tangan adalah dengan mencegahnya melakukan maksiat dan mempergunakannya untuk melakukan ketaatan.


Kalimat alhamdulillâhi Rabbil ‘âlamîn juga mengandung maksud bahwa atas semua karunia-Nya kepada kita, bahkan tanpa kita minta, maka rasa syukur harus terlebih dulu ada dalam diri kita.


لَئِنْ شَكَـْرتُمْ َلأَزِيْدَنَّكُمْ

Apabila kamu bersyukur maka pasti akan Kutambah (nikmat-Ku). (QS Ibrâhîm [14]: 7)


Bersyukur berarti kita mengakui semua karunia Allah, yang kalau dihitung niscaya kita tidak akan mampu.


Bersyukur adalah ikrar bahwa kita akan menggunakan semua nikmat yang diperoleh sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya.


Bersyukur mengandung maksud kita berbaik sangka (husnuzh zhan) kepada-Nya, bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi kecuali atas izin-Nya, dan sesuatu itu pasti memuliakan kita, karena Allah adalah Dzat Yang Maha Memuliakan (Al-Mu‘izz) dan Maha Meninggikan (Ar-Râfi‘).


Bersyukur berarti kita tabah dan ikhlas atas apa pun yang menimpa kita, karena Allah tidak akan membebani hamba-Nya dengan sesuatu di luar kemampuan sang hamba.


Bersyukur adalah keyakinan bahwa kita selalu berada dalam curahan rahmat dan kasih sayang-Nya; bahwa Allah tidak akan membiarkan kita sendirian.


Bersyukur merupakan tanda kebesaran jiwa, kesungguhan iman dan keagungan Islam yang bertahta dalam jiwa.


Bersyukur menunjukkan kepercayaan kita kepada Allah bahwa Allah akan menambah nikmat-Nya kepada kita, seperti yang telah dijanjikan dalam Al-Qur’an al-Karim.


Bersyukur adalah jalan mutlak untuk mendatangkan lebih banyak kebaikan dalam hidup.


Bersyukur termasuk kewajiban manusia, karena manusialah yang paling banyak menerima anugerah nikmat dari Ilahi.


رَبِّ أَوْزِعْنِيْ أَنْ أَشْـكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْ أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰـهُ وَأَصْلِحْ ِليْ ِفيْ ذُرِّيَتِيْصلىإِنِّيْ تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Ya Tuhanku, perkenankanlah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang Engkau anugerahkan atasku dan atas kedua orang tuaku, dan bahwasanya aku hendak beramal shaleh yang Engkau ridhai, dan berilah kebaikan untukku dan untuk keturunanku, sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu, dan sesungguhnya aku dari (golongan) orang-orang yang telah menyerahkan diri (mengabdi kepada-Mu). (QS al-Ahqâf [46]: 15)


Seorang penyair mengatakan:


Air, roti dan naungan konon
adalah nikmat yang paling besar
Aku mengingkari nikmat Rabb-ku
jika aku berkata itu sedikit saja


Daftar Pustaka :

  • Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, asy-Syaikh, “Al-Adzkâr an-Nawawiyyah”
  • Abul Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi an-Naisaburi, asy-Syaikh, “Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf (Ar-Risâlah al-Qusyairiyyah fî ‘Ilmi at-Tashawwuf)”, Pustaka Amani, Cetakan I : September 1998/Jumadil Ula 1419
  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Nikmatnya Hidangan Al-Qur’an (‘Alâ Mâidati Al-Qur’an)”, Maghfirah Pustaka, Cetakan Kedua : Januari 2006
  • M. Quraish Shihab, Dr, “‘Menyingkap’ Tabir Ilahi – Al-Asmâ’ al-Husnâ dalam Perspektif Al-Qur’an”, Penerbit Lentera Hati, Cetakan VIII : Jumadil Awal 1427 H/September 2006
  • Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006
  • Zeid Husein Alhamid, “Terjemah Al-Adzkar Annawawi (Intisari Ibadah dan Amal)”, Cetakan Pertama : Pebruari 1994/Sya‘ban 1414

Tulisan ini lanjutan dari : Membaca Doa Tapi Tidak Berdoa (7 of 12)
Tulisan ini berlanjut ke : Membaca Doa Tapi Tidak Berdoa (9 of 12)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

0 comments:

Post a Comment