Kuburan para pimpinan dan bawahan, kuburan raja dan rakyat jelata, kuburan orang kaya dan miskin, semua sama di sisi Allah. Apakah malaikat itu datang dengan seyuman indah ke dalam kubur yang terbuat dari emas atau perak? Takutkah malaikat dengan kekayaan, kekuasaan dan pengawal yang dimiliki oleh penghuni kubur semasa hidupnya?
Ibnu Katsir menceritakan bahwa setelah melaksanakan shalat Idul Fitri bersama kaum muslimin, Umar bin Abdul Aziz melintas di pemakaman. Ia berkata kepada orang-orang yang bersamanya,
“Tunggu aku sebentar, tunggu aku sebentar!”
Para menteri, orang-orang shaleh, para pemimpin dan semuanya ikut turun dari kendaraan bighal mereka. Mereka kemudian berhenti di kuburan salah seorang khalifah Bani Umaiyah dan orang-orang kaya. Umar lalu berdiri di tepi kuburan dan berkata,
“Wahai maut, apa yang telah engkau lakukan kepada para kekasih? Wahai maut, apa yang telah engkau lakukan kepada para kekasih?”
Umar menangis dan duduk meratap, sampai otot-ototnya nyaris terkilir akibat duka yang begitu dalam. Setelah itu, ia lalu kembali kepada orang-orang yang bersamanya. Ia berkata kepada mereka,
“Apakah engkau tahu apa yang diucapkan maut?”
“Tidak,” jawab mereka.
“Maut mengatakan, ‘Aku mulai dengan kedua biji mata, aku memakan kedua mata, aku memisahkan kedua telapak tangan dari tangan, kedua bagian tangan bawah dari bagian tangan atas, lalu kedua bagian tangan atas dari pundak. Aku pun memisahkan kedua telapak kaki dari betis, kedua betis dari lutut, dan kedua lutut dari paha’,” jelas Umar kepada mereka.
Dalam khutbahnya, Umar bin Abdul Aziz berpesan, “Dunia bukanlah rumah tempat tinggal tetap bagi kalian. Allah telah menetapkan fana atas dunia ini. Allah telah menetapkan kepergian atas penghuninya. Maka, berapa banyak dari para penghuninya lenyap seketika dengan membawa sedikit saja lalu pergi? Perbaikilah diri kalian untuk meninggalkannya.”
وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوٰىجوَٱتَّقُوْنِ يٰـۤأُولىِ ٱْلأَلْبَابِ
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal. (QS al-Baqarah [2]: 197)
Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu Umar pernah berkata, “Jika engkau mendapati senja, maka jangan tangguhkan hingga padi datang. Jika engkau mendapati pagi, jangan pernah tangguhkan hingga datang senja. Gunakanlah masa sehatmu untuk menebus masa sakitmu. Dan gunakanlah hidupmu untuk membayar kematianmu.”
Seorang mukmin tidak pantas menjadikan dunia sebagai persinggahan abadi. Dunia ini seharusnya dipandang sebagai tempat yang dilalui menuju suatu titik akhir. Rasulullah saw. pernah bersabda:
مَالِيْ وَلِلدُّنْيَا إِنَّمَا مِثْلِيْ وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رَاكِبٍ قَامَ فِي ظِلِّ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهُ
Tidak ada bagiku dari dunia ini. Sesungguhnya perumpamaanku dengan dunia ini adalah seperti seorang pengembara yang berteduh di bawah pohon lalu pergi dan meninggalkannya. (HR Tirmidzi)
Rasulullah pernah menepuk bahu Ibnu Umar sambil berkata, “Jadilah engkau di dunia ini sebagai orang asing atau orang yang menyeberangi jalan.”
Bahkan, Isa al-Masih pernah berwasiat kepada para sahabatnya, “Arungilah dunia ini. Jangan pernah engkau tinggal di dalamnya!”
Pernah diriwayatkan pula bahwa Nabi Isa as. berkata, “Siapa mau membangun rumah tinggal di atas ombak samudra? Seperti itulah dunia. Maka, janganlah engkau jadikan dunia sebagai kelanggengan.”
Bukhari meriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib kw. berkata, “Sesungguhnya dunia ini berputar untuk ditinggalkan, sedangkan akhirat berputar untuk dihadapi. Masing-masing memiliki penghuni. Maka, jadilah kalian sebagai penghuni akhirat. Jangan sekali-kali menjadi penghuni dunia. Hari ini adalah untuk berbuat, bukan untuk menghitung-hitung hasil. Sementara kelak adalah untuk menghitung hasil, bukan lagi untuk beramal.”
Al-Hasan pernah menasihatkan, “Engkau adalah ibarat hari-hari yang terkumpul. Setiap hari ada hari yang berlalu, dengan sendirinya sebagian hidupmu ikut berlalu.”
Sampai kapan kita bersandar di dunia ini? Sampai kapan kita menangguhkan taubat? Sebagai seorang mukmin, kita berkewajiban untuk bersegera dalam beramal shaleh sebelum terhalang untuk itu.
Kita tidak pernah tahu kapan sakit datang menghadang, mendadakkah atau ada tanda-tandanya.
Kita tidak pernah tahu kapan maut datang menjemput, tiba-tibakah atau memberi isyarat.
Kita tidak pernah tahu kapan manusia dan amalnya akan dipisahkan, apakah detik ini, hari ini, esok atau lusa.
Pada saat itu, kita tidak ingin menjadi golongan orang-orang yang merugi.
Pada saat itu, kita tidak ingin termasuk orang yang menyesal di kemudian hari.
Pada saat itu, kita tidak ingin seperti mereka yang berharap dihidupkan kembali untuk memperbaiki amalannya.
Pada saat itu, sungguh, sesal dan harap tiada guna.
Allah SWT berfirman yang artinya:
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).
Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya,
supaya jangan ada orang yang mengatakan, “Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah).”
Atau supaya jangan ada yang berkata, “Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku, tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa.”
Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab, “Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik.”
(Bukan demikian) sebenarnya telah datang keterangan-keterangan-Ku kepadamu lalu kamu mendustakannya dan kamu menyombongkan diri dan adalah kamu termasuk orang-orang yang kafir.
(QS az-Zumar [39]: 54-59)
Jika ajal telah datang, maka ia tidak bisa diajukan dan dimundurkan, walau hanya satu jam. Ali bin Abi Thalib berkata:
Kapan aku harus lari dari dua hari kematianku
Hari yang telah ditentukan ataukah hari yang tidak ditentukan
Pada hari yang tidak ditentukan aku tak takut
Karena yang telah ditentukan itu tidak bisa diubah dengan kewaspadaan
Tentang keberadaan siksa kubur, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Siksa kubur itu ada dan haq.
Marilah kita bersama-sama bertaubat kepada Allah Yang Maha Menerima Taubat. Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah pernah menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah menghamparkan tangan-Nya di malam hari untuk menerima taubat orang-orang yang berbuat buruk di siang hari. Allah menghamparkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang-orang yang berbuat buruk di malam hari, hingga terbit matahari dari peraduannya.
Pesan orang bijak, “Wahai anak Adam, ibumu telah melahirkanmu dalam keadaan menangis, sementara orang-orang di sekelilingmu tertawa penuh rasa bahagia. Maka, beramallah untuk dirimu agar engkau menjadi orang yang tertawa penuh bahagia ketika mereka menangis pada hari kematianmu.”
Ibnu Hazm menasihati kita lewat puisinya:
Wahai yang terlena dalam kenikmatan semu
Kulihat kehancuran kehinaan mengintaimu
Ingatlah kau dengan hari pembalasan
Tak ada yang bisa disembunyikan
Semua perbuatan akan peroleh ganjaran
Sadarlah! Senyampang masih ada kesempatan
Senyampang liang lahat yang sempit belum datang
Terangi makammu dengan kebaikan
Imam al-Qusyairi berpesan:
setiap hari yang lewat
mengambil bagianku
mewariskan hati yang lelah
dan duka kemudian berlalu
sebagaimana penduduk neraka
jika telah matang kulitnya
maka akan dikembalikan seperti semula
agar mereka merasakan pedihnya siksa
tidaklah orang mati beristirahat
dengan kematiannya, tetapi kematian itu
hanyalah sebuah kematian kehidupan
sementara untuk hidup selamanya
Demi kebahagiaan di alam berikutnya, marilah kita bersama-sama bermunajat kepada Allah:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ قُبُوْرَنَا رَوْضَـةً مِنْ رِيَاضِ الْجِـنَانِ وَلاَ تَجْعَلْ قُبُوْرَنَا حُفْرَةً مِنْ حُفَرِ النِّيْرَانِ
Ya Allah, jadikanlah kubur kami sebagai taman, bagian dari taman-taman surga. Dan janganlah Engkau jadikan kuburan kami sebagai jurang, bagian dari jurang-jurang neraka, amin.
Daftar Pustaka :
- Abul Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi an-Naisaburi, asy-Syaikh, “Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf (Ar-Risâlah al-Qusyairiyyah fî ‘Ilmi at-Tashawwuf)”, Pustaka Amani, Cetakan I : September 1998/Jumadil Ula 1419
- ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama : Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006
- Ibnu Hazm al-Andalusi, “Di Bawah Naungan Cinta (Thawqul Hamâmah) – Bagaimana Membangun Puja Puji Cinta Untuk Mengukuhkan Jiwa”, Penerbit Republika, Cetakan V : Maret 2007
- M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007
Tulisan ini lanjutan dari : Berapa Lama Kita Dikubur? (2 of 3)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#
Izin Kopas..trim
ReplyDelete