Misalkan ada seseorang, sebut saja namanya Fulan. Dia suka sekali membersihkan halaman rumah orang lain, hingga mengepel lantai. Lampu-lampu yang ada dibersihkan, dan kalau agak buram segera diganti dengan yang baru. Dia tidak digaji, hanya mendapatkan makan. Jadilah rumah orang lain bersih dan kinclong karena begitu rajinnya si Fulan.
Masalahnya, rumahnya sendiri dibiarkan kotor. Debu-debu yang menempel di lantai, dinding rumah dan tiap perabotan tidak diacuhkannya, sehingga cukup tebal. Kalau di pesantren, rumah si Fulan ini dijuluki “rumah tayammum”, karena debu-debunya begitu banyak sehingga bisa digunakan untuk tayammum. Ah, ada-ada saja memang anak-anak pesantren itu :-). Fulan malas sekali merawat rumahnya. Lampu-lampu dibiarkan kotor; sampai-sampai ketika nyalanya sudah tidak terang, bahkan sangat buram, dia pun malas menggantinya.
Ketika ditanya apa alasan dia tidak bersemangat merawat rumah sendiri, Fulan menjawab, “Kalau aku membersihkan dan mengganti lampu rumah orang lain, aku dapat makan. Nah, jika aku melakukan hal yang sama di rumahku, siapa yang memberi makan aku? Karena tidak ada, lalu buat apa aku repot-repot? Mending aku santai, nonton televisi atau tidur.”
Apa pendapat kita tentang si Fulan? Apakah dia tergolong orang hebat, wajar atau aneh? Mari kita menilainya sendiri-sendiri dan bersifat rahasia, tidak perlu memberi tahu kepada orang lain tentang komentar kita untuk si Fulan yang “luar biasa” (maksudnya di luar kebiasaan) ini, karena bisa jadi kita sama dengan dia.
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an :
Masalahnya, rumahnya sendiri dibiarkan kotor. Debu-debu yang menempel di lantai, dinding rumah dan tiap perabotan tidak diacuhkannya, sehingga cukup tebal. Kalau di pesantren, rumah si Fulan ini dijuluki “rumah tayammum”, karena debu-debunya begitu banyak sehingga bisa digunakan untuk tayammum. Ah, ada-ada saja memang anak-anak pesantren itu :-). Fulan malas sekali merawat rumahnya. Lampu-lampu dibiarkan kotor; sampai-sampai ketika nyalanya sudah tidak terang, bahkan sangat buram, dia pun malas menggantinya.
Ketika ditanya apa alasan dia tidak bersemangat merawat rumah sendiri, Fulan menjawab, “Kalau aku membersihkan dan mengganti lampu rumah orang lain, aku dapat makan. Nah, jika aku melakukan hal yang sama di rumahku, siapa yang memberi makan aku? Karena tidak ada, lalu buat apa aku repot-repot? Mending aku santai, nonton televisi atau tidur.”
Apa pendapat kita tentang si Fulan? Apakah dia tergolong orang hebat, wajar atau aneh? Mari kita menilainya sendiri-sendiri dan bersifat rahasia, tidak perlu memberi tahu kepada orang lain tentang komentar kita untuk si Fulan yang “luar biasa” (maksudnya di luar kebiasaan) ini, karena bisa jadi kita sama dengan dia.
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an :
وَلـٰكِنْ جَعَلْنٰـهُ نُوْرًا نَّهْدِيْ بِهِ مَنْ نَشَاۤءُ مِنْ عِبَادِنَا
Tetapi Kami jadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.(QS asy-Syûrâ [42] : 52)
Sahabat Anas ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah memerintahkan kita untuk menerangi rumah kita dengan membaca Al-Qur’an.
Sahabat Anas ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah memerintahkan kita untuk menerangi rumah kita dengan membaca Al-Qur’an.
نَوِّرُوْا بُيُوْتَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
Hendaklah kamu beri nur (cahaya) rumahmu dengan shalat (sunnah) dan membaca Al-Qur’an. (HR Baihaqi)
Ada nasihat—bukan hadits menurut
tahqiq as-Sayyid al-‘Arabiy terhadap
kitab Tanbîhul
Ghâfilîn karya Imam Abul Laits as-Samarqandi,
ثَلاَثَةٌ هُمُ الْغُرَبَاءُ فِى الدُّنْيَا
الْقُرْآنُ فِي جَوْفِ الظَّالِمِ وِالرَّجُلُ الصَّالِحُ
فِي قَوْمٍ سُوْءٍ وَالْمُصْحَفُ فِي بَيْتٍ لاَ يَقْرَأُ فِيْهِ
“Tiga macam keanehan (yang asing) di dunia ini,
yaitu Al-Qur’an di dalam dada orang zhalim, orang shaleh di tengah kaum jahat
dan Al-Qur’an di dalam rumah yang tidak dibaca.”
Membaca Al-Qur’an, baik mengetahui artinya ataupun tidak, termasuk ibadah, amal shaleh dan berpahala.
Membaca Al-Qur’an memberi rahmat serta manfaat bagi yang melakukannya.
Membaca Al-Qur’an memberi cahaya ke dalam kalbu sehingga terang benderang dan memberi peringatan bagi yang membacanya.
Membaca Al-Qur’an juga memberi cahaya kepada keluarga dan rumah tempat Al-Qur’an dibaca.
Dalam sebuah puisinya, ‘Aidh al-Qarni mengungkapkan sanjungannya untuk Al-Qur’an :
Membaca Al-Qur’an memberi rahmat serta manfaat bagi yang melakukannya.
Membaca Al-Qur’an memberi cahaya ke dalam kalbu sehingga terang benderang dan memberi peringatan bagi yang membacanya.
Membaca Al-Qur’an juga memberi cahaya kepada keluarga dan rumah tempat Al-Qur’an dibaca.
Dalam sebuah puisinya, ‘Aidh al-Qarni mengungkapkan sanjungannya untuk Al-Qur’an :
Biarkan diriku menyanjung ayat-ayat-Nya yang bercahaya
Bagai kilau bintang kejora di malam hari
Datang menyusul Kitab Taurat dan membuatnya menghilang
Tercampakkan di zaman perbudakan dan zaman yang akan tiba
Dan Injil pun tidak setara dengannya
Ia bagaikan bayang maya yang hinggap di pelupuk mata dalam mimpi
Mengenai pahala membaca Al-Qur’an, Ali bin Abi Thalib kw. menjelaskan bahwa tiap-tiap orang yang membaca Al-Qur’an dalam shalat, akan mendapat pahala 50 (lima puluh) kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang diucapkannya. Membaca Al-Qur’an di luar shalat dengan berwudhu, pahalanya 25 (dua puluh lima) kebajikan untuk setiap huruf. Sedangkan membaca Al-Qur’an di luar shalat dengan tidak berwudhu, pahalanya 10 (sepuluh) kebajikan.
Rasulullah saw. bersabda :
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ تَعَالَى فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لاَ أَقُوْلُ الۤـّمۤ حَرْفٌ وَلَكِنَّ أَقُوْلُ اَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ
Siapa membaca satu huruf dari Kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan kebaikan itu dengan sepuluh kelipatan. Aku tidak mengatakan ‘alif lâm mîm’ satu huruf, tetapi alif satu huruf, lâm satu huruf dan mîm satu huruf. (HR Tirmidzi)
Allah SWT senantiasa memberikan anugerah kepada kita jika kita senantiasa membaca Al-Qur’an.
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.(QS Fâthir [35] : 2)
Membaca Al-Qur’an walaupun satu ayat, asalkan istiqamah tetaplah utama. Nabi Muhammad saw. berpesan bahwa termasuk hal yang utama adalah melakukan amal ibadah yang sedikit, asalkan terus-menerus. Siti Aisyah menceritakan hadits berikut ini :
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُِئلَ : أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ : أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
Bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya, “Amal apakah yang paling disukai Allah?” Jawab beliau, “Yang paling mudawamah (terus-menerus atau istiqamah) sekalipun sedikit.” (HR Muslim)
Daftar Pustaka :
Daftar Pustaka :
- Abul Laits as-Samarqandi, al-Imâm, “Tanbîhul Ghâfilîn—tahqiq as-Sayyid al-‘Arabiy”, Maktabah al-Îmân bil-Manshûrah, Cetakan I: 1994/1415 H
- ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Nikmatnya Hidangan Al-Qur’an (‘Alâ Mâidati Al-Qur’an)”, Maghfirah Pustaka, Cetakan Kedua : Januari 2006
- Salim Bahreisy, “Tarjamah Tanbihul Ghafilin (karya Syaikh Abul Laits as-Samarqandi) – Peringatan Bagi Yang Lupa – Jilid 1 dan 2”, PT Bina Ilmu
Tulisan ini berlanjut ke : Menerangi Rumah Orang Lain, Rumah Sendiri Gelap (2 of 4)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin…#
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin…#
0 comments:
Post a Comment