“Banyak orang memvonis sesuatu berdasarkan hitam atau putih. Kalau dalam hidup ini hanya ada hitam dan putih, maka sungguh hidup ini tidak indah. Bukankah Tuhan juga menciptakan warna-warna yang lain?” tanya seorang teman pada penulis, sekaligus sebuah pernyataan.
Ada juga yang bilang, “Kalau masa remaja dan masa muda kita isi dengan banyak kegiatan termasuk yang negatif, itu bagus sekali. Itu berarti hidup kita penuh warna, tidak monoton. Nanti kalau sudah tua, bisa jadi bahan cerita untuk anak-cucu. Kalau hidup kita lurus-lurus saja, sungguh tidak asyik hidup ini. Bukankah hidup ini harus pernah mencicipi semua rasa?” Mâsyâ Allah.
Ya, hitam dan putih, itulah yang sering kita dengar sebagai analogi kebaikan dan kejahatan. Dari mana istilah ini muncul? Lalu di manakah warna-warna lainnya? Apakah bahan cerita untuk anak-cucu harus mulai dari yang negatif sampai yang positif? Apakah kita harus bangga bila pernah melakukan kemaksiatan, dosa dan perbuatan nista lainnya? Benarkah tindakan kita mengejek orang-orang yang berusaha untuk lurus-lurus saja dalam hidup ini, dengan alasan hidup mereka tidak variatif?
Mari kita ulas dari mana asal kata “putih” sebagai ibarat kebaikan dan “hitam” sebagai perumpamaan keburukan/kejahatan.
Allah SWT. berfirman di dalam Al-Qur’an al-Karim yang terjemahnya sebagai berikut :
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,
pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan), “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.”
Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya.
(QS Âli ‘Imrân [3] : 105-107)
Dan pada hari Kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?
(QS az-Zumar [39] : 60)
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Sahabat Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah mendatangi kuburan dan bersabda,
“Selamat atas kalian tempat kaum mukmin dan kami insya Allah menyertai kalian. Aku senang kita telah melihat saudara-saudara kita.”
Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, bukankah kami juga saudara-saudaramu?”
Beliau menjawab,
“Kalian sahabatku, sedangkan saudara-saudara kita adalah yang belum lahir (lahir setelah wafatnya Rasulullah).”
Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana Engkau mengetahui umatmu yang belum lahir nanti?”
Beliau menjawab,
“Apa pendapatmu kalau seseorang memiliki kuda dengan warna putih di tubuhnya di antara sekumpulan kuda hitam legam, tidakkah dia mengetahui kudanya?”
Mereka berkata, “Iya, benar.”
Beliau bersabda,
“Mereka akan datang dengan warna putih di tubuhnya akibat dari bekas wudhu, dan aku akan menuntun mereka ke telaga.”
Adapun teks Arab hadits tersebut adalah :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى الْمَقْبَرَةَ فَقَالَ : اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمِ مُؤْمِنِيْنَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ، وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا، قَالُوْا : أَوَلَسْـنَا إِخْوَانَكَ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ : أَنْتُمْ أَصْحَابِيْ، وَإِخْوَانُنَا الَّذِيْنَ لَمْ يَأْتُوْا بَعْدُ، قَالُوْا : كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ لَمْ يَأْتِ بَعْدُ مِنْ أُمَّتِكَ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ فَقَالَ : أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلاً لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَىْ خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ، أَلاَ يَعْرِفُ خَيْلَهُ؟ قَالُوْا : بَلَى يَارَسُوْلَ اللهِ، قَالَ : فَإِنَّهُمْ يَأْتُوْنَ غُرًّا مُحَجَّلِيْنَ مِنَ الْوُضُوْءِ، وَأَنَا فَرَطُهُمْ إِلىَ الْحَوْضِ
Pemimpin agung kita, Nabi saw. pasti akan mengetahui umat beliau pada hari Kiamat, di tengah-tengah kumpulan kaum (kaum Musa, Isa, Nuh dan Ibrahim). Rasulullah mengetahui mereka dengan tanda wudhu. Jika beliau melihat wajah kita bersinar bagaikan bulan karena bekas wudhu, begitu pula anggota badan kita yang lain bercahaya, maka beliau akan tahu bahwa kita termasuk pengikutnya. Lalu beliau dengan tangannya memberi kita minum (dari telaga) hingga kita tidak pernah haus selamanya.
Di hadits lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Sahabat Shuhaib ra. bahwa Rasulullah bersabda :
إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ يَقُوْلُ اللهُ تَبارَكَ وَتَعَالَى : تُرِيْدُوْنَ شَـيْئًا أَزِيْدُكُمْ؟ فَيَقُوْلُوْنَ : أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوْهَنَا، أَلَمْ تُدْخِلَنَا الْجَنَّةَ، وَتُنْجِنَا مِنَ النَّارِ؟ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوْا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظْرِ إِلَى رَبِّهِمْ
Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah berfirman, “Maukah kalian kutambah sesuatu?” Mereka menjawab, “Bukankah Engkau telah memutihkan wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke surga dan menghindarkan kami dari neraka?” Kemudian disingkapkanlah penghalang itu, tidak ada sesuatu yang paling diinginkan melainkan hanya melihat wajah Tuhan mereka.
Daftar Pustaka :
- Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, asy-Syaikh, “Riyâdhush Shâlihîn”
- ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama : Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006
- Salim Bahreisy, “Tarjamah Riadhus Shalihin I dan II (karya Syaikh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi)”, PT Alma‘arif
Tulisan ini berlanjut ke : Hitam dan Putih, di Manakah Warna Lainnya? (2 of 2)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin…#
0 comments:
Post a Comment