Mencari Data di Blog Ini :

Friday, February 6, 2009

Buang Angin, Kok Muka Yang Dibasuh?! (2 of 4)

Dalam kitab “Mukhtashar Shahîh al-Bukhârî” dijelaskan pada hadits ke-112 tentang batalnya wudhu :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيْدٍ اْلأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّهُ شَكَا إِلىَ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الرَّجُلُ الَّذِيْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَجِدُ الشَّـْئَ فىِ الصَّلاَةِ؟ فَقَالَ : لاَ يَنْفَتِلْ أَوْ لاَيَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدُ رِيْحًا

Diriwayatkan dari Abdullah bin Yazid al-Anshari ra. Ia bertanya kepada Rasulullah saw. tentang seseorang yang merasa dirinya telah buang angin ketika sedang shalat. Rasulullah saw. menjawab, “Ia tidak perlu membatalkan shalatnya kecuali apabila ia mendengar suara (buang angin) atau bau (buang angin) tercium olehnya.” (HR Bukhari)

Dalam kitab “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm” terdapat hadits ke-77 yang menerangkan tentang pembatal wudhu :
عَنْ أَبىِ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فيِ بَطْنِهِ شَيْئًا، فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ : أَخْرَجَ مِنْهُ شَـْئٌ، أَمْ لاَ؟ فَلاَ يَخْرُجَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْ تًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw., “Apabila seseorang dari kalian merasa sesuatu di dalam perutnya, yaitu ragu-ragu apakah keluar darinya sesuatu atau tidak, maka janganlah ia keluar dari masjid (buat berwudhu) hingga ia dengar suara atau ia merasakan angin (bau).” (HR Muslim)
Semuanya sudah jelas sekarang. Kita tidak harus berwudhu setiap buang angin. Hanya ibadah yang mensyaratkan kondisi suci dari hadats-lah yang mewajibkan kita berwudhu lagi kalau wudhu kita batal. Buktinya, dzikir atau membaca shalawat di luar shalat tetap boleh dilakukan walaupun kita telah buang angin.

Mungkin para pelajar tidak akan puas karena pertanyaannya dianggap tidak valid. Maklumlah, siapa pun bisa tersinggung bila disalahkan. Mungkin mereka akan bertanya lagi, “Mengapa wudhu digunakan sebagai sarana penyucian hadats kecil? Apa faedah, kelebihan serta keutamaan wudhu?”

Penulis tidak berniat untuk menyinggung siapa pun. Bila ada hal-hal yang kurang berkenan di hati, penulis haturkan maaf kepada para pelajar. Berikut ini keutamaan-keutamaan wudhu.

اَلطُّهُوْرُ نِصْفُ اْلإِيْمَانِ

Bersuci itu sebagian dari iman. (HR Tirmidzi)
Dalam kitab “Mukhtashar Shahîh al-Bukhârî” dijelaskan pada hadits ke-111 tentang keutamaan wudhu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda,

إِنَّ أُمَّتِيْ يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِيْنَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوْءِ، فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيْلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ

“Pada hari Kiamat kelak, umatku akan dipanggil al-Gurr al-Muhajjalûn dari (cahaya) bekas wudhu mereka. Siapa yang dapat meluaskan wilayah cahayanya, haruslah memperluaskannya.” (HR Bukhari)
Di kitab yang sama, terdapat hadits yang menjelaskan keutamaan orang yang tidur dalam keadaan berwudhu (hadits ke-184). Diriwayatkan dari al-Bara’ bin Azib ra., Nabi Muhammad saw. pernah bersabda :
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ، فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلاَةِ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ اْلأَيْمَنِ، ثُمَّ قُلِ : اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ، لاَمَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَى مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ، اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِيْ أَنْزَلْتَ، وَنَبِيِّكَ الَّذِيْ أَرْسَلْتَ. فَإِنْ مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ، فَأَنْتَ عَلَى الْفِطْرَةِ، وَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَكَلَّمُ بِهِ

Kapan pun engkau hendak tidur, berwudhulah terlebih dahulu sebagaimana engkau hendak mengerjakan shalat. Berbaringlah dengan menghadap ke arah kanan dan berdoalah, “Ya Allah, hamba berserah diri kepada-Mu, mempercayakan seluruh urusan hamba kepada-Mu, hamba bergantung kepada-Mu untuk memperoleh berkah-Mu dengan harapan dan ketakutan hamba kepada-Mu. Tak ada tempat untuk melarikan diri dari-Mu, tak ada tempat untuk perlindungan dan keamanan selain-Mu. Ya Allah, hamba percaya pada kitab-Mu (Al-Qur’an) yang Engkau turunkan dan hamba percaya kepada Nabi-Mu (Muhammad saw.) yang telah Engkau utus.” Maka, apabila malam itu engkau mati, kau akan mati dalam keimanan (terhadap Islam). Biarkanlah kata-kata itu menjadi kata-katamu yang terakhir. (HR Bukhari)

Faedah wudhu yang lain yaitu bisa menghapus dosa-dosa kita. Nabi saw. pernah bersabda :

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ

Siapa berwudhu dengan baik, maka keluarlah dari tubuhnya semua dosa-dosa hingga dosa-dosa itu keluar dari bawah kuku-kukunya. (HR Muslim)
Di hadits lain, dari Sahabat Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ أَوِ الْمُؤْمِنُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيْئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْـنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ، أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ كُلُّ خَطِيْئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ، أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيْئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيَّا مِنَ الذُّنُوْبِ

“Apabila seorang muslim atau mukmin berwudhu kemudian membasuh wajahnya, maka keluarlah dari wajahnya setiap dosa pandangan yang dilakukan kedua matanya bersama air wudhu atau bersama akhir tetesan air wudhu. Apabila ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah setiap dosa yang dilakukan kedua tangannya tersebut bersama air wudhu atau bersama akhir tetesan air wudhu. Apabila ia membasuh kedua kaki, maka keluarlah setiap dosa yang disebabkan langkah kedua kakinya bersama air wudhu atau bersama tetesan akhir air wudhu, hingga ia selesai dari wudhunya dalam keadaan suci dan bersih dari dosa-dosa.” (HR Muslim)


Daftar Pustaka :
  • A. Hassan, “Tarjamah Bulughul Maram”, Penerbit Diponegoro, Cetakan XXIII, Oktober 1999
  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama : Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006
  • Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Hâfizh, “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm”
  • Muhammad bin ‘Umar an-Nawawi al-Bantani, asy-Syaikh, “Tanqîh al-Qawl al-Hatsîts fî Syarhi Lubâb al-Hadîts”
  • Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az-Zabîdî, asy-Syaikh, “Ringkasan Shahîh Al-Bukhârî (Al-Tajrîd as-Sharîh li Ahâdîts al-Jâmi‘ as-Shahîh)”, Penerbit Mizan, Cetakan III : Dzulhijjah 1419/April 1999
Tulisan ini lanjutan dari : Buang Angin, Kok Muka Yg Dibasuh?!(1 of 4)
Tulisan ini berlanjut ke : Buang Angin, Kok Muka Yg Dibasuh?!(3 of 4)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

0 comments:

Post a Comment