“Taubat”, sebuah kata yang kadang kita abaikan. Kita sering menganggap bahwa taubat hanyalah untuk para residivis dan penghuni hotel prodeo (lembaga pemasyarakatan). Akibatnya, ketika mendengar kata “taubat” disebut bahkan dibahas oleh para muballigh, nyaris tak ada efek sedikit pun pada diri kita.
Entah dapat jaminan dari mana sehingga kita meyakini bahwa diri kita termasuk golongan orang-orang yang tidak perlu bertaubat.
Entah dapat jaminan dari mana sehingga kita mengira amal ibadah kita sudah cukup, bahkan lebih.
Entah dapat jaminan dari mana sehingga kita merasa bahwa dosa kita tidak banyak.
Entah dapat jaminan dari mana sehingga kita berasumsi bahwa kita tahu apa yang telah dicatat oleh Malaikat Raqib dan ‘Atid.
Entah dapat jaminan dari mana sehingga kita berpikir bahwa semua kebaikan kita diterima oleh Allah dan seluruh kesalahan kita telah diampuni-Nya.
Tidak ada orang yang tidak pernah berbuat dosa, kecuali Rasulullah karena beliau dijaga oleh Allah dari kesalahan atau dosa (ma‘shûm). Dalam perjalanan menuju Allah, kita tidak terlepas dari maksiat dan kekurangan, seperti melakukan perbuatan yang melanggar syariat, baik yang bersifat zhahir maupun batin. Maka, taubat terus-menerus adalah bekal perjalanan menuju Al-Haqq. Nabi Muhammad saw. bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّائُوْنَ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ الْمُسْـتَغْفِرُوْنَ
Setiap manusia melakukan kesalahan dan sebaik-baiknya orang yang melakukan kesalahan adalah orang yang bertaubat dan memohon ampun. (HR Tirmidzi)
Tentunya yang dimaksud kesalahan di atas adalah dosa-dosa kecil, karena memang ada orang yang menjaga diri dan ditolong Allah untuk tidak berbuat dosa besar. Meskipun begitu, sekecil apa pun ukuran dosa kita, kita tetaplah harus memohon ampun kepada Allah dan bertaubat. Dan, tidak ada sesuatu yang disebut kecil bila dilakukan terus-menerus. Marilah kita memohon perlindungan dan pertolongan Allah agar dijauhkan dari dosa-dosa besar. Namun demikian, jika ada di antara kita pernah melakukan dosa besar, janganlah kita pesimis karena Allah Maha Penerima Taubat (At-Tawwâb), Maha Pemaaf (Al-‘Afuww) dan Maha Pengampun (Al-Ghafûr).
Perlu kita ingat lagi bahwa memohon ampun bukan hanya sekadar membaca istighfar, tapi benar-benar memohon ampunan Allah. Kita memang seringkali membaca istighfar, namun sangat jarang mohon ampunan Allah. Dengannya, marilah bersama-sama kita perbaiki diri, sehingga kita tidak hanya membaca istighfar, tapi benar-benar ber-istighfar. Namun, hendaknya ini jangan diartikan bahwa membaca istighfar tidak baik. Yang dimaksudkan di sini adalah kita perbaiki lagi sehingga benar-benar sesuai yang diperintahkan.
Allah adalah At-Tawwâb, dalam arti Allah yang kembali berkali-kali menuju cara yang memudahkan taubat untuk hamba-hamba-Nya, dengan jalan menampakkan tanda-tanda kebesaran-Nya, menggiring mereka kepada peringatan-peringatan-Nya, sehingga bila mereka telah sadar akan akibat buruk dari dosa-dosa, dan merasa takut dari ancaman-ancaman-Nya, mereka kembali (bertaubat) dan Allah pun kembali kepada mereka dengan anugerah pengabulan. Allah juga senang menerima taubat hamba-hamba-Nya. Rasulullah saw. bersabda:
اللهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ الْعَبْدِ الْمُؤْمِنِ مِنْ رَجُلٍ نَزَلَ فِيْ أَرْضٍ دَوِيَّةٍ مُهْلِكَةٍ مَعَهُ رَاحِلَـتُهُ عَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَوَضَعَ رَأْسَهُ فَنَامَ نَوْمَةً فَاسْتَيْقَظَ وَقَدْ ذَهَبَتْ رَاحِلَـتُهُ فَطَلَبَهَا حَتَّى إِذَا اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْحَرُّ وَالْعَطْشُ أَوْ مَاشَاءَ اللهُ قَالَ: أَرْجِعُ إِلَى مَكَانِي الَّذِي كُنْتُ فِيْهِ فَأَنَامُ حَتَّى أَمُوْتُ، فَوَضَعَ رَأْسَهُ عَلَى سَاعِدِهِ لِيَمُوْتُ، فَاسْتَيْـقَظَ فَإِذَا رَاحِلَـتُهُ عِنْدَهُ عَلَيْهَا زَادُهُ وَشَرَابُهُ. فَاللهُ تَعَالَى أَشَدَّ فَرْحًا بِتَوْبَةِ الْعَبْدِ الْمُؤْمِنِ مِنْ هَذَا بِرَاحِلَـتِهِ
Sesungguhnya Allah sangat berbahagia dengan taubat seorang hamba yang mukmin daripada kebahagiaan seorang laki-laki ketika berada di daerah yang sangat berbahaya (tandus) bersama kudanya, dan ia membawa makan dan minuman yang diletakkan di atas kuda tersebut. Lalu ia meletakkan kepalanya ke tanah dan tidur dengan nyenyak. Saat ia bangun ternyata kudanya telah hilang (bersama perbekalannya), maka ia mencarinya sampai ia merasakan sangat panas dan kehausan serta penderitaan lainnya. Lalu ia berkata, “Lebih baik aku kembali ke tempat tadi dan tidur sampai menunggu kematianku.” Maka diletakkan kepalanya di atas tangannya untuk menunggu kematian menjemputnya. Ketika terbangun, ia melihat kudanya beserta perbekalannya sudah kembali dan ada di hadapannya. Sesungguhnya kegembiraan Allah melihat hamba-Nya bertaubat lebih besar daripada kegembiraan orang yang kehilangan kudanya itu. (HR Muslim)
Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa karena gembiranya ia—sampai-sampai, sambil memegang kendali untanya—ia berseru keseleo lidah, “Wahai Tuhan, Engkau hambaku dan aku Tuhan-Mu.” Perkataan sebenarnya bertujuan untuk bersyukur kepada Allah.
Pemaafan Allah tidak hanya tertuju kepada hamba yang bersalah secara tidak sengaja, atau melakukan kesalahan karena tidak tahu. Pemaafan Allah juga tidak selalu menunggu yang bersalah untuk meminta maaf. Sebelum manusia meminta maaf, Allah telah memaafkan banyak hal. Allah adalah Al-‘Afuww, yakni Beliau Yang menghapus kesalahan hamba-hamba-Nya, serta memaafkan pelanggaran-pelanggaran mereka.
Allah, Al-Ghafûr dalam arti sempurna pengampunan-Nya hingga mencapai puncak tertinggi dalam ampunan.
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (QS Âli ‘Imrân [3]: 133)
Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS az-Zumar [39]: 53)
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan buruk. (QS Hûd [11]: 114)
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِيْ لَا تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Hambaku, seandainya engkau datang kepada-Ku membawa dosa hampir seisi bumi, Aku akan datang menyambutmu dengan ampunan hampir seisi bumi, selama engkau tidak menyekutukan Aku (dengan sesuatu).
(HR Tirmidzi—hadits hasan gharib)
Daftar Pustaka:
- Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits
- M. Quraish Shihab, Dr, “‘Menyingkap’ Tabir Ilahi – Al-Asmâ’ al-Husnâ dalam Perspektif Al-Qur’an”, Penerbit Lentera Hati, Cetakan VIII : Jumadil Awal 1427 H/September 2006
Tulisan ini berlanjut ke : Apakah Kita Termasuk Orang Yang Harus Bertaubat? (2 of 4)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#
0 comments:
Post a Comment