Mencari Data di Blog Ini :

Friday, January 15, 2010

Sudah Beriman, Mengapa Hidup Masih Miskin? (5 of 8)

Di buku “Becoming A Star” dan “One Million 2nd Chances”, Mario Teguh menasihatkan banyak hal dengan penuh kebijakan. Marilah bersama-sama kita serap, perindah dan refleksikan.


Kehidupan ini adalah sebuah reality show yang tidak satu orang pun di antara kita akan berhasil keluar dengan tetap membawanya (maksudnya membawa serta kehidupan, karena kita akan mati), dan tidak akan ada lagi kesempatan untuk memperbaikinya nanti sesudah selesai (maksudnya sesudah meninggal).


Maka, marilah kita penuhi hidup ini dengan pemungkin keberhasilan, sekarang dan sesegera mungkin. Nikmatilah hidup ini, dan nikmatilah dengan memungkinkan diri ini mencapai kualitas tertinggi dari yang bisa kita capai, menyampaikan nilai pelayanan terbaik dari yang bisa kita berikan kepada sebanyak mungkin orang, dan menikmati proses itu semua dengan keseimbangan yang membahagiakan.


Jadikanlah diri kita sebuah pribadi yang kehadirannya dalam reality show ini menjadi berkah bagi mereka yang bertemu dan yang mengenal kita. Jadilah sebuah pribadi yang bersyukur karena telah diijinkan hidup dalam sebuah diri yang baik, yang berkualitas, dan yang membangun nilai dirinya melalui kegunaan bagi orang lain.


Kehidupan adalah sebuah permainan yang sangat serius. Dan seperti semua permainan, hidup ini punya ketentuan dan peraturan-peraturannya sendiri; yang tidak selalu jelas bagi mereka yang sedang berkutat di dalamnya, tetapi yang tertulis dan terkatakan dengan jelas bagi mereka yang berusaha mengerti.


Dalam saat-saat penuh keraguan dan ketakutan seperti saat ini, saat doa dan permintaan seolah tak terdengar, saat harapan tertiup cepat menjauh; hati ini demikian penuh dengan perasaan yang tak terjelaskan, mencari sesuatu untuk diyakini, dan mulut ini menuturkan kata-kata yang sebelumnya tak terpikirkan untuk dikatakan. Akan ada keajaiban, bagi kita bila kita percaya. Meskipun harapan kita lemah, tetapi harapan itu sulit digerus. Entah keajaiban apa yang akan kita capai bila kita percaya. Tetapi, pasti akan datang kepada kita sebuah keajaiban, bila kita percaya.


Dalam kerajaan pikiran, yang kita percaya sebagai yang nyata, bisa memang sebuah kenyataan, atau kitalah yang menjadikannya kenyataan. Kita akan dengan mudah sekali mempercayai yang kita harapkan akan terjadi. Telah sering terjadi, kita hanya mendengar yang ingin kita dengar, dan melihat yang ingin kita lihat.


Maka, bila kita percaya bahwa diri kita tidak beruntung, sebetulnya tanpa kita sadari, kita bersikap seperti kita mengharapkan putusnya keberuntungan kita sendiri. Yang kita harapkan akan menjadi keyakinan kita. Yang kita yakini akan menjadi harapan kita. Maka berhati-hatilah dengan apa yang kita harapkan.


Mengapakah kita gunakan pikiran dengan cara-cara yang bertentangan dengan kepentingan kita untuk berhasil? Ketahuilah bahwa apa pun yang menjadi perhatian kita, akan tumbuh membesar dan menguat, hingga ia mencapai kewenangan yang dapat memaksa kita untuk hanya memperhatikannya. Maka sebetulnya mudah bagi kita untuk mencapai keajaiban yang kita rindukan itu, bila kita temukan bibit-bibit kebaikan untuk kita jadikan pusat perhatian.


Pelajarilah apa yang benar, agar mudah bagi kita untuk berlaku benar. Awalilah dengan mengupas kerak pelajaran masa lalu yang terbukti menjauhkan kita dari kebaikan. Mempelajari yang benar—sebetulnya, adalah urutan perilaku bersungguh-sungguh untuk melepaskan ikatan-ikatan yang melumpuhkan. Janganlah memikirkan sesuatu yang tidak memuliakan, karena pikiran kita akan menjadi keyakinan. Kemudian keyakinan akan memilihkan kita, kata-kata dan tindakan kita; padahal kata-kata dan tindakan kitalah yang akan menjadikan masa depan kita. Pikiran adalah awal dari masa depan.


Dahulukanlah yang seharusnya kita dahulukan. Perhatikanlah awal dari semua kesulitan kita. Mereka selalu berasal dari kita tundanya tindakan yang seharusnya kita dahulukan. Lalu, perhatikanlah bagaimana kita mendahulukan yang seharusnya terakhir, atau mengadakan yang seharusnya tidak ada. Bukankah banyak penyesalan kita yang berasal dari kelemahan kita untuk melakukan yang seharusnya kita lakukan, saat ia masih mudah untuk dilakukan? Juga karena kita tidak menyegerakan melakukan sesuatu sekarang, karena kita mengira bahwa keadaan kita tidak akan memburuk?


Sayangilah diri kita, dan perbaikilah pikiran kita. Lakukanlah apa pun, selama yang kita lakukan menghindarkan kita dari keadaan yang lebih sulit. Perhatikanlah, bagi seorang yang sedang tenggelam, gerakan apa pun yang dilakukannya, selain gerakan tenggelam adalah gerakan penyelamatan. Dan bila ia kemudian selamat, dan menyebut keselamatannya sebuah keajaiban—sebetulnya dialah yang menyebabkan keajaiban itu. Tentunya secara hakikat adalah pertolongan dari Beliau Yang Maha Membantu.


Hidup ini bersikap ramah kepada kita yang bersungguh-sungguh untuk mencapai kemenangan, dan bersikap keras kepada mereka yang tidak terlibat secara sadar dalam prosesi kehidupan. Yang menyedihkan bagi para pemerhati adalah bila mereka yang dikerasi oleh kehidupan agar sadar, ternyata menerima kesulitan hidup sebagai nasib buruk, seolah-olah upaya mereka tidak akan mendatangkan perubahan. Seandainya saja mereka mau mendorong diri mereka untuk mencoba, untuk berjuang dalam perjuangan yang benar, tidak membiarkan diri mereka menua tanpa guna, dan melibatkan diri dalam pertarungan-pertarungan kecil yang tidak bernilai.


Daftar Pustaka :

  • Mario Teguh, “Becoming A Star [Personal Excellence Series]”, PT Syaamil Cipta Media, Februari 2005/Muharam 1425 H
  • Mario Teguh, “One Million 2nd Chances [Personal Excellence Series]”, Penerbit Progressio, November 2006


Tulisan ini lanjutan dari : Sudah Beriman, Mengapa Hidup Masih Miskin? (4 of 8)
Tulisan ini berlanjut ke : Sudah Beriman, Mengapa Hidup Masih Miskin? (6 of 8)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

3 comments:

  1. Allah mengampuni semua kesalahan kecuali dosa syirik (mempersekutukan Allah, menandingi Allah membuat syari'at (bid'ah), mengubah-ubah syariat (bid'ah), menghalalkan yang haram (bid'ah, mencukur janggut), mengharamkan yang halal)

    Kullu bid'atin dholalah.
    Setiap bid'ah adalah kesesatan karena kullu dholalatin fin naar.
    Jangan sampai kullu dimaknakan sebagian.
    Apa sebagian kesesatan di neraka, sebagian kesesatan di surga. Enak banget jika yang sesat (syirik) tidak bertaubat bisa di surga.

    Tapi Allah Maha Pengampun, jadi, saudaraku faisol marilah bertaubat, dan yakin bahwa semua bid'ah adalah kesesatan, karena semua kesesatan di neraka. Kecuali bagi yang mau bertaubat, saudaraku.

    Potonglah kumis, sempurnakanlah janggut.

    Memotong habis janggut adalah Makruh.

    Semua itu kejahatannya di sisi Allah adalah Makruh (QS 17:38)

    Janganlah menghalalkan yang amat dibenci di sisi Allah, walau engkau menyukainya, saudaraku Faisol.

    ReplyDelete
  2. saudaraku OdiAswanda yg baik,

    sebelum diskusi lebih lanjut tentang bahasa Arab, tolong sampean jawab pertanyaan saya ini:

    sampean kalau tarawih, ada ceramah agama atau ngga...?

    terima kasih saya haturkan...

    ReplyDelete
  3. saudaraku OdiAswanda yg baik,

    krn sampai tanggal 20 Jan 2010 pukul 15:58 belum ada tanggapan u/ pertanyaan pertama saya, maka saya ingin membahas tulisan sampean yang mencantumkan terjemah salah satu ayat:

    "Semua itu kejahatannya di sisi Allah adalah Makruh (QS 17:38)"

    saudaraku,
    tidak dibenarkan menukil ayat tanpa terlebih dahulu memahaminya secara komprehensif...

    ayat tsb. tdk berdiri sendiri, tp ada ayat2 sebelumnya... entah belajar dari mana, shg sampean scr leluasa memotong ayat tanpa menyertakan pertaliannya dg ayat lain...

    tolonglah sampean belajar tafsir & fiqh, shg tdk sembarangan menggunting ayat & mengeluarkan fatwa...

    begitu dulu, saudaraku...

    ReplyDelete