Mencari Data di Blog Ini :

Friday, January 29, 2010

Sudah Beriman, Mengapa Hidup Masih Miskin? (7 of 8)

Di buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual – ESQ (Emotional Spiritual Quotient)”, Ary Ginanjar Agustian mengejawantahkan rukun iman dalam kehidupan sehari-hari, agar kita sukses di kehidupan dunia, tentunya juga di akhirat kelak.


Perlu penulis sampaikan bahwa di buku tersebut, urutan rukun iman dimulai dari iman kepada Allah, para malaikat, para rasul, kitab-kitab suci, hari akhir dan qadha serta qadar (takdir) Allah. Mungkin ada di antara kita yang mengenal rukun iman dengan susunan berbeda, termasuk penulis sendiri. Yang kita ketahui selama ini, susunannya adalah iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, hari akhir dan qadha serta qadar (takdir) Allah. Ada perbedaan pada urutan ketiga dan keempat. Hal ini tidak perlu diperdebatkan, yang penting esensinya sama.


Namun demikian, akan penulis sajikan terjemah hadits yang berhubungan dengan urutan rukun iman yang penulis ketahui. Terjemah hadits ini penulis nukil dari buku “Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah saw.” yang merupakan terjemahan buku “At-Tâju al-Jâmi‘u lil-Islâmi fî Ahâdîtshi ar-Rasûli”. Sahabat Umar bin Khaththab ra. telah menceritakan hadits yang cukup panjang sebagai berikut :


Pada suatu hari ketika kami (para sahabat) sedang berada di hadapan Rasulullah saw., tiba-tiba muncul seorang lelaki yang berpakaian sangat putih dan berambut hitam pekat. Pada diri lelaki itu tidak terdapat tanda bekas perjalanan dan tiada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia langsung duduk di hadapan Nabi saw. Seraya menyandarkan kedua lututnya kepada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya sendiri. Ia bertanya,


“Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku tentang Islam.”

Rasulullah saw. menjawab,
“Islam ialah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; berpuasa pada bulan Ramadhan; berhaji ke Baitullah apabila engkau mampu mengadakan perjalanan kepadanya.”

Ia berkata, “Engkau benar.”

Sahabat Umar ra. mengatakan,
“Kami heran terhadapnya, ia bertanya tetapi juga membenarkan.”

Selanjutnya lelaki itu bertanya kembali,
“Ceritakanlah kepadaku tentang iman.”

Rasulullah saw. menjawab,
“Hendaknya engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian dan hendaknya engkau beriman kepada takdir yang baik dan takdir yang buruk.”

Lelaki itu mengatakan, “Engkau benar.”

Ia bertanya kembali,
“Ceritakanlah kepadaku tentang ihsan.”

Rasulullah saw. menjawab,
“Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat-Mu.”

Lelaki itu bertanya kembali,
“Ceritakanlah kepadaku tentang hari Kiamat,”

Rasul saw. menjawab,
“Orang yang ditanya tidaklah lebih mengetahui daripada orang yang bertanya.”

Lelaki itu mengatakan,
“Ceritakanlah kepadaku tentang tanda-tandanya.”

Rasul saw. menjawab,
“Manakala budak sahaya perempuan melahirkan tuannya, dan bila engkau melihat orang-orang yang tidak berterompah telanjang miskin lagi penggembala kambing mulai berlomba-lomba saling tinggi-meninggi dalam bangunan.”

Sahabat Umar melanjutkan ceritanya,
“Kemudian lelaki itu pergi dan aku tinggal sendirian selama beberapa waktu.”

Setelah itu Nabi saw. berkata kepadaku,
“Hai Umar, tahukah engkau siapa orang bertanya kemarin?”

Aku menjawab,
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”

Nabi saw. berkata,
“Sesungguhnya dia adalah Malaikat Jibril yang sengaja datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian agama kalian.”

(HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan an-Nasa’i)

Di buku “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, M. Quraish Shihab juga menjelaskan urutan yang sama dengan hadits di atas tentang rukun iman. Wallâhu a‘lam.

Daftar Pustaka :

  • Ary Ginanjar Agustian, “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual – ESQ (Emotional Spiritual Quotient)”, Penerbit Arga, Cetakan Kedua puluh sembilan : September 2006
  • Manshur Ali Nashif, asy-Syaikh, “Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah saw. (At-Tâju al-Jâmi‘u lil-Islâmi fî Ahâdîtsi ar-Rasûli)”, CV. Sinar Baru, Cetakan pertama : 1993
  • M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007


Tulisan ini lanjutan dari : Sudah Beriman, Mengapa Hidup Masih Miskin? (6 of 8)
Tulisan ini berlanjut ke : Sudah Beriman, Mengapa Hidup Masih Miskin? (8 of 8)


#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

7 comments:

  1. > misal saya punya hutang banyak
    > shg dikejar2 debt collector...
    > lalu saya bertemu sampean
    > & krn kebaikan hati sampean,
    > sampean melunasi hutang2 saya,
    >
    > krn begitu baiknya sampean,
    > saya berdoa kpd Allah,
    > "Ya Allah, karuniakanlah rahmat
    > & pertolongan kpd saudaraku
    ...
    > krn dialah
    kesulitan saya dikejar2 debt
    collector hilang,
    > kebutuhan saya membayar hutang terpenuhi..."
    > apakah doa saya kpd Allah tsb. menurut sampean syirik...?
    > bukankah dlm lafazh doa SDH
    TERTERA JELAS,
    > bhw SAYA
    MEMOHON KPD ALLAH...

    "krn dialah
    kesulitan saya dikejar2 debt
    collector hilang"
    Kalimat tsb mengabaikan kekuasaan dan kehendak Allah.

    Belajarlah tentang Wasilah dan Tauhid.

    Si Sampean membantu antum karena melaksanakan perintah Allah.
    Jika Allah menghendaki si Sampean sakit jantung maka uangnya tidak jadi untuk menolong antum, malah untuk berobat.

    ReplyDelete
  2. saudaraku Nugraha yg baik,

    sampean telah menggunting jawaban saya... jawaban saya utuh, tolong jangan dipotong sekenanya...

    saya juga mencantumkan terjemah hadits:
    "siapa tdk berterima kasih kpd manusia, maka ia tdk termasuk bersyukur kpd Allah" (HR Ahmad, Tirmidzi)

    saudaraku,
    kalau sampean hendak berdiskusi tentang tauhid, mari kita bicara tauhid...

    sampean menulis:
    "Jika Allah menghendaki si Sampean sakit jantung maka uangnya tidak jadi untuk menolong antum, malah untuk berobat..."

    1. mengapa sampean berbuat kira2 tentang perbuatan Allah? sungguh tidak sopan mengandai-andai perbuatan Allah...

    2. kok sampean tahu kalau dia tidak jadi menolong saya...? apa sampean tahu takdir yang akan terjadi...? siapa tahu uangnya banyak karena rahmat Allah sehingga dia juga bisa membantu saya, selain u/ berobat... bgmn bisa sampean bicara tauhid, tp sampean telah melakukan "ramalan"...?

    begitu dulu, saudaraku... semoga Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat Islam, amin...

    ReplyDelete
  3. Numpang tanya.
    Apa ada hadits tentang seusai sholat fardhu berjamaah di masjid sahabat berdoa mengangkat dua tangan dan mengucapkan 'amin'?

    Kalau tidak ada maka madzhab NU saat ini bahwa imam berdzikir (berdoa) dengan mengeraskan suara dan mengangkat dua tangan untuk diaminkan oleh jama'ah adalah perbuatan yang tidak ada tuntunannya dalam syariat Islam.

    Potonglah kumis, peliharah janggut.

    Syaikh pendiri NU masih taat, yang sekarang suka membantah.

    Riyadhus Shalihin bab 244 hadits ke-8.

    ReplyDelete
  4. saudaraku Nugraha yg baik,

    entah mengapa kok sampean senangnya memvonis... mari kita diskusi baik-baik secara ilmiah...

    saudaraku,
    ijinkan saya bertanya duluan... gantian, lah... :)

    "kalau sampean mengikuti tarawih, ada ceramah agamanya ataukah tidak...?"

    terima kasih saya haturkan atas jawaban sampean...

    ReplyDelete
  5. Salafi sekarang sudah mengamalkan berdo'a dengan mengangkat tangan setelah mendengar adzan padahal sebelumnya belum pernah sama sekali mengangkat tangan mungkin selama ngaji menemukan dalilnya,memang sifat salafi memang gitu bila belum menemukan dalilnya suka memfonis kalau sudah menemukan dalilnya tidak punya rasa bersalah

    ReplyDelete
  6. coba anda telaah lagi ilmu islam yang telah anda dapat, buakankah tiap makhluk punya takdir yang berbeda-beda

    ReplyDelete
  7. saudaraku gonfrix yang baik,

    takdir itu ada 2 macam, saudaraku...
    1. mubram (tidak bisa dirubah)
    2. mu'allaq (bisa dirubah krn takdir ini menggantung)

    apakah seseorang yang bodoh karena tidak belajar, lantas dikatakan bahwa memang dia takdirnya bodoh...?

    apakah seseorang yang miskin karena malas berusaha,
    lantas dikatakan bahwa memang dia takdirnya miskin...?

    apakah seseorang yang kedapatan mencuri, lantas dikatakan bahwa memang dia ditakdirkan u/ mencuri...?

    apakah seseorang yang sedang mabuk, lantas dikatakan
    bahwa memang dia ditakdirkan mabuk...?

    apakah orang yang sakit tidak perlu berobat spy sembuh, dengan alasan nanti kalau takdirnya sembuh akan sembuh dengan sendirinya...?

    apakah kita tidak perlu menggunakan helm/sabuk pengaman ketika berkendara dengan dalil kalau waktunya kecelakaan, itu sudah takdirnya...?

    apakah kita tidak perlu mengunci motor, mobil, rumah dll dengan dalih kalau tidak takdirnya, maka akan aman-aman saja...?

    saudaraku,
    intinya: kita berusaha & berdoa dengan sungguh-sungguh... setelah itu, kita tawakkal kepada Allah...

    seringkali kita belum berusaha secara maksimal, tapi sudah menyerah dengan dalih sudah takdirnya...

    pelajar malas belajar, lalu nilainya jelek, kemudian berdalih bahwa tiap makhluk punya takdir yang berbeda-beda... apa seperti ini yang diajarkan agama kita...?

    begitu dulu, saudaraku... terima kasih saya haturkan atas kunjungan silaturahim sampean...

    ReplyDelete