Setelah semua pembahasan, sudah sepantasnya kita yakin sepenuh hati kepada Allah, sebagaimana huruf terakhir kata takwa dalam bahasa Arab, yaitu ya’ (yaqîn).
Ahmad bin Ashim al-Anthaki menegaskan, “Sesungguhnya paling sedikit yakin apabila sudah sampai ke lubuk hati, maka hati akan penuh dengan cahaya, keragu-raguan akan hilang, hati akan penuh dengan syukur, dan takut kepada Allah SWT akan bertambah.”
Menurut al-Junaid, yang dimaksud dengan yakin adalah hilangnya keragu-raguan di hadapan Allah. Dzun Nun al-Mishri mengungkapkan:
tak ada kehidupan yang sejati
kecuali dengan kekuatan hati mereka
yang selalu merindukan takwa dan menyukai dzikir
ketenangan telah merasuk ke dalam jiwa yakin
dan baik sebagaimana bayi yang masih menetek
telah merasuk ke dalam pangkuan
Dalam keseharian, sebaiknya kita menyediakan waktu untuk sendiri, merenung tentang hidup dan kehidupan, juga tentang masa depan kita di alam kubur dan akhirat nanti. Apabila kita duduk termenung seorang diri, pikiran mulai tenang, kesibukan hidup dan haru hati telah dapat teratasi, terdengarlah suara hati, yang mengajak kita untuk berdialog dan mendekat kepada Al-Haqq.
Suara itu akan mengantar kita menyadari betapa lemahnya manusia di hadapan-Nya, serta betapa kuasa dan perkasa Allah Yang Maha Agung. Suara yang kita dengarkan itu adalah suara fitrah manusia. Setiap orang memiliki fitrah itu, dan terbawa serta olehnya sejak kelahiran, walau seringkali karena kesibukan dan dosa—ia terabaikan, sehingga suaranya begitu lemah, lalu tak terdengar lagi. Tetapi, bila diusahakan untuk didengarkan, kemudian benar-benar tertancap di dalam jiwa, maka akan hilanglah segala ketergantungan kepada unsur-unsur lain kecuali kepada Allah semata. Tiada tempat bergantung, tiada tempat menitipkan harapan, tiada tempat mengabdi kecuali kepada-Nya.
لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Tiada daya untuk memperoleh manfaat, tiada pula kuasa untuk menolak mudharat, kecuali bersumber dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Dengan demikian tidak ada lagi rasa takut yang menghantui, rasa gelisah yang mencengkeram dan tiada pula rasa sedih yang mencekam. Marilah kita hadapkan diri kita pada-Nya, dan mempersembahkan semua hal untuk-Nya.
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (diriku) kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS al-An‘âm [6]: 79)
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS al-An‘âm [6]: 162)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. (QS al-Anfâl [8]: 2)
Rasulullah mengajarkan agar kita bertawakkal sepenuh hati kepada Allah, tentunya setelah usaha yang sungguh-sungguh. Seekor burung saja diberi rezeki oleh Yang Maha Pemberi Rezeki karena tawakkalnya, apalagi kita, makhluk yang diciptakan sebagai khalifah di bumi ini.
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرُ، تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا
Andaikata kamu bertawakal (berserah diri) kepada Allah dengan sungguh-sungguh, niscaya Allah akan memberi rezeki kepadamu sebagaimana burung yang keluar pagi dengan perut kosong (lapar) dan kembali senja hari sudah kenyang. (HR Tirmidzi)
Daftar Pustaka:
Daftar Pustaka:
- Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, asy-Syaikh, “Riyâdhush Shâlihîn”
- ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Lâ Tahzan – Jangan Bersedih”, Qisthi Press, Cetakan Ketiga puluh enam : Januari 2007
- Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006
- Salim Bahreisy, “Tarjamah Riadhus Shalihin I dan II (karya Syaikh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi)”, PT Alma‘arif
Tulisan ini berlanjut ke : Yakin Kepada Allah (2 of 2)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#
0 comments:
Post a Comment