Mencari Data di Blog Ini :

Friday, July 9, 2010

Membaca Doa Tapi Tidak Berdoa (3 of 12)

Tentang karamah para wali, sebagian dari kita mempunyai persepsi kurang tepat, ada yang terlalu mengagungkan dan ada pula yang mencibir. Yang mencibir beralasan bahwa hal itu mustahil terjadi karena tidak sesuai dengan sunnatullah. Cerita yang kita dengar selama ini dianggap hanya bualan, dibesar-besarkan dan cenderung hiperbolik. Karamah para wali dianggap sebagai sebuah pengkultusan individu, karena itu harus dikarang cerita di mana sang wali bisa melakukan sesuatu di luar kebiasaan. Semua hal harus sesuai hukum alam, dan karamah bertentangan dengannya.



Lebih mengherankan lagi, ada pula yang berkata bahwa mukjizat para nabi pun tidak mungkin terjadi, karena tidak sesuai dengan hukum alam dan logika. Dengan alasan seperti ini, dikatakan perlu penafsiran ulang yang dilakukan secara logis dan tidak melanggar hukum alam; agar tidak ada penafsiran yang mengundang khurafat, klenik dan tahayul. Demikianlah pendapat orang yang menafikan karamah para wali, bahkan mukjizat para nabi atau rasul.


Mengagung-agungkan karamah tidak boleh terjadi. Perlu kita ketahui bahwa bagi wali Allah, memiliki kemampuan di luar kebiasaan manusia saat sang wali hidup (khâriq al-‘âdat), hanyalah hiasan atau permainan semata. Misalnya seorang wali bisa berjalan di atas air atau di udara, melipat bumi (pergi dari satu tempat ke tempat yang lain dalam sekejap), menembus dinding, menyembuhkan orang sakit parah atau yang lain. Jadi, seorang wali Allah, walaupun tidak mempunyai kemampuan di atas, tetaplah wali Allah karena kedekatan dengan-Nya. Setan atau Iblis, meskipun bisa pergi dari masyriq (ujung timur bumi) ke maghrib (pojok barat dunia) dalam sekejap, tetaplah mal‘ûn (terlaknat).


Ada juga wali yang memohon kepada Allah agar tidak dikaruniai hiasan-hiasan. Namun, karena memang tujuan perjalanannya adalah Al-Haqq, maka biasanya (boleh tidak) hiasan itu menempel dengan sendirinya. Hal ini juga sebagai ujian baginya. Kalau ia terpesona dan terjebak dengan permainan-permainan seperti itu, maka ia tidak akan pernah sampai kepada Al-Haqq, Allah SWT.


Di kitab “Ar-Risâlah al-Qusyairiyyah fî ‘Ilmi at-Tashawwuf” dijelaskan bahwa karamah terbesar yang dimiliki oleh seorang wali yaitu selalu mendapat pertolongan untuk taat dan terjaga (mahfûzh) dari kemaksiatan dan pertentangan. Jadi, bukan permainan-permainan seperti tersebut di atas.


Abul Abbas al-Mursi berkata, “Orang yang karamah bukan karena ia bisa melipat dunia, lalu dalam waktu singkat ia telah berada di Mekah atau negeri lain. Orang yang karamah adalah orang yang mampu melipat hawa nafsunya sehingga ia terhindar dari maksiat dan langsung berhadapan secara ihsan dengan Allah SWT.”


Sahal bin Abdullah mengingatkan, “Sebesar-besar karamah adalah perubahan akhlak tidak baik (madzmûmah) menjadi akhlak terpuji (mahmûdah).”


Abu Yazid al-Busthami berpesan, “Jika kamu melihat seseorang yang telah diberi karamah sampai ia bisa terbang di udara sekalipun, maka janganlah tertipu dengannya, sehingga kamu dapat menilai kesungguhannya dalam melaksanakan perintah dan larangan Allah, dalam menjaga batas-batas hukum Allah, dan dalam melaksanakan syariat Allah.”


Rabi‘ah al-‘Adawiyah pernah memberi nasihat, “Kalau bisa terbang disebut istimewa dan kita bangga sekali mempunyai kemampuan itu, berarti derajat kita lebih rendah daripada seekor lalat. Kemampuan kita terbang masih belum secanggih lalat, sedangkan Allah menciptakan kita dengan sempurna, tidak seperti lalat. Apakah itu tidak berarti bahwa lalat lebih mulia daripada kita, jika memang kemuliaan hanya dipandang dari permainan-permainan semacam itu? Begitu pun dengan jalan di atas air. Bukankah ikan dan makhluk-makhluk Allah di sungai dan lautan tidak hanya berjalan di atas air, tetapi hidup di dalamnya?”


Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa karamah para wali dapat dibenarkan dengan dua syarat. Pertama, karamah tersebut berasal dari orang yang mengamalkan Kitab dan Sunnah. Kedua, karamah tersebut menguatkan Al-Qur’an dan Sunnah; dalam pengertian bahwa karamah yang didapat seorang wali dipergunakan untuk meninggikan panji Islam dan dakwah kepada Allah, Dzat Yang Maha Kuasa.


Bagi yang menafikan, janganlah ekstrim seperti itu, hanya karena kekurangpahaman kita akan mukjizat atau karamah. Bukankah kita harus senantiasa husnuzh zhan serta berpikir positif? Boleh bertanya, tapi jangan menuduh sembarangan. Bertanya pun harus dengan niat yang baik. Jangan bertanya namun tujuannya untuk mengejek.


Seorang teman pernah bertanya, “Apakah mungkin kita bisa bisa pergi ke Mekah dalam waktu singkat (melipat bumi)? Logika dan penjelasan ilmiahnya bagaimana? Tidakkah itu mengada-ada?” Saat ini memang belum ada rumusan ilmiah yang tepat sama untuk menjelaskannya. Hal itu masih dalam penelitian. Secara logika ilmiah sederhana bisa dijelaskan seperti berikut ini.

Misalnya kita punya sebuah kertas seperti gambar di bawah ini. Bagaimana cara tercepat dari titik A menuju D?


Untuk menuju D dari A, ada beberapa cara, yaitu:



  • A – B – D

  • A – C – D

  • A – D (sesuai garis diagonal berdasarkan rumus Pitagoras, c^2=a^2+b^2; dimana c adalah panjang garis diagonal, sedangkan a dan b masing-masing adalah panjang sisi-sisi pembentuk sudut siku segitiga ABD atau ACD). Cara inilah yang tercepat karena jarak tempuhnya lebih pendek.

Saat ini, lagi diuji cara tercepat dari A menuju D dengan melipat kertas, mempertemukan titik A dengan D. Dengan demikian jarak tempuh limit mendekati 0 (nol) cm, sehingga waktu yang dibutuhkan pun limit mendekati 0 (nol) detik. Kapan percobaan ini bisa diimplementasikan? Belum bisa dipastikan. Kita tunggu saja tanggal mainnya :).


Banyak sekali percobaan ilmiah yang menjelaskan hal-hal yang menurut kita aneh (khâriq al-‘âdat), sehingga nantinya semua orang bisa melakukannya. Bukankah semua fasilitas yang kita nikmati di zaman modern ini adalah hal yang mustahil, tidak sesuai dengan hukum alam yang diketahui waktu itu, serta di luar kebiasaan masyarakat ketika masih dalam penelitian?


Namun, setelah seluruhnya dibuktikan, mengapa semua ikut menyetujui bahwa hal itu tidak bertentangan dengan hukum alam? Di manakah mereka yang mengatakan bahwa semua percobaan yang dulu dilakukan adalah mengada-ada, tidak mungkin dan tidak masuk akal? Ke manakah orang-orang yang mengatakan bahwa para peneliti adalah orang yang tidak menggunakan pikiran yang sehat, karena mencoba melakukan sesuatu di luar kesepakatan masyarakat? Lupakah kita bagaimana hukuman yang harus diterima oleh para peneliti karena meyakini hal di luar nalar orang-orang saat itu? Dan, kitalah yang menikmatinya. Menikmati hasil penelitian sesuatu yang di luar kebiasaan (khâriq al-‘âdat).


Saat ini, semua orang bisa berjalan di atas air atau terbang di udara, dengan menggunakan kapal laut dan pesawat terbang. Kita pun bisa melihat apa yang sedang dilakukan oleh orang yang berada jauh dari kita, dengan adanya siaran langsung televisi, kamera CCTV untuk keamanan atau web cam lewat jalur internet.


Bahkan sekarang, HT dari beberapa frekuensi (misal HT Polisi dan HT ambulans yang awalnya tidak bisa saling berhubungan karena beda frekuensi), handphone dan komputer sudah bisa saling berkomunikasi secara audio. Kalau saja penulis tidak menyaksikan sendiri demonya, mungkin penulis tidak akan percaya. Untunglah penulis pernah mengikuti sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Cisco Systems Indonesia. Waktu itu, salah satu hal yang didemokan adalah Unified Communications, integrasi komunikasi dari berbagai teknologi.


Mungkin kita akan berkilah, “Hal-hal di atas wajar saja terjadi. Itu semua karena perkembangan ilmu dan teknologi. Jadi, semuanya sesuai dengan logika dan sunnatullah.” Baiklah, kalau memang kita termasuk orang yang keras kepala, susah menerima kebenaran dan hanya ingin mencari pembenaran pendapat pribadi.


Daftar Pustaka :

  • Abul Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi an-Naisaburi, asy-Syaikh, “Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf (Ar-Risâlah al-Qusyairiyyah fî ‘Ilmi at-Tashawwuf)”, Pustaka Amani, Cetakan I : September 1998/Jumadil Ula 1419

Tulisan ini lanjutan dari : Membaca Doa Tapi Tidak Berdoa (2 of 12)
Tulisan ini berlanjut ke : Membaca Doa Tapi Tidak Berdoa (4 of 12)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

0 comments:

Post a Comment