Mencari Data di Blog Ini :

Friday, June 11, 2010

Menghayati Ayat-Ayat Al-Qur’an (2 of 2)

  1. Ta’atstsur, yaitu hati kita terpengaruh dengan beragam kesan sesuai dengan beragam ayat yang kita hayati.

    Wahib bin al-Ward berkata, “Kami memperhatikan hadits-hadits dan nasihat-nasihat, tetapi kami tidak dapati sesuatu yang lebih memperhalus hati dan lebih mudah mendatangkan kesedihan selain dari membaca Al-Qur’an dan menadabburinya.”

    Ia melanjutkan, “Terpengaruhnya seorang hamba dengan bacaan Al-Qur’an adalah dengan menghayati ayat yang dibacanya. Misalnya ketika membaca ancaman dan pembatasan ampunan dengan beberapa syarat, ia merasa lemas karena begitu takutnya seakan-akan nyaris mati. Saat membaca ayat rahmat dan ampunan, ia amat gembira seakan-akan nyaris terbang.”

    “Tatkala disebutkan Allah, sifat-sifat dan nama-nama-Nya, ia menundukkan kepala seraya meresapi keagungan-Nya. Ketika orang-orang kafir mengatakan sesuatu yang mustahil bagi Allah, seperti perkataan mereka bahwa Allah mempunyai anak dan istri, maka ia merendahkan suaranya, mengingkari dalam batinnya karena sangat malu dengan perkataan mereka yang buruk itu. Saat disebutkan gambaran surga, ia bersemangat dengan batinnya karena sangat rindu kepadanya. Tatkala disebutkan gambaran neraka, tubuhnya bergetar karena sangat takut kepadanya,” terangnya kemudian.

    Seorang qari’ berkata, “Aku membacakan Al-Qur’an kepada seorang guruku. Kemudian aku kembali untuk membacakannya lagi. Ia menegurku seraya berkata, ‘Engkau menjadikan Al-Qur’an sebagai amal perbuatan kepadaku. Pergilah dan bacakanlah kepada Allah! Lihatlah apa yang diperintah dan yang dilarang!’”

    Begitulah kesibukan ahli Al-Qur’an, karena membaca Al-Qur’an dengan benar ialah dengan ikut sertanya lisan, akal dan hati. Tugas lisan adalah membetulkan huruf dengan tartil. Tugas akal adalah menafsirkan maknanya. Tugas hati adalah mengambil pelajaran serta menghayati perintah dan larangan. Jadi, lisan membaca, akal menerjemahkan dan hati mengambil pelajaran.

    “Rasakanlah keagungan Al-Qur’an, sebelum kau menyentuhnya dengan nalarmu,” nasihat Syaikh Muhammad Abduh.

  2. Taraqqi, yaitu meningkatkan penghayatan sampai ke tingkat mendengarkan Al-Qur’an langsung dari Allah SWT, bukan dari diri kita. Tingkatan membaca Al-Qur’an ada tiga, yaitu:

    · Tingkat terendah, yaitu kita merasakan seolah-olah kita membaca Al-Qur’an kepada Allah, kita membaca di hadapan-Nya; sementara Allah melihat dan mendengarkan. Dengan perasaan seperti ini, kita berada dalam keadaan memohon, merayu, merendahkan diri dan berdoa.

    · Menyaksikan dengan hati seakan-akan Allah melihat kita, berbicara kepada kita dengan berbagai taufik-Nya, membisikkan kepada kita dengan berbagai nikmat dan kebaikan-Nya; sehingga kita berada dalam keadaan malu, ta‘zhîm, menyimak dan memahami.

    · Tingkat tertinggi, seolah-olah melihat Dzat yang berfirman (Mutakallim) pada setiap firman (kalâm) yang kita baca, melihat sifat-sifat-Nya pada kalimat-kalimat yang ada. Dengan begitu, perhatian terfokus hanya kepada Mutakallim, pikiran tertambat kepada-Nya, seakan hanyut dalam menyaksikan Mutakallim sehingga tidak memperhatikan selain-Nya. Ini merupakan tingkatan muqarrabîn (orang-orang yang dekat dengan Allah). Utsman bin Affan dan Hudzaifah ra. berkata, “Apabila hati bersih, niscaya hati itu tidak pernah merasa kenyang (puas) dari membaca Al-Qur’an.” Muhammad Iqbal mengatakan, “Bacalah Al-Qur’an seakan-akan ia diturunkan kepadamu.”

  3. Tabarri, yaitu melepaskan diri dari daya dan kekuatan, serta tidak memandang diri dengan pandangan ridha dan penyucian.

    Apabila kita membaca ayat-ayat janji dan pujian bagi orang-orang shaleh, maka kita merasa bukan termasuk golongan ini. Dengan begitu, kita akan memperbaiki diri dan berdoa semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang shaleh.

    Jika kita membaca ayat-ayat kecaman dan celaan bagi orang-orang yang durhaka dan lalai, kita menyaksikan diri kita termasuk di dalamnya. Kita merasa diri kitalah yang dimaksud oleh ayat-ayat itu. Dengan demikian, kita akan terus memperbaiki ibadah kita kepada Allah dan memohon dijauhkan dari golongan orang-orang yang dimurkai dan sesat.

    Ulama-ulama terdahulu benar-benar menghayati ketika membaca Al-Qur’an. Marilah kita bersama-sama berusaha mencontohnya, walaupun sedikit demi sedikit, step by step. Semoga Allah menolong kita untuk bisa berada dalam golongan orang-orang shaleh, amin.

    Dikisahkan bahwa Ibrahim an-Nakha’i, jika membaca ayat,

    وَمَا كَانَ مَعَهُ ُ مِنْ إِلـٰهٍ

    “Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya” (QS al-Mu’minûn [23]: 91)

    Ia merendahkan suaranya seperti orang yang malu menyebutkan sesuatu yang tidak layak bagi-Nya. Di saat yang lain, seluruh anggota badannya bergetar ketika ia mendengar bacaan,

    إِذَا ٱلسَّمَاۤءُ ٱنْشَقَّتْ

    “Apabila langit terbelah,” (QS al-Insyiqâq [84]: 1)

    Dari Abu Hatim bahwa Rasulullah pernah suatu malam berjalan untuk mencari tahu bagaimana para sahabatnya menjalankan shalat, bagaimana mereka berdoa dan menangis. Di sebuah rumah, beliau mendengar seorang wanita tua membaca ayat Al-Qur’an sambil menangis. Wanita itu membaca ayat,

    هَلْ أَتٰكَ حَدِيْثُ ٱلْغَاشِيَـةِ

    “Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?” (QS Al-Ghâsyiyah [88]: 1)

    Wanita itu membaca berulang-ulang dan selalu menangis. Mendengar bacaan tersebut, Rasulullah hanya bisa menangis dan menyandarkan kepala beliau di daun pintu rumahnya. Kemudian beliau berkata,

    “Ya, telah datang kepadaku berita itu.”

    Apakah kita bisa menyamai wanita tua ini dalam bertahajud, dalam tilawah dan perenungan atas Al-Qur’an? Kita adalah umat yang kekal, tetapi kita tidak akan kekal selain dengan Kitab yang agung. Kita tidak akan kekal selain dengan syariat Nabi kita saw. Jika kita mengabaikan dan meninggalkannya, niscaya kita akan hilang ditelan masa.


Daftar Pustaka :

  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Nikmatnya Hidangan Al-Qur’an (‘Alâ Mâidati Al-Qur’an)”, Maghfirah Pustaka, Cetakan Kedua : Januari 2006
  • M. Quraish Shihab, Dr, “‘Membumikan’ Al-Qur’an”, Penerbit Mizan, Cetakan XXX : Dzulhijjah 1427H/Januari 2007
  • Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006

Tulisan ini lanjutan dari : Menghayati Ayat-Ayat Al-Qur’an (1 of 2)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

1 comment: