Suatu hari Abu Dzar berdebat dengan seseorang. Kemudian Abu Dzar berkata, “Wahai anak orang hitam.” Abu Dzar memang berkulit putih sehingga dia merasa lebih mulia. Dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw. berkata kepada Abu Dzar,
“Sadarlah, sesungguhnya kamu tidak lebih mulia daripada orang berkulit merah atau hitam kecuali ketakwaanmu lebih tinggi daripadanya.”
Lalu Abu Dzar berbaring dan berkata kepada orang itu,
“Berdirilah dan injak pipiku.”
Betapa taubat yang dilakukan sahabat Nabi sampai seperti itu. Dia meminta orang tadi untuk menginjak pipinya agar kesombongan terlepas dari hatinya.
Diriwayatkan pula bahwa suatu ketika datang seorang wanita menemui Nabi saw. Siti Aisyah berkata kepada beliau dengan mengisyaratkan tangannya bahwa wanita itu pendek. Rasulullah bersabda,
إِغْتَبْـتِهَا
“Engkau telah menggunjingnya.”
(HR Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih)
Menggunjing di sini termasuk unsur kesombongan yang tersembunyi. Jika Aisyah juga pendek, maka tidak akan mengatakan itu kepada Nabi. Akan tetapi Aisyah merasa lebih baik postur tubuhnya daripada wanita itu sehingga mengatakan seperti itu. Dalam sebuah hadits lain, Nabi saw. bersabda :
إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَإِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada bentuk tubuh kalian dan tidak pula kepada harta benda kalian. Akan tetapi, Dia hanya memandang kepada hati dan amal perbuatan kalian. (HR Muslim)
Ibnu Mas‘ud ra. adalah orang yang kecil perawakannya, tetapi agama ini dan Al-Qur’an telah mendatangkan begitu banyak keajaiban pada dirinya. Suatu hari ia sedang memanjat sebuah pohon. Tiba-tiba angin kencang menggoyahkan ranting-ranting pohon itu. Ibnu Mas‘ud yang berada di atasnya terlihat seperti seekor burung. Orang-orang menertawakan ukuran betisnya yang amat kecil dan badannya yang kelewat kurus. Maka, Rasulullah saw. bersabda,
مَا تَضْحَكُوْنَ لَرِجْلُ عَبْدِ اللهِ أَثْقَلُ فىِ الْمِيْزَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أُحُدٍ
“Apakah kalian menertawakan kecilnya betis Ibnu Mas‘ud, sedangkan betisnya dalam mizan pada hari Kiamat lebih berat dari gunung Uhud?” (HR Ahmad)
Dari kisah-kisah di atas, apakah kita tetap membangga-banggakan ketampanan atau kecantikan yang seharusnya kita syukuri sebagai karunia Allah? Apakah kita masih merasa diri lebih unggul dibandingkan orang lain, merendahkan mereka, baik lewat ucapan, tindakan atau bahasa tubuh? ‘Aidh al-Qarni berpesan :
Lihat mata pedang dan abaikan punggungnya
Pertimbangkan keutamaan pemuda saja
Tanpa memperhatikan hiasan yang dipakai
Penulis pernah menerima sebuah email yang menceritakan kecelakaan yang menimpa seorang gadis di Amerika Serikat beserta teman-temannya setelah pesta. Karena mabuk, maka teman yang jadi sopir kehilangan kendali dan terjadilah kecelakaan sangat parah. Wajah gadis yang semula rupawan berubah total. Bahkan, operasi plastik pun tidak bisa mengembalikan wajahnya ke wujud aslinya. Betapa karunia Allah begitu sempurna.
Di Surabaya pernah terjadi wajah seorang wanita muda berusia 22 tahun terkena air panas. Beritanya pun tersebar ke seluruh nusantara. Dia menjadi pasien di RSUD Dr. Soetomo dan harus menjalani operasi rekonstruksi wajah total (face off). Namun demikian, kondisi hasil operasi tetap tidak bisa mengembalikan wajahnya seperti semula, padahal operasi dilakukan beberapa kali dan setiap operasi membutuhkan waktu berjam-jam. Nikmat Allah manakah yang kita dustakan? Allah telah mengingatkan bahwa jika kita menghitung nikmat-nikmat-Nya yang dikaruniakan kepada kita, niscaya kita tidak akan sanggup.
وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوْهَا
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. (QS an-Nahl [16] : 18)
Daftar Pustaka :
- ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Nikmatnya Hidangan Al-Qur’an (‘Alâ Mâidati Al-Qur’an)”, Maghfirah Pustaka, Cetakan Kedua : Januari 2006
- Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâniy
- Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006
Tulisan ini lanjutan dari : Apa Kita Terjangkit Penyakit Sombong? (6 of 12)
Tulisan ini berlanjut ke : Apa Kita Terjangkit Penyakit Sombong? (8 of 12)
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin…#
amin.... asslamu'alaikum mas faisol , maaf ana pengin tulis arab di blog pake cara apa ya? jazakumullah..
ReplyDeletesetuju pak, emang kita engga boleh songong
ReplyDeletewa'alaykumus salam wr. wb, saudaraku ibnukus yg baik...
ReplyDeletesaya sudah kirimkan caranya lewat email...
saudariku kelly yg baik,
ReplyDeletememang benar ungkapan sampean... namun, janganlah kita lupa bhw ini bukan hanya teori, harus diimplementasikan...
memang mudah menulis (spt yg saya lakukan), tp pelaksanaannya butuh usaha sungguh2 & istiqamah... ada saja peristiwa/kejadian yg menguji niat/'azam kita tsb...
semoga Allah menjauhkan kita dr sifat ini dan menghiasi kita dg sifat rendah hati, amin...